Share

Nafkah dari Mas Hada

last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-14 12:37:03

POV : Hana

***

Aku telah sampai di rumah. Kuucapkan salam, dan seseorang membuka pintu. Ternyata Bik Romlah. “Bik Romlah,” sapaku seraya mengulas senyum.

“Rahmi, Nak.”

Aku terdiam mendengar sahutannya. Apa aku tidak salah dengar? Perasaan namanya Bik Romlah.

“Oh, salah panggilkah, Bik?” Aku meyakinkan.

Wanita setengah baya itu tersenyum, lalu merangkul tubuh ini, setelahnya ia mengajakku masuk ke dalam. Kami masuk beriringan, sambil jalan beliau menjelaskan. “Jadi, Rahmi dan Romlah adalah orang yang berbeda. Kami kembar, Nak Hana. Secara bergantian, jaga Mbak Rohiyah di sini.”

“Ya ampun.” Aku tertawa, menutup mulutku dengan sebelah tangan, karena jujur saja, aku baru tahu kalau ternyata Bik Romlah dan Bik Rahmi itu kembar.

"Duh, maaf ya, Bik. jangan-jangan selama ini aku sering salah panggil lagi. Soalnya wajah kalian berdua sama, Bik."

"Nggak apa-apa, Nak. Namanya juga nggak tahu. Yang penting sekarang udah tahu, ya. Bibik juga lupa ... terus mau kasih tahu, kalau sebenarnya yang suka jaga ibunya Hada itu kami berdua."

Aku mengangguk tanda mengerti. Kami langsung menuju ke belakang, di mana Ibu sedang duduk di kursi meja makan. sampai di sana aku langsung mendekati Ibu, dan duduk di sampingnya.

“Ibu,” sapaku sambil mengambil punggung tangannya, kemudian mencium punggung tangan itu dengan takzim.

“Baru pulang, Nak?”

“Iya, Bu.”

“Suhada mana? Kalian enggak pergi bareng?”

“Eh, enggak, Bu. Soalnya mata kuliahku selesai lebih dulu.”

Aku sengaja mengalihkan pembicaraan, supaya ibu tidak bertanya lebih jauh soal ini. Jangan sampai aku keceplosan, mengatakan kalau Mas Suhada sedang bekerja, sehingga belum pulang. Tidak berapa lama datang Bik Rahmi memberikan semangkuk bubur kacang hijau untuk ibu.

"Nak Hana kalau mau sekalian Bibik ambilin."

"Nggak usah, Bik. Nanti aku ambil sendiri aja. Yang penting ibu dulu yang makan."

"Makan apa, Nak?" tanya Ibu penasaran.

"Bubur kacang hijau, Bu. Bau santannya wangi sekali. Biar Hana suapin ya, Bu."

"Tapi ... apa kamu nggak capek, Nak?"

"Nggak kok, Bu."

Sambil menyuapi Ibu makan bubur kacang hijau, aku kembali berbincang dengan Bik Rahmi. “Jadi, cara bedain kalian itu bagaimana, Bik?”

“Kalau Bibi, punya tahi lalat di dekat mata. Kalau Romlah,enggak ada.”

“Iya, soalnya kalian sama persis,” kataku sambil tersenyum.

“Kenapa ini?” tanya Ibu ikut menyimak pembicaraan kami.

“Ini, Mbak, si Hana bingung antara aku dan Romlah. Aku lupa kasih tahu, kalau kami tuh kembar. Jadi, jaga Mbak suka gantian.”

“Oh, iya. Mereka ini kembar, Nak. Kalau Romlah lebih pendiam, kalau Rahmi lebih rame orangnya. Dia yang suka cerita soal gosip artis sama Ibu."

Kami semua langsung tertawa menengar perkataan ibu. Setelah tawa mereda, kembali kami mengobrol banyak hal. Ibu menceritakan soal masa lalu Mas Suhada, kesusahan mereka, dan lain sebagainya. Dari sini bisa kusimpulkan, kalau Mas Suhada memang pria yang sangat bertanggung jawab dan sangat sayang dengan keluarga. Aku mengantar Ibu ke kamar, setelah beliau mengatakan mengantuk, sementara Bik Rahmi pulang karena Ibu sudah bersamaku. Aku langsung masuk ke kamar usai mengantar Ibu berbaring di kamarnya. Kututup pintu dan membuka hijab, lalu memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Biasanya aku mandi hanya berdiri di bawah shower. Semenjak di sini, aku mandi menggunakan gayung untuk menyiram tubuh. Biasanya aku memakai sabun cair, di sini aku pakai sabun mandi batangan biasa yang seharga dua ribuan. Biarlah, yang penting bersih dan wangi, meskipun tak sewangi sabun cair di rumahku.

Selesai mandi, aku keluar hanya mengenakan handuk di bandan. Seketika aku terpekik, saat menyadari ternyata Mas Hada sedang menatapku dengan saksama. Mendengar aku memekik,dia langsung membuang pandangan. Aku langsung berlari, kembali masuk ke kamar mandi dan bersembunyi.

“Mas, kenapa, sih,enggak ketuk pintunya dulu?”

“Sudah. Enggak ada sahutan. Ternyata kamu ada di kamar mandi. Kenapa juga enggak bawa pakaian ganti? Ah, pandanganku jadi ternoda karena melihat tubuhmu, Han.”

Aku mengulum bibir geram. Dia bilang pandangan matanya ternoda? Aku memperhatikan tubuhku sendiri. Perasaan tubuhku ideal, kenapa dia bisa mengatakan ternoda? “Keluar kalau begitu. Aku mau pakai baju!” pintaku dengan bibir yang sudah mengerucut kesal.

“Enggak kamu suruh juga, aku mau keluar ini. Ah, ya ampun, rugi banget hari ini. pandangan mataku benar-benar ternodai.”

Kemudian terdengar suara pintu ditutup. Aku keluar kamar mandi dan memperhatikan diri di cermin. Biasanya, para pria kalau lihat yang seperti ini akan bilang rezeki nomplok. Kenapa dia bilang seolah aku menodai pandangannya? Ish! Kelewatan! Segera aku mencari baju tidur dan langsung memakainya. Kupilih hijab yang panjangnya sampai perut, untuk menutupi lekuk tubuh. Aku segera berbaring miring menghadap ke dinding. Malam ini, menjadi malam pengantin kedua kami. Beruntung dia tidak pernah menuntut hak. Hanya saja, kadang suka jahil sok mau cium-cium asal.

“Sudah pakai baju ternyata. Alhamdulillah.”

Aku diam saja.

“Sudah salat?”

“Sudah. Mas tadi kenapa enggak salat Isya di musala kampus?”

“Oh, itu.” Seperti biasa,dia membentang ambal dan duduk di sana. Aku beringsut duduk dan bersandar pada dinding.

“Tadi aku lagi ngepel kantor dosen, jadi agak terlambat pas datang ke sana.”

“Oh, mengenai ... kotak makan. Maaf,enggak ketemu.”

“Enggak apa-apa. Nanti kita beli lagi saja.”

“Aku saja yang beli.”

“Kamu punya uang?”

“Punya. Mas Irwan masih transferin aku uang, Mas.”

Dia diam, kemudian beranjak dan duduk di hadapanku. Mata ini tak berkedip melihatnya. Tiba-tiba ingat kejadian di kampus tadi, saat ia tiba-tiba memangkas jarak, membuat pipiku jadi menghangat. Aku menunduk, tidak berani menatapnya.

“Han, maaf sebelumnya.”

“Kenapa, Mas?” tanyaku masih terus menunduk.

“Kamu sudah menjadi istriku, otomatis saat ini kamu itu tanggung jawabku. Kalau kamu enggak keberatan dan jika boleh aku sedikit memaksa, tolong jangan lagi terima bantuan dari Mas Irwan.”

Seketika aku mendongak. “Loh, kenapa, Mas?”

“Jujur, Mas merasa rendah diri jika terus mendapat bantuan dari keluargamu. Kita coba ubah kebiasaan dan cara hidupmu. Gunakan uang yang Mas kasih ke kamu kemarin untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk bensin dan makan Mas, biar Mas tanggung sendiri. Para dosen sering memberikan tip saat minta dibelikan makanan, dan itu Mas gunakan untuk ongkos sehari-hari.”

“Mas, uang tiga juta enggak akan cukup untuk biaya hidup kita.”

“Cukup jika untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan enggak akan cukup jika untuk memenuhi gaya hidup, Han. Mas percaya, kamu bisa mengelola uang itu dengan baik. Mas saja bisa, enggak mungkin kamu enggak bisa.”

Aku membuang napas kasar. Bagaimana bisa aku harus melakukan semua ini? Aku terbiasa mentraktir teman-teman makan. Aku akan membeli apa pun yang aku inginkan. “Mas—”

“Please, tolong jangan rendahkan harga diri suamimu ini di depan keluargamu. Kita coba hidup sederhana, hidup apa adanya.”

Aku terdiam. Kenapa menikah harus semenyedihkan ini, sih?

“Kalau pagi sarapan dari rumah, supaya enggak jajan di kampus. Naik ojek saja, jangan taksi OL, atau Mas akan mengantarmu.”

“Enggak perlu!”

Dia tersenyum.

“Biaya kuliahku?”

“Soal itu, biar Mas yang urus semuanya nanti.”

Aku membuang muka.

“Mas akan mencari pekerjaan tambahan. Kebetulan, mata kuliah Mas tinggal beberapa saja. Mas bisa isi kekosongan dengan bekerja di tempat lain.”

Aku masih enggan bersuara.

Dia mendekat, mengusap pucuk kepalaku sekilas, dan berbaring di bawah sana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Bertemu Prio

    Aku keluar, kemudian duduk di rerumputan di taman depan rumah sederhana ini. Kupandangi langit di atas sana. Cerah dan bertabur begitu banyak perhiasan langit. Rasanya baru kemarin Mas Irwan mengajakku membeli es krim di toko dekat rumah, rasanya baru kemarin Ibu membelikanku baju sekolah, rasanya baru kemarin aku tamat SMA. Waktu, kenapa begitu cepat berlalu? Tahu-tahu, aku sudah menikah dan sebentar lagi akan menjadi orang tua. Beruntung aku bertemu Mas Hada, pria yang bisa membawaku ke jalan yang lebih terarah. Entah apa jadinya, kalau aku bertemu pria yang salah.“Ngelamun saja!” Aku dikagetkan dengan kedatangan Mas Hada yang tiba-tiba. “Ih, Mas! Kamu ngagetin saja!” Aku mencubit kecil perutnya, dan dia tertawa. Mas Hada membungkuk dan mencium pucuk kepala, lalu ikut duduk di sampingku. “Mikirin apa?” tanyanya seraya menarik kepalaku untuk bersandar di bahu pria itu.“Mikirin hidup, Mas. Enggak kerasa, waktu begitu cepat berlalu.”“Andai kamu tahu. Seolah dihitung mundur untuk me

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Positif

    Aku diam cukup lama di dalam kamar mandi, sementara Mas Hada sudah gelisah menungguku di luar sana. Bagaimana kalau dia tahu, kalau ternyata hasilnya seperti ini? Kira-kira reaksinya bagaimana, ya? Aku menarik napas panjang, bersiap untuk keluar menemui Mas Hada. Setelah cukup tenang, kubuka pintu dan langsung tampak wajah Mas Hada yang terlihat tegang. “Sayang, bagaimana? Mas sampai izin loh hari ini. Enggak masuk kerja, karena ingin nemenin kamu pakai alat itu.”“Mas pakai alat ini enggak sampai hitungan jam, bahkan menit.”“Mas, deg-degan soalnya.” Dia memang terlihat sangat tegang. Aku langsung melewati tubuhnya dan duduk di ujung kasur. Mas Hada mengekorku dari belakang dan duduk di bawah, menghadap ke arahku. Antara ingin tertawa dan kasihan lihat wajahnya seperti itu. “Mas, maaf, ya,” ucapku kemudian dengan wajah penuh dengan penyesalan.Mas Hada menarik napas panjang, lalu tersenyum samar. Dia memegang sebelah tanganku dan menciumnya. “Enggak apa, belum rezeki. Kita coba la

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Mual

    Samar-samar, aku merasa ada yang membelai lembut kepala. Aku membuka mata, dan mendapati Mas Hada sudah ada di sampingku. Aku mengucek mata, memastikan kalau yang kulihat bukan hantu.“Mas, ini serius kamu?” Aku langsung memeluk erat tubuhnya, lalu cemberut. “Ih, jahat! Kok, enggak bilang pulang lebih awal? Aku, kan belum siap-siap. Mana sudah tidur lagi, pas kamu pulang.”“Jangan cemberut. Kan jadi pengin ci—”“Langsung saja kenapa, sih? Pakai bilang begitu.”Mas Hada tertawa sambil menggelengkan kepala. “Kamu itu makin lucu, deh! Ya sudah, jadi boleh nih?”“Memang aku pernah nolak?”Malam itu, kami tuntaskan rasa rindu selama hampir satu minggu tak bertemu. Seperti biasa, dia amat manis memperlakukanku. Keringat dan peluh melebur menjadi satu.“Baca doa enggak tadi sebelum mulai?” tanyanya seraya mengecup pucuk kepala, setelah kami selesai. “Doa apa?”“Kalau Mas berdoa. Semoga segera ada langkah kaki anak kecil di rumah kita yang sederhana ini.”Aku tersenyum, lalu menyandarkan kep

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Menelepon Hana

    POV : Hana“Iya, Mas?” Dengan semangat, aku mengangkat telepon Mas Hada. Ini pertama kalinya dia menelepon, setelah beberapa hari belakangan hanya bisa membalas chat sesekali. “Han, ada yang mau bicara.”“Siapa?”“Halo, Hana?”“I-iya?”“Saya, Fika. Jangan ditutup teleponnya. Ini saya speaker, supaya kamu dan Mas Hada sama-sama mendengar pengakuanku. Jadi, aku dan Prio pernah menjadi teman yang sangat dekat. Kami sering ke kelab malam bersama teman-teman. Bahkan tanpa ingat dosa, kami sering tidur bersama.”“Astagfirullahalazim.”“Aku tahu, perbuatan kami itu sangat enggak terpuji. Aku bahkan pernah hamil, karena sering tidur dengan Prio.”Aku memejamkan mata.“Dulu, Prio pernah memintaku menikah dengan Suhada, tapi mendengar cerita darinya ... aku menolak, karena Suhada hanya seorang office boy. Bagiku, itu sangat memalukan.” Dia terisak. “Aku terus mendesak Prio bertanggung jawab atas anak yang ada di kandunganku, tapi dia terus menolak dan memaksaku menikah dengan Hada. Katanya, Ha

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Hidayah

    Alarm berbunyi nyaring. Segera aku mengucek mata, dan melirik jam di atas kepala ranjang. Ternyata jam sudah menunjukkan hampir pukul 02.00 malam. Segera aku bangun, lalu menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudu. Setelah selesai, aku segera melakukan salat malam. “Assalamu’alaikum warohmatullah. Assalamu’alaikum warohmatullah.”Kutengadahkan tangan untuk berdoa, meminta kekuatan iman supaya tidak goyah, dan terhindar dari segala rayuan setan, termasuk dijauhkan dari hal-hal yang buruk. Tak lupa berdoa untuk kesehatan istri, pun keluarga yang jauh di sana. Selesai berdoa, kuusapkan tangan ke muka. Semoga Allah mendengar semua doaku. Aamiin. Aku melipat sajadah, dan kembali berbaring di kasur. Kubuka laci nakas dan memeriksa gawai. Sejak pagi aku belum mengaktifkannya, saking padatnya acara yang kujalani hari ini. Gawai hidup dan ada beberapa notifikasi masuk, termasuk notifikasi chat dari Hana, wanitaku. Aku tersenyum membaca beberapa chat-nya, lalu membalas. Di sana dia selalu

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Penggoda Iman

    POV : Hada“Oke, untuk malam ini sampai di sini dulu pelatihannya. Kita akan sambung besok dengan materi yang berbeda. Selamat malam,” ucap seorang pemateri malam ini.Pelatihan khusus malam ini telah selesai. Aku bersiap kembali ke kamar. Kebetulan, pelatihan menggunakan aula khusus di hotel tempat kami menginap. Baru saja akan kembali ke kamar, aku bertemu Jefri—teman yang baru kukenal. Dia supervisor dari salah satu perusahaan yang ada di Pulau Kalimantan. “Hada, mau ke mana?” tanyanya yang membuatku menghentikan langkah.“Balik ke kamar, Jef. Kamu?”“Mau keluar cari angin. Mau ikut?”“Ah, capek banget nih! Aku mau tidur saja.”“Selesai pelatihan ini, kita enggak akan ketemu lagi, loh. Ayolah!” katanya sambil merangkul lengan, dan akhirnya aku mengikutinya.Tanpa kusangka, Jefri membawaku main biliar. Gedung yang cukup besar, di dalam sini berjajar meja panjang sebanyak enam buah. Terdapat lampu sorot di atas setiap mejanya, lalu bola warna-warni yang menghiasi bagian atas meja-m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status