Share

7. Khawatir

Penulis: Apple Leaf
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-13 22:19:15

Begitu sampai di depan sekolah, Litha segera turun dari taksi. Langkahnya begitu terburu-buru lantaran anak-anak TK sudah keluar bersama orang tua mereka. Salahkan jalanan yang macet sampai membuat Litha terlambat menjemput Gemini.

“Ya, ampun! Gemini pasti ngambek, deh.”

Ya, biasanya anak itu akan merajuk jika Litha telat menjemputnya. Gemini tidak suka menunggu sendirian, jadi kalau Litha telat, biasanya dia akan menunggu di ruang guru.

“Gemini di mana?”

Litha sudah masuk ke dalam sekolah, tetapi sekolah sudah mulai sepi saat ini menyebabkan ia merasa gelisah.

“Ah, iya, ruang guru!”

Ia berjalan cepat ke ruang guru. Untungnya Litha mendapati wali kelas Gemini masih di dalam ruangan. Pandangannya menyapu ke dalam ruang guru, tetapi tak menemukan putrinya di sana.

“Selamat siang, Bu Vita. Apa Ibu tahu di mana Gemini?” tanya Litha.

“Gemini tidak ada meminta saya menemaninya, Bu Litha. Saya pikir Ibu sudah menjemputnya tadi,” balas Vita sembari menghampiri Litha.

“Hari ini saya terlambat karena jalanan padat, Bu. Biasanya, kan Gemini akan menunggu di sini.

“Gemini tadi pulang bersama Kirana dan ibunya,” celetuk salah seorang guru yang baru memasuki ruangan tersebut. “Saya sempat bercakap-cakap tadi dengan ibunya Kirana.”

Seketika dahi Litha berkerut dalam. Namun, ia tidak memperlihatkan kekesalannya dengan jelas. Setelah berterima kasih, Litha menarik langkah meninggalkan sekolah.

Litha tidak tahu harus berterima kasih atau mengumpat pada Kinasih. Yang jelas ia tahu satu hal, Kinasih sengaja tak memberitahunya agar ia kelabakan.

“Aku ingin sekali mengumpat di depannya. Tapi, sayangnya dia punya dukungan kuat.” Litha menghela napas berat. Lagi-lagi dia harus ke rumah mertuanya. Ia hanya perlu mencari Gemini lalu mengajaknya pulang. Toh, tidak ada yang menyambutnya di sana, jadi buat apa berlama-lama.

“Nek, aku juga mau mangga,” rengek Gemini sesaat setelah melihat Rosella menyuapi sepotong mangga pada Kirana. Rasanya pasti enak dan manis, pikir Gemini.

Sejenak Rosella memandangi Gemini tanpa menjawab anak itu. Wanita itu menusuk sepotong mangga lalu memberikannya pada Gemini. Aksi Rosella sontak mengagetkan Kinasih.

Kenapa bisa begitu?

Bukannya Rosella membenci Litha dan Gemini?

Kinasih tak mengerti bagaimana pikiran Rosella bekerja.

Dengan senyum mengembang dan tangannya yang terjulur, Gemini mengambil potongan mangga tersebut. “Makasih, Nenek.”

“Gemini, mangganya manis, kan?” tanya Kirana.

Gemini mengangguk-angguk beberapa kali. “Manis banget.”

“Ambil lagi kalau begitu. Ini mangga kesukaan Nenek dan aku juga jadi suka sama mangga ini,” tutur Kirana. Kemudian gadis itu mengalihkan tatapan ke arah Rosella. “Nek, kalau Gemini sering-sering datang ke rumah dan menemani aku belajar, boleh, kan?” Mata Kirana berbinar penuh harap. Memiliki teman belajar seperti Gemini adalah harapan gadis kecil itu.

“Bukannya sudah ada Mbak Tina yang menemani kamu belajar? Dan lagi, Gemini mana dibolehkan sering-sering ke sini sama Tante Litha,” ucap Kinasih mendahului Rosella, sehingga ia mendapat tatapan tajam ibu mertuanya. “Maaf, Ma.”

“Boleh kalau itu keinginan Kirana,” kata Rosella.

“Ma—”

Rosella memotong ucapan Kinasih dengan tatapan tajamnya. “Anak kamu yang minta, makanya mama turuti. Kinasih, kamu harus lebih perhatian sama Kirana. Temani dia belajar sesekali.”

“Iya, Ma.” Kinasih terlalu takut menolak keinginan mertuanya. Dia akan menjadi menantu penurut di depan Rosella.

“Asyik! Akhirnya aku bisa main sama Gemini! Eh, maksudnya belajar.”

“Ya, sudah. Sudah waktunya makan siang. Kirana ajak Gemini ke ruang makan, ya.” Rosella lalu berdiri diikuti oleh Kinasih. Namun, sebelum mereka beranjak, terdengar bunyi bel pintu.

Seorang pelayan bergegas ke arah pintu. Wajah pelayan itu langsung terperangah lantaran mendapati orang yang berdiri di depannya adalah Litha. Raut tak suka jelas menghiasi wajah pelayan tersebut yang membuat Litha mengerutkan kening.

Ya, beginilah cara mereka menyambut Litha.

“Aku mau jemput Gemini,” kata Litha tanpa basa-basi.

“Sepertinya tidak bisa karena Non Gemini akan menemani Non Kirana belajar hari ini,” kata pelayan tersebut tanpa mempersilahkan Litha masuk.

“Oh, kalau begitu biarkan aku masuk. Apa kamu akan terus-terusan membiarkan aku berdiri di depan pintu?”

Lagi-lagi pelayan itu tercengang. Dia menyingkirkan diri ke samping guna membiarkan Litha memasuki rumah.

“Selalu saja tidak sopan. Sepertinya pelayan di rumah ini memang tidak diajarkan sopan santun. Harusnya Mama mengadakan kelas etika buat mereka,” gerutu Litha yang jelas terdengar oleh pelayan tersebut. Dan bahkan, juga didengar oleh Rosella.

Begitu Litha menghentikan langkah, dia bisa mendengar ibu mertuanya berdecak. Sebenarnya, ia bukannya sengaja menggerutu, tetapi ia begitu kesal pada pelayan itu. Andai saja pelayan itu dikirim ke rumahnya, Litha benar-benar akan mengadakan kelas etika.

“Mama!” Gemini sontak berlari ke arah ibunya. Tentunya senyum senang gadis kecil itu terpasang di wajahnya. “Mama ke sini buat jemput aku, ya? Tapi, hari ini aku sudah janji mau belajar bareng sama Kirana.”

“Ya, awalnya Mama memang mau menjemput kamu,” sahut Litha.

“Gemini akan menemani Kirana hari ini, jadi kamu pulang saja,” kata Rosella yang sekaligus mengusir Litha.

“Aku juga mau ke greenhouse, kok, Ma.” Litha memasang senyum kecil, meski tak dilirik oleh Rosella.

Bukannya dia berpura-pura ramah. Dia melakukan itu di depan anak-anak karena tak ingin mereka berpikir, bahwa ia dan nenek mereka sedang bertengkar. “Tapi, sebelum pergi, aku mau bicara sama Kak Kinasih.”

“Kirana, Gemini, ikuti Nenek ke ruang makan.” Nada Rosella memang terdengar lunak jika berbicara pada cucu-cucunya.

“Kamu ikuti Nenek. Jangan rewel di sini. Dan jangan bikin Nenek sampai marah, oke?”

“Oke, Mama!”

Usai ketiganya meninggalkan ruang tamu, Litha mengambil tempat duduk di hadapan Kinasih.

“Apa, sih, yang mau kamu bicarakan?” Kinasih terlihat kesal dan dengan enggan dia kembali duduk.

“Kenapa kamu tidak mengabari aku kalau Gemini pulang sama kamu?”

“Kenapa aku mesti repot-repot mengabari? Anak kamu yang merengek minta pulang bareng. Aku sebenarnya mana mau ngajak dia pulang ke sini.”

Belum sempat Litha melemparkan balasan, ponselnya berdering. Segera ia merogoh ponsel tersebut dari dalam tasnya. Wajah Kinasih melongo begitu melihat tas branded keluaran terbaru milik Litha.

“Sialan, dia sudah lebih dulu punya tas itu,” batin Kinasih menahan iri.

“Iya, ada apa Pak Kerta?” Litha menjawab panggilan Pak Kerta.

“Gawat,

Bu. Semua mawar di greenhouse mengering. Ibu harus cepat datang ke sini.”

“Apa?!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    50. Tamat: Hadiah dan permohonan

    Seusai makan siang, Arvin dan Devita memilih pergi ke aquarium sebagai destinasi libur akhir pekan. Tak terasa sudah beberapa bulan ini mereka berkirim pesan singkat, dan kadang-kadang makan malam dan pergi ke tempat-tempat romantis. Layaknya pasangan kekasih pada umumnya.Namun, yang berbeda adalah status mereka masih tetap teman. Devita selalu menganggap jalan-jalan bersama Arvin adalah hal yang istimewa. Hal tersebut mengusik pikiran Devita sepanjang waktu.Apa yang telah dia lakukan selama beberapa bulan ini?Apakah Arvin memang hanya menganggapnya sebagai teman?Pria itu tak pernah mengutarakan perasaannya.“Pak Arvin, aku agak lelah. Aku mau pulang duluan.” Devita menarik langkah meninggalkan Arvin, yang saat itu sedang mengambil foto sebuah karang.Arvin segera menyusul dan mengikuti Devita. Perempuan itu berkata sedang lelah, tetapi masih kuat jalan kaki. Arvin pun mengira bahwa ia mungkin melakukan sesuatu yang tak disukai Devita.“Dev, mau saya pesankan taksi?”Sejak tadi Dev

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    49. Membenahi hubungan

    Seharian penuh Rosella tinggal di rumah Kalandra. Dan sekarang dia ditemani oleh Kinasih. Sementara Gemini dan Kirana dijaga oleh Mbak Tina di kediaman utama. Sepulang kerja, Genta yang akan mengantar Gemini pulang nanti.Sebenarnya Kinasih agak enggan menemani Rosella, mengingat dia melontarkan kekesalan pada ibu mertuanya itu.“Semalam aku sangat emosional, Ma. Jangan menaruh kebencian Mama sama aku, ya?” Kinasih menggigit bibirnya ke dalam seraya memindai raut muka Rosella. Meskipun Kinasih kerap mencebik Litha, sebetulnya hati Kinasih cukup rapuh bila ditekan amarah Rosella.“Hm, jangan ulangi lagi.” Rosella seperti tak mempermasalahkan karena sebetulnya, dia belum ada tenaga berurusan dengan Kinasih.Kinasih mengembuskan napas lega. “Apa Litha beneran bakal pulang, Ma? Kenapa sampai sekarang dia belum pulang juga?”“Jangan cerewet. Mending kamu pijat kepala Mama.”“Oke, Ma.” Kinasih dengan segera mengambil posisi berdiri di belakang Rosella. Jari-jarinya menari di pelipis Rosella

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    48. Kesepakatan

    Pagi-pagi sekali Kalandra bersiap berangkat ke rumah orang tua Litha. Dia bahkan melewatkan sarapan agar segera bisa bertemu istri dan anaknya. Padahal mereka hanya berpisah satu malam.“Aku berangkat, Ma.”“Mama tunggu kalian pulang.”Kalandra tiba-tiba saja menghentikan langkah karena menebak isi pikiran sang ibu. “Ma, aku sarankan Mama pulang saja kalau Mama menunggu Litha hanya untuk memarahi dia. Aku tak akan membiarkan Mama berkata kasar lagi di depan Litha.”Rosella berdecak serta mendelik tajam. Apa hanya itu yang mampu Kalandra pikirkan tentang dirinya. “Pokoknya kamu bawa saja dia pulang.”Kalandra tak berucap lagi dan segera melangkah menuju mobil. Dewa menunggu dengan mobil yang sudah siap berangkat.“Tunggu aku. Aku dalam perjalanan.” Begitulah isi pesan obrolan yang dikirim Kalandra pada Litha. Lelaki itu berlama-lama menatap layar ponsel—menunggu balasan dari Litha—yang tak kunjung muncul di layarnya.“Berapa menit lagi kita sampai?”“Sekitar 50 menit lagi, Pak.”“Lama

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    47. Pembicaraan serius

    “Jer, tolong temani Gemini sebentar. Aku mau bicara sama Papa,” ucap Litha pada Jeremy. Mata dalam Litha menunjukkan kilatan keseriusan.Wajah Jeremy biasanya dihiasi keceriaan melihat sang kakak dan keponakan kecil yang lucu. Namun, melihat wajah serius dan guratan kegelisahan di wajah Litha, Hati Jeremy merasa ditusuk. Pria itu tahu kedatangan Litha pasti karena perusahaan Kalandra yang sedang dalam masalah.“Kakak ke atas aja. Gemini aman sama aku.” Jeremy dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya kala menoleh pada Gemini. “Gemini suka main apa? Kasih tahu Om, dong.”“Gemini suka main puzzle sama bersepeda.”“Kebetulan Om punya puzzle.”“Oh ya? Gemini mau main puzzle, Om.”“Om suruh Bibi bawain ke ruang keluarga.”Sementara itu, Litha membawa langkahnya menapaki anak tangga ke lantai dua. Ia sudah menyangka kalau sang ibu pasti sudah menunggu dan ingin mendahului berbicara dengannya.Elvira menarik Litha ke suatu sudut. “Apa yang ingin kamu katakan pada Papamu? Kamu bisa bicarakan du

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    46. Pergi dari rumah

    “Bukannya Pak Kalandra adalah menantu beliau?”“Iya, itu memang benar.”“Tapi, kenapa mereka bertindak begini?”“Belum ada kepastian apakah Mahardhika Cita Multiusaha Group yang ada di belakang semua ini.”“Pagi ini mereka datang mengusulkan akusisi. Masih bilang tidak ada hubungannya dengan mereka? Hmph!”Setelah berdebat sejak siang hari, mereka menunggu Kalandra membuat keputusan. Setelah berdiskusi dan berpikir matang-matang Kalandra berkata, “Perusahaan ini akan berjalan dengan semestinya. Kita akan mendapatkan investor baru. Dan saya menyerahkan tugas ini pada Arvin.”“Saya tidak akan mengecewakan Bapak.”“Kita harus secepatnya mendapatkan investor Pak. Kalau tidak, produksi film kita akan terhenti.”Semua orang di ruang rapat tampak cemas memikirkan nasib perusahaan. Diskusi kembali berlanjut soal bagaimana mereka akan mendapatkan calon investor bagi perusahaan.Rapat itu usai mendekati waktu makan malam. Kalandra langsung pergi ke ruangannya, bahkan melewatkan makan malam. Ia

  • Suami Mempesona Ternyata Mencintaiku    45. Relung hampa

    “Kamu sudah selesai bekerja? Aku sengaja ingin mengantarmu pulang.”Wanita itu seolah merasakan getaran yang membuat tubuhnya terpaku. Namun, perlahan dia memutar wajahnya untuk melihat pria tak asing itu begitu dekat. Dia bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu seakan meraba wajahnya.“Kamu demam? Wajahmu kelihatan agak merah.” Tanpa diduga Hedy menggenggam wajah Indira dengan kedua telapak tangan besarnya. “Sedikit hangat.”“Lepaskan,” perintah Indira lalu buru-buru menjauhkan diri. Hati Indira belum siap untuk menerima seseorang. Dia takut akan dikecewakan lagi. Dan lagi pula, Hedy memiliki penggemar wanita yang lebih banyak dari Kalandra. Ada berapa banyak perempuan yang ingin menjadi kekasih Hedy?Indira tak mau berharap meski untuk sedetik saja. Meski begitu Indira tak bisa menghindari pria itu karena Hedy akan selalu datang ke lokasi syuting atau menyuruh Indira datang ke apartemen—mencicipi masakan Hedy.Ini membuatnya seakan bisa gila.“Bereskan barangmu. Aku antar pulang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status