Beranda / Romansa / Suami Mutualisme / Bab 7 Kamu Harus Mempertanggungjawabkannya

Share

Bab 7 Kamu Harus Mempertanggungjawabkannya

Penulis: Buenda Vania
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-06 18:06:27

Dering ponsel berhenti digantikan dengan notifikasi pesan masuk.

 Bunda:

 [ Yoona siapa pria itu?! Jika dia alasanmu menolak Barack maka aku harap dia lebih tampan dan mapan darinya. Jika tidak. Besok akan aku nikahkan paksa Kau dengan Barack!! ]

Membaca itu Yoona langsung membuang ponselnya.

"Ohhh.. tidak. Aku terjebak antara jurang dan neraka," gumamnya menatap ponsel yang terjatuh dari tempat dia duduk. "Ini jelas bencana. Jika Bunda sudah berkata itu, maka keputusannya mutlak," gumamnya lagi.

Dante yang duduk tak jauh dari Yoona hanya bisa menautkan alis melihat perubahan dari marah menjadi seputih kapas setelah membaca pesan. Dante bahkan dapat mendengar jelas apa yang diucapkan oleh wanita yang kini hanya memandangi pensil yang terjatuh begitu saja.

"Sepertinya kabar yang Kamu terima lebih mengerikan dari apa yang dapat aku lihat!" sindir Dante tajam.

Mendengar apa yang diucapkan pria yang beberapa lalu menyentuh bibirnya yang sampai saat ini masih ia rasakan akibat janggut Dante yang lebat membuat Yoona menggeram penuh amarah.

"Yah, dan itu semua karena Kamu!!" tuduhnya

"Aku? Yang benar saja!" sangkalnya dengan bibir tersungging.

"Kamu harus mempertanggung jawabkannya!!" ucap Yoona asal karena mengingat kembali aksi mereka. Yoona sendiri tidak tahu dapat pikiran gila dari mana hingga berani berkata seperti itu.

"Baiklah, ayo kita turun. Aku akan menemui orang tuamu dan menikahimu malam ini juga!" ucap Dante penuh keyakinan.

'Sial, apa pria ini bisa mengetahui isi pikiranku? Bagaimana mungkin?! Ahh masa bodoh dia bisa atau tidak membaca pikiranku yang jelas aku harus menikah dengannya daripada dengan Mr Merchant.'

"Tidak. Aku ingin kamu menemui ibuku setelah kita menikah. Dan aku mau besok!" ucap Yoona tak kalah yakin.

Dante memandang wajah Yoona dengan intens berusaha mencari keraguan di sana, tapi sayangnya tidak, "Kita akan pergi ke catatan sipil besok."

 'Eh... Serius! Kenapa dia gampang banget mau tanggung jawab seolah gue lagi hamil anak dia. Gue harus buat perjanjian sebelum pergi ke kantor catatan sipil,' ujarnya dalam hati.

Yoona dapat melihat Dante berjalan ke arah sopir dan berkata sesuatu dan tak lama mobil pun berhenti. Tanpa kata Dante turun dari mobil dengan cara meloncat, melihat itu Yoona segera mengambil ponselnya dan memasukkannya kedalam tas. Tanpa menunggu uluran tangan dari Dante Yoona pun turun dari mobil tanpa hambatan padahal dia masih memakai heels-nya.

Melihat itu Dante hanya berdecak kagum. Jarang yang bisa melakukan hal itu, terutama dengan hak tinggi seperti seperti yang dikenakan oleh Yoona.

Yoona mengamati sekitarnya, ia sama sekali tidak tahu mereka ada di mana. Seolah tahu apa yang di pikiran Yoona Dante menghampiri wanita itu. Dante berdiri tepat di belakang tubuh Yoona dengan sedikit memajukan wajah kearah ceruk leher Yoona.

"Kita akan makan malam dan setelah itu mencari penginapan," ucap Dante nyaris seperti bisikan.

Merasakan hembusan nafas yang yang hangat membuat tengkuk Yoona meremang. Yoona memutar tubuhnya menghadap ke arah Dante.

"Menginap di hotel?!" tanya Yoona tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar, "Aku harus bekerja besok. Bisakah kita menikah di catatan sipil di Jakarta. Jam makan siang?" tanya Yoona seolah menantang pria di hadapannya ini. Lagi pula Yoona tidak bisa menginap di Bandung, ia harus pulang ke Jakarta malam ini juga, jika Yoona besok tidak masuk ke kantor yang ada dia dianggap menghindari Mr Merchant.

Yoona bisa merasakan hembusan nafas kasar dari pria dihadapannya ini, "Baiklah aku akan memesan taksi kalau begitu!" ujar Dante acuh.

Mereka melanjutkan perjalan setelah menikmati makan malam. Selama dalam perjalanan Dante dan Yoona seperti dua kubu yang berlawanan. Tidak ada pembahasan sama sekali selama perjalan yang memakan waktu kurang lebih dua jam.

Setibanya di Jakarta Dante menahan tangan Yoona yang hendak meninggalkannya begitu saja, "Kita masih ada urusan," ucapnya datar.

Yoona yang sudah merasa sangat lelah hanya bisa menghembuskan nafas pasrah, "Apah? Bukankah kita akan kecacatan sipil besok dan ini sudah malam. Aku sangat lelah...," ucap Yoona lirih.

"Aku butuh berkasmu. Dan yah... berikan ponselmu!" Dante menengadahkan tangan.

Tanpa kata lagi Yoona mengeluarkan ponsel dan KTP dari dalam dompetnya lalu menyerahkannya kepada Dante dengan kasar.

Dante menerima apapun yang diberikan oleh Wanita di hadapan yang terlihat sangat tidak bersahabat. Dante mengotak-atik ponsel di genggamannya dan tak lama dari itu ponselnya bergetar. Dengan kasar pula Dante menarik tangan Yoona dan meletakkan ponsel milik Yoona di telapak tangan wanita itu.

 "Aku butuh akta kelahiranmu. Aku tunggu besok jam tujuh pagi!" ucap Dante tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Yoona. Setelah mengatakan itu Dante langsung berlalu pergi ke rumahnya.

Melihat kepergian Dante yang begitu saja membuat Yoona memaku dirinya di tempat dengan bola mata yang selalu mengikuti pergerakan pria yang akan menikahinya esok hari.

 "Gila, apa iya gua mau nikah sama dia. Apa kata dunia. Gak papa Yoona, lebih baik menyandang status janda daripada perawan tua," gumamnya.

Yoona berjalan dengan gontai menuju ke dalam rumahnya, tanpa mengganti pakaiannya Yoona menghempaskan tubuhnya di ranjang.

"Aku harus membuat perjanjian, jangan sampai orang komplek ini tahu, dan juga aku tidak mau satu atap dengan dia. Aku harus membicarakannya besok pagi sebelum berangkat ke kantor," ucap Yoona dengan memandangi langit kamarnya.

Yoona masih tidak menyangka akan menikah dengan Dante. Ia sendiri masih tidak tahu kegilaan dari mana yang didapatkan sehingga ia mau menikah dengan pria yang bahkan belum ia kenal luar dan dalam. Yoona hanya berpikir dengan menikahi pria itu dia akan terbebas dari tuntutan Ibunya.

Dante memang bukan kriteria yang ibunya inginkan, tapi karena itulah alasan Yoona mau menikah dengan Dante. Katakan ini adalah sebagai bentuk pemberontakan kecil dari Yoona yang selalu dipaksa oleh ibunya untuk menikah.

Menurut Yoona, Dante adalah pria urakan yang tanpa pekerjaan, bahkan lebih gilanya Yoona mengira Dante adalah seorang pemabuk dan penikmat barang haram. Yoona tahu hal itu akan membuat ibunya darah tinggi, tapi itu adalah tujuan Yoona agar Ia tidak lagi dikekang dan selalu dijodohkan bahkan dibanding-bandingkan dengan saudara kembarnya.

Yoona membuka matanya lebih pagi dari dering jam weker yang sudah dipasang. Tanpa bermalas-malasan Yoona langsung turun dari ranjang dan menuju bathroom.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nini
lebih seru nikah aja ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Mutualisme   Bab 147 I Love You Yoona Guillermo

    Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya."  Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas

  • Suami Mutualisme   Bab 146

    "Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be

  • Suami Mutualisme   Bab 145 I Want You To Sleep With Us

    Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya

  • Suami Mutualisme   Bab 144 Aku Percaya Padamu

    Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p

  • Suami Mutualisme   Bab 143 Alandara Hamil

    Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai

  • Suami Mutualisme   Bab 142 Bagaimana Keadaan Yoora?

    "Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status