Pov RiyanJam sudah menunjukan pukul 10 malam, sudah saatnya restoran tutup tapi entah kenapa kakiku tidak mau bergerak pulang. Semua karena tekanan ibu tadi siang, aku benar-benar tidak ingin wanita pembuat masalah yang bernama Nita itu menang. Tapi ketika ibu menggunakan penyakitnya untuk mengancamku, aku hanya bisa pasrah tak berani menolak permintaannya.Bukan cuma penyakit asma yang membuatku mengkhawatirkan keadaan ibu, tapi darah tinggi, kolestrol dan jantung. Aku tidak ingin darah tinggi ibu kumat jika membuatnya marah, sungguh aku berada dipilihan yang sulit.Seandainya saja ia tidak muluk-muluk mencari keriteria menantu idaman seperti keinginannya, aku sudah berani membawa Citra kehadapannya, tapi semua pupus sebelum rencanaku berjalan lancar, ibu kadung membenci Citra begitu dalam.Saat semua pekerja ku mulai pulang keadaan restoran sangat sunyi, hanya tertinggal sosok lelaki yang tadi siang membuatku sangat patah hati. Ia menarik kursi didepanku dan mulai membuka obrolan.
Pov RiyanSeperginya Andre cepat-cepat aku menyusul di belakangnya. Aku takut Andre sampai lebih dulu di rumah Citra dan dia mempengaruhi Citra macam-macam.Sebagai saingannya dalam memperebutkan Citra wajar aku punya pikiran negatif tentang dia. Andre dan aku sama-sama mempunyai peluang melakukan cara kotor janji kami sampai di tujuan kami masing-masing.Baru beberapa menit mobilku melaju aku melihat mobil Andre mogok, nasib sedang berpihak padaku ternyata. Aku berhenti sekejap sekedar ingin menggodanya."Kenapa mobilmu, Ndre?" tanyaku dengan senyuman mengejek.Andre tak menjawab hanya menatapku dengan tatapan kebencian."Aku duluan ya Ndre. Citra lagi nungguin aku di rumahnya.""Awas kalau macem-macem sama dia ya, Pak!" teriaknya.Aku tertawa mengejek sambil kembali melajukan mobilku. Lewat kaca spion mobil aku lihat Andre menendang ban mobilnya dengan kasar, mungkin dia sangat frustasi.Perjalanan beberapa jam cukup melelahkan. Hingga akhirnya aku lega telah sampai di kampung Citra
Pov AuthorMalam telah larut. Jam menunjukan pukul satu malam, Citra dan anak-anaknya terlihat pulas tidur. Di luar rumahnya beberapa orang terlihat sedang menyiram bensin untuk membakar rumah Citra.Beberapa orang tersebut memakai penutup kepala. Jadi tak ada yang tahu siapa sebenarnya mereka.Ketika salah satu menyalakan korek api, ada tetangga Citra yang tengah lewat memergoki mereka. Karena buru-buru mereka lalu berlari setelah melemparkan korek itu ke tempat yang sudah mereka siramkan bensin sebelumnya.Tetangga Citra berteriak kebakaran, dia tak bisa mengejar beberapa lelaki yang pergi mengunakan mobil mereka namun dia masih bisa menghapal nomor plat mobil penjahat yang melarikan diri itu.Karena teriakan lelaki tersebut Citra terbangun, dia terkejut melihat api yang mulai membakar rumahnya. Untung api belum terlalu besar hingga dia bisa menyelamatkan anak-anak di bantu warga yang terbangun karena teriakan tetangga Citra."Jahat sekali orang-orang itu. Sabar ya, Cit!" ucap salah
Pesta sederhana pernikahan Citra dan Andre berjalan lancar. Ayah mertua Citra yang sudah mulai menerima kenyataan pahit tentang meninggalnya anaknya ikut menghadiri pernikahan mantan menantunya."Kamu orang baik, sudah sepantasnya dapat orang baik, Nak!" ucap mantan mertua Citra sebelum pamit pulang. Citra melihat kesedihan di wajahnya saat akan meninggalkan cucu-cucunya."Terimakasih Ayah. Ayah orang yang sangat baik. Di saat semua orang membenciku karena ulah Nita, Ayahlah satu-satunya orang yang masih membela dan memperlakukanku dengan baik. Terimakasih Ayah!" ucap Citra."Ayah pamit ya, Nak. Tolong jaga dengan baik cucu-cucu Ayah!"Lelaki tua itu meneteskan airmata saat berpamitan. Citra sangat tak tega melihat mantan mertuanya dengan keadaan sedih seperti itu."Saya sudah menganggap Ayah sebagai Ayah saya sendiri. Maukah Ayah tetap tinggal di sini menemani cucu-cucu Ayah?" tanya Citra. Lelaki tua itu nampak terkejut mendengar permintaan mantan menantunya."Ayah pasti sangat kesep
"Benar ceritamu. Mantan kakak iparmu terlihat sangat baik!" ucap Andre setelah kepergian Abel."Juga sangat cantik kan?" tanya Citra."Iya, dia sangat cantik." balas Andre."Kakak lelakiku yang kurang bersyukur pada akhirnya menyesal telah kehilangan wanita itu. Penyesalan itu mungkin di bawanya sampai terakhir kalinya menghembuskan nafas." ucap Citra dengan sorot kesedihan mengingat nasib tragis kakak lelakinya."Sudah, ah. Gak baik membahas kesalahan orang yang sudah meninggal!"Andre tak mau istrinya larut dalam kesedihan."Iya-iya...! sekarang mending kita langsung masuk saja. Irish pasti sudah menunggu kita dari tadi." ucap Citra. Andre menurut."Irish!" panggil Citra setelah melihat Irish tengah duduk melamun di depan ruangan Ayahnya di rawat."Mbak, kok lama?" tanya Irish sambil mengusap air matanya."Tadi gak sengaja ketemu seseorang. Kamu kenapa nangis?" tanya Citra bingung melihat Irish tak berhenti menangis.Irish belum menjawab dia masih tergugu di depan Citra. Andre yang
Pov AuthorIrish keluar dari kamar mandi menggunakan sebuah baju tidur lumayan seksi. Malam ini merupakan malam pertamanya. Dia merasa cukup gerogi saat menatap lelaki yang baru sah menjadi suaminya sedang duduk termenung di atas sofa kamarnya.Irish dan Alan menikah karena sebuah perjodohan. Sebelum pernikahan terjadi, Alan sempat memohon pada Irish untuk membujuk Ayahnya menggagalkan perjodohan mereka. Namun karena keegoisan Irish yang sudah terlanjur mencintai Alan, dia tak mendengarkan permohohanan Alan."Tolong bantu aku menghentikan perjodohan ini. Aku sudah punya pacar. Bilang pada Ayahku kalau kau juga sama sekali tak menginginkan pernikahan di antara kita terjadi." ucap Alan saat itu. Irish menatap Alan dengan rasa bersalah."Aku sangat menginginkan pernikahan ini. Maaf kalau aku tak bisa menghentikan perjodohan ini seperti keinginanmu."Sejak saat itu Alan terlihat sangat membenci Irish. Baginya Irish terlalu egois. Sebenarnya dia bisa saja lari dari rumah untuk menghindari
"Kau tak malu menjadi tontonan semua orang?"Irish menghapus air matanya kemudian menoleh ke sumber suara."Bukan urusanmu!" balas sinis Irish pada Yudha, adik tiri suaminya.Irish mengambil handbagnya, mengeluarkan beberapa lembar uang kemudian ia letakan di atas meja. Setelah itu ia keluar kafe. Yudha mengejar Irish kemudian menarik tangan iparnya."Keadaanmu sedang kacau. Kau tak bisa menyetir dengan keadaan seperti ini." ucap Yudha yang khawatir tentang keselamatan Irish."Sejak kapan kau peduli denganku. Bukankah setiap hari kau dan ibumu terus saja berusaha menyerangku?"Irish menepis tangan Yudha. Kemudian kembali melangkah dengan tergesa-gesa."Jika kau pulang dengan keadaan kacau begini, Om Adit akan curiga. Kau tak mau kan penyakitnya kambuh karena merisaukan keadaanmu?"Irish menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menghadap Yudha. "Jangan ceritakan apapun pada Ayah. Jika beliau sampai tahu masalah ini, aku nggak akan pernah memaafkanmu!" ancam Irish, Yudha mengangguk.
"Lan, kalau sampai Ayahmu dan Irish tahu aku enggak hamil gimana?" tanya Vikha pada Alan saat dalam perjalanan pulang ke rumahnya."Jangan sampai mereka tahu, pandai-pandailah kita bersandiwara nanti. Gak ada cara lain untuk membuat Ayahku dan Irish menerimamu. Aku cape selalu menjalani hubungan secara sembunyi-sembunyi denganmu."Tangan kiri Alan menggenggam tangan Vikha. Meredam kehawatiran wanita yang sangat di cintainya."Tentang ucapanmu pada Irish, apa benar setelah pernikahan kita kamu akan menyentuhnya sesuai yang kamu janjikan padanya?"Kembali Alan melirik ke arah Vikha. Alan paham perasan khawatir Vikha kali ini. Dia dan Vikha memang sepakat menikah dan membuat Irish mundur pelan-pelan. Tetapi sebagai seorang wanita, Vikha pasti akan tetap merasa ketakutan kalau Alan kelak akan melanggar janjinya. Vikha mengakui kecantikan Irish, bukan tak mungkin diam-diam Alan sudah mempunyai sedikit perasaan pada Irish tanpa sepengetahuannya."Apa kau takut aku akan melanggar janjiku pad