Siang itu Yoona dan Sarah bergegas menuju lift karena Alendra sudah menunggu mereka di resepsionis.
"Kapan, Yoona?" tanya Sarah saat menunggu lift dari arah atas.
"Apanya?" tanya balik Yoona masih terlihat sama seperti tadi pagi.
"Pernikahannya? Apa di Bandung saat weekend kemarin?" tanyanya lagi memastikan benar tidaknya info yang dia dengar.
"Tidak ... bukan—"
Pintu lift terbuka. Di dalam sana ada Mr Merchant dan asistennya Pak Rangga pria tampan tapi garang. Beberapa karyawan yang lain sudah mulai masuk ke dalam lift menyisakan Yoona dan Sarah yang sepertinya enggan untuk masuk.
"Apa kalian hanya akan diam saja?" tanya Rangga dengan nada yang tidak bersahabat.
"Tidak, Pak. Silahkan lebih dulu. Kami lewati tangga saja, sepertinya dompet saya tertinggal." jawab Yoona yang sudah menggenggam tangan Sarah hendak masuk lagi ke dalam ruangannya.
"Apa kamu menghindari saya, Yoona?" tanya Mr Merchant membuat semua yang ada di
Dante tiba di rumahnya dengan tampang sedikit kusut. Kasus yang dialami oleh sahabatnya tidak semudah yang mereka pikirkan. Banyak oknum-oknum yang memanfaatkan kasus sahabatnya sebagai ladang mencari simpati publik. Sepanjang hari ini ia begitu sibuk sehingga melupakan pekerjaannya yang juga membutuhkan perhatiannya. Dante memarkir mobilnya di jalanan, ia sengaja tidak menaruhnya di garasi agar ketika esok pagi ia bisa langsung pergi tanpa harus di buat susah untuk mengeluarkan mobilnya lagi. Saat ia hendak melangkahkan kakinya ke arah rumahnya, Dante melihat kilatan cahaya dari sebuah gantungan kunci yang masih bergelayut menancap pada lubangnya dengan pintu yang sedikit terbuka. Dante memutuskan untuk masuk tanpa mengetuk lagi. Ia bisa melihat rumah masih dalam keadaan gelap. Hanya pantulan lampu dari arah dapur saja yang sepertinya selalu diberikan menyala oleh Yoona. Masih dengan tanpa suara Dante masuk dalam rumah. Ia melihat Yoona hanya berdiam
Dante sendiri sempat merasa geram hingga akhirnya ia lupa. Benar-benar lupa akan isi daftar larangan yang diminta oleh Yoona soal pernikahan mereka yang harus dirahasiakan bahkan dari RT setempat. Dante memasuki rumahnya dari arah dapur dan memutuskan untuk mandi sebelum Yoona datang yang menurut prediksinya akan membutuhkan waktu lama. Sementara di rumah Yoona suasana sangat heboh setelah kepergian Dante dari pintu dapur. "Oh my God, oh my God ... kenpa si Yoona begitu bodoh dengan perjanjian itu!" pekik Elsa memutar-mutar tubuh Alandra. "Yah, gue liat. Tapi apa Yoona kita itu gadis yang normal! Terakhir kali Yoona memutuskan untuk memberikan hatinya pada pria tampan, yang ada hatinya di buang di tengah jalan tepat sebelum acara siraman." ujar Alandra mengangkat dan mengambil potongan roti yang sudah keluar dari toaster dan mulai memberi Butter. "Kamu benar. Tapi sepertinya kali ini Yoona akan menyesali keputusannya untuk tidak tidur dengan pria itu,
Yoona sedikit membuka kakinya melipat kedua tangannya di bawah dada membuat dua gundukan indah itu sedikit menyembul sempurna. "Hah! Aku menggodamu? Yang benar saja. Jangan bermimpi!" Yoona menerobos masuk ke dalam rumah tanpa permisi, dia mengedarkan pandangan. Dapur itu sungguh terlihat sempurna untuk ukuran laki-laki single. Menurut Yoona sangat layak disebut rumah jika dibandingkan dengan rumahnya sendiri. "Sepertinya dapur ini tidak seperti ini saat aku berkunjung pada pemilik sebelumnya. Rumah ini terlihat seperti rumah dibandingkan dengan rumahku yang seperti—" "Kandang babi!" Timpal Dante masih dengan tampang menyebalkan. "Kamu bilang rumahku seperti apa?" pekik Yona tidak terima jika rumahnya disamakan dengan kandang babi. "Apa aku harus menjelaskannya lebih terperinci?" tanya Dante sambil berjalan menuju lemari pendingin mengeluarkan susu lalu langsung meneguknya dari dalam botol. 'Sial Kenapa dia malah benar-benar menggodaku
"Ya ampun Yoona! Kalo Kamu bilang akan menikah dengan Dante Guillermo, Bunda pasti akan langsung setuju!" Yoona benar-benar tidak percaya bagaimana ibunya bisa tahu nama lengkap suaminya. "Ta-tapi Bunda. Bunda, kan mau menikahkan Yoona dengan Mr Merchant," dalih Yoona ditengah kebingungannya. "Ayo, masuk!" Sulis berjalan masuk kedalam rumah sambil mulutnya terus berkomentar. "Tante gak mau tahunya Dante, nanti malam mommy dan Daddy-mu suruh kemari. Atau kalian juga tidak memberitahukannya kepada Ainun dan Dorian?" Sulis mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu masih dengan wajah kesal dan kecewanya. Yoona kecewa benar-benar kecewa rencana yang dianggap sempurna malah menjadi berantakan. "Bagaimana, Bunda tahu nama Ayah dan ibunya Dante?" tanaya Yoona tidak percaya dengan kegagalannya. Sulis mendengus kearah Yona, "Cik, Kamu itu anak kemarin sore Yoona. Jadi jangan harap bisa membohongi Bunda. Dan dalam satu minggu ini kalian har
Dante sendiri semakin merasa aneh akan banyak sikap dan tingkah yang ditunjukkan oleh Yoona. Dante masih meraba-raba alasan dari semua ini sampai membuat sikap Yoona seperti itu. Dante bisa melihat antara Ibunya dan Yoona tidak memiliki ikatan, malah terlihat seperti dua kubu yang berbeda. Bagi Dante asal tidak kembali menikah dengan mantan istrinya itu sudah sangat bagus. Toh pernikahannya dengan Yoona juga hanya di atas secarik kertas. Malik masuk rumah bersama dengan seorang penghulu dan dua orang yang akan menjadi saksi. Setelah semua berkas dilihat keasliannya prosesi ijab kabul pun diucapkan oleh Dante dengan sekali tarikan nafas. Yoona mendengarnya, dia duduk di atas tangga, hanya bisa meneteskan air mata. Seharusnya kata sah menjadi hal yang indah yang dapat didengar dari orang yang paling ia sayangi. Nyatanya hal itu terucap dari suami simbiosis mutualismenya. Dari jauh Malik dapat melihat wajah sendu dari Yoona. Malik sendiri tidak t
"Aku tidak suka diancam Yoona, semakin kamu mengancamku semakin aku tertantang untuk mendapatkanmu. Terutama tubuh molekmu ini." jemari Dante sudah mulai menyusuri wajah tirus Yona. "tapi tidak sekarang, Aku ingin Kamu sendiri yang memohon agar aku menyentuhmu." Dante menggulingkan tubuhnya di samping Yoona dan menunjukkan apa yang ia temukan di belakang tubuh istrinya. Yoona merasa telah kalah saat Dante menunjukkan sebuah ponsel yang didapatkan dari balik tubuhnya dan apa yang diucapkan oleh Pria itu hanya untuk mengerjai dirinya. "Cih, pede sekali. Sampai kapanpun Kamu tidak akan mendapatkan apa yang Kamu mau." Yoona bergeser ke ujung ranjang dan memunggungi Dante. "Sial, kenapa bisa aku menikahi tetanggaku yang ternyata adalah anak dari sahabat bunda.' Dalam diam Yoona terus mencari cara agar bisa menang dari bundanya dan kembaran yang tak seiras dengannya. ** Pagi yang hampir siang Yoona membuka matanya karen
Yoona mengalihkan wajahnya pada ipar laki-lakinya, wajah mengejek minta di tabok jelas ada disana. Tapi Yoona tidak peduli. Yoona memperkenalkan Dante pada semua yang ada disana. Ia cukup lama berdiam di depan Yoora yang masih menundukkan wajah cantiknya. "Apa kamu tidak ingin memberiku selamat, Yoora!" ucap Yoona pada Yoora. Yoora mengangkat wajahnya, butiran kristal jelas hampir jatuh jika Yoora mengedipkan matanya. Yoora bangun dari duduknya dan melepaskan genggaman tangan dari suaminya. "Selamat untuk Kalian, tapi maaf aku harus mencari Leon." ujar Yoora berlalu begitu saja. 'Ada apa dengannya ... apa tidak terlalu berlebihan bersikap seperti itu saat adiknya menikah. Aku tidak merebut kekasihnya, 'kan?' pikir Yoona saat memperkenalkan suaminya pada Kakak iparnya Demian. Pria menyebalkan yang pernah Yoora temui. Sulis mengenalkan menantu barunya kepada semua ibu-ibu arisan yang hadir. Semua mata menatap Dante
Dari jauh Yoona melihat interaksi keduanya setelah berbicara dengan ayahnya, Ia pun menghampiri Dante yang sudah menunggunya untuk pulang. "Sayang ... apa kita pulang sekarang?" panggil Yoona dengan suara yang sangat manja kepada Dante. Padahal dalam hati Yoona ingin memuntahkan semua isi perutnya yang baru ia makan. Kedua orang itu mengalihkan pandangannya ke arah Yoona yang sudah berjalan ke arah mereka. Yoona mengambil Diva dari tangan Dante dan menyerahkannya pada Yoora. "Kita akan membuat yang jauh lebih imut dan cantik dari Diva. Bukannya Diva tidak cantik, ia kan Diva?" Yoona mencubit pipi Diva dan menggoyang-goyangkan yang maju mundur dengan gemas, "hanya saja Putri Tante pasti lebih cantik, seperti Tante." sindir Yoona yang tepat sasaran karena baru saja Dante memuji istrinya walaupun Yoona tidak mendengarnya. Dante menarik pinggang istrinya dan menempelkan ke tubuhnya dengan melekat sempurna pada pinggulnya. "Kita pamit pada Bunda,"