Share

Pertemuan Keluarga

last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-14 12:39:37

Hari ini, pertemuan keluargaku dan keluarga Mas Suhada. Mas Irwan menjemput kami ke rumah dan membawa kami ke restoran Ibu. Di sini kami dijamu dengan sangat mewah. Makanan-makanan andalan dikeluarkan semua. Bik Rahmi dan Bik Romlah bahkan turut serta membawa salah seorang anaknya yang bernama Kelana. Dua keluarga berbincang hangat. Ibu bahkan mempercayakan kasir sementara pada pegawainya.

“Han, nanti Mas transfer untuk bayar semesteran, ya!” kata Mas Irwan tiba-tiba.

Aku menatap Mas Hada. Dia hanya diam, pura-pura menikmati makanan.

“Eh, Mas, enggak usah. Aku akan bayar sendiri. Lagian, uang kemarin-kemarin yang Mas kasih masih ada, kok.”

“Loh, kenapa? Biasanya juga begitu, kan? Biaya sekolah kamu itu cukup tinggi loh. Gaji Suhada enggak akan cukup untuk itu. Dia bisa kuliah di sana karena beasiswa, sedangkan kamu enggak gratis kayak dia. Mas cari uang juga buat kamu dan ibu, jadi terima saja pemberian dari Mas, ya!"

Suasana yang tadinya hangat, hening seketika. Kata-kata Mas Irwan sepertinya menyinggung perasaan keluarga dari Mas Hada. Mas Irwan memang orangnya ceplas ceplos seperti itu. Ia memang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain jika ingin mengatakan sesuatu. Aku menelan saliva beberapa kali. Ibu beserta bibi-bibi yang lain ikut merasa kikuk. Tidak berapa lama Mas Hada permisi untuk ke toilet. Aku menatap ke arah ibu, dan beliau hanya menunduk.

“Permisi,” kataku sambil mengajak Mas Irwan ke luar restoran untuk membahas masalah ini. Sampai di luar aku berdiri di hadapannya, lalu berkata,“Mas, kok ngomong seperti itu, sih di depan keluarga Mas Hada? Kan enggak enak, Mas! Bisa nggak jaga perasaan keluarganya. Jangan singgung soal gajinya Mas Hada di sini.”

“Loh, kenapa? Kenyataannya kan memang seperti itu. Han, dia bukan Prio yang banyak uang. Mas tahu betul pekerjaan seorang office boy itu seperti apa, dan gajinya berapa! Kamu kenapa sih? Hada dan keluarganya aja biasa aja.”

"Biasa aja dari mana, Mas nggak sadar, suasana jadi canggung setelah Mas berkata seperti itu."

"Canggung dari mana? Itu perasaan kamu saja. Jadi Mas harus bilang apa? Hada gajinya tinggi, dia mampu bayar uang kuliahmu? Han, dia bahkan kekurangan untuk dirinya sendiri, ini ditambah dengan biaya hidup kamu. Jadi terima saja uang dari Mas, jangan sok jual mahal!"

Aku diam saja, untuk saat ini rasanya percuma bicara dengan Mas Irwan. Seperti biasa, Mas Irwan bicara dengan nada tinggi dan meledak-ledak. Kami saling bertatapan dengan emosi masing-masing. Aku memejamkan mata, menarik napas yang panjang, lalu mengalihkan pandangan. Kemudian mataku membelalak saat melihat ke suatu arah. Sialnya, di ujung sana aku melihat Mas Hada sedang memperhatikan kami berdua. Bahkan sepertinya dia mendengar apa yang kami bicarakan.

Ya Allah ....

***

Perjalanan pulang aku hanya diam, sementara Mas Hada dan Mas Irwan nampak asik bercerita di depan sana seperti tidak terjadi apa-apa. Ibu dan yang lainnya terlihat pulas, mungkin mereka kelelahan. Sampai di rumah Mas Irwan langsung ijin pulang karena hari sudah malam. Kami juga langsung masuk untuk beristirahat. Aku dan Mas Hada bergantian salat Isya. Saat akan tidur, aku melihat Mas Hada asik membaca buku di bawah sana. Aku memilih untuk turun dan duduk di sebelahnya.

“Mas .... "

Mas Hada yang sedang asik membaca buku, menghentikan kegiatannya. Ia menutup bukunya, lalu menoleh ke arahku.

"Ya?"

"Mas, maaf untuk kejadian—”

Kata-kataku terhenti. Aku terus menunduk, saat bicara dengan Mas Hada. Memang, sepulang dari sana tadi, tak ada ekspresi marah atau tak suka sama sekali pada raut Mas Hada pada Mas Irwan. Suamiku bersikap biasa saja, bahkan terlihat baik saja. Entah dia hanya pura-pura tak melihat dan mendengar perbincangan kami tadi, atau benar-benar tak melihat, aku tak tahu.

“Kok berhenti ngomongnya. Maaf untuk apa? Kenapa kamu belum tidur?”

Pria ini langsung duduk menghadap ke arahku, saat melihatku duduk di sampingnya. Aku sengaja turun dari kasur untuk bicara dengan Mas Hada. Aku ingin meminta maaf, karena kata-kata Mas Irwan tadi cukup pedas jika memang dia mendengarnya.

“Apa Mas enggak mendengar kata-kata Mas Irwan tadi, saat kami bicara di luar resto?”

Mas Hada tersenyum kecil, lalu mencubit kecil pipiku. “Kirain apa, itu ternyata.” Dia diam sesaat, menarik napas yang panjang lalu berkata, “Mas mendengar semuanya, dan apa yang dikatakan Mas Irwan itu benar.”

“Mas enggak marah?”

“Awalnya, Mas sedikit tersinggung. Lalu Mas pikir-pikir lagi, apa pun yang dikatakan Mas Irwan itu benar. Hanya cara penyampaiannya yang lumayan agak kasar. Tapi dari awal Mas tahu sifat Mas Irwan itu bagaimana. Bukankah dia memang seperti itu orangnya? Mas Irwan pasti tidak bermaksud mem-bully atau mengejek Mas, maksudnya baik. Dia hanya nggak mau kalau kamu itu nanti bakal sengsara.”

“Bener, Mas enggak marah?”

“Enggak. Bisa kamu lihat tadi, kan? Baik aku ataupun Mas Irwan malah banyak bercerita dan terlihat baik-baik saja, kan di mobil?”

“Iya.”

“Menjalin silaturahmi itu mudah, mempertahankannya yang susah. Ada banyak tipe manusia di muka bumi ini. Kalau kita paham karakternya, insyaallah hubungan silaturahmi antar umat akan baik-baik saja. Mungkin jika itu tadi Ibu yang bilang dia akan bicara seperti ini; ‘Memangnya kenapa, Han? Maaf, apa kata-kata Ibu ada yang salah? Hada berbeda dengan Prio. Rezeki Hada hanya lebih sedikit dibanding Prio. Ibu tahu betul pekerjaannya dan rezeki halal yang dikasih Allah untuknya, tapi insyaallah ... dia lebih tampan dari pada Prio.”

Aku yang sejak tadi serius mendengarnya berbicara tertawa seketika. “Ih!PD banget, sih, Mas!”

“Eh, memang iya. Cakep Mas, kan daripada Prio? Buktinya kamu pilih aku, bukan dia.”

“Dih, malas banget!”

“Eh, tapi kamu sudah mulai jatuh cinta, kan sama Mas? Ngaku saja.”

“Terpaksa!” kataku sedikit berteriak di depan wajahnya.

“Lihat kamu dari dekat, jadi kangen muka dakocanmu.”Dia tertawa, sementara aku cemberut kesal. Malunya kebangetan kalau ingat itu. Sumpah, demi apa wajahku sudah seperti mbahnya dakocan? Tiba-tiba aku kepikiran, bagaimana kalau Mas Irwan tetap nekat mentransfer sejumlah uang, meskipun aku telah menolaknya?

“Mas.”

“Em .”Dia fokus menatapku.

“Bisa enggak lihatinnya biasa saja.”

Dia tertawa. “Kenapa? Kamu deg-degan dilihatin begitu sama aku?”

“Dih, bukan.”

“Terus?”

“Aku enggak bisa konsen ngomongnya.”

“Kalau begini, bagaimana?”

Rasanya aku tak bisa bernapas. Mas Suhada mencondongkan tubuhnya ke arahku. Aku terdiam, sementara ujung hidung kami nyaris bersentuhan. Aku jadi lupa apa yang mau aku katakan barusan.

“Mata kamu bagus,” katanya seraya tersenyum tipis. “Alis kamu tebal, kayak semut hitam berkerumun.” Kini manik matanya mengarah ke alisku. “Hidung kamu mancung, kayak perosotan anak TK. “Bibir kamu ....” kini matanya beralih menatap bibirku.

“A-apa?” tanyaku sembari menahan rasa yang ... entah.

“Mau tahu?” tanyanya masih fokus pada bibirku.

“Ya.”

“Seksi.”

Oh, My God! Sumpah demi apa, aku pengin senyum. Aku mengulum bibir, menahan tawa.

“Jangan begitu, seksinya hilang.” Kini dia yang menahan tawa.

Mendengarnya mengatakan semua itu, aku jadi cemberut.

“Jangan cemberut.”

“Kenapa memang?” tanyaku sedikit menahan kesal.

“Kan jadi pengin ... nyium.”

Eh!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Bertemu Prio

    Aku keluar, kemudian duduk di rerumputan di taman depan rumah sederhana ini. Kupandangi langit di atas sana. Cerah dan bertabur begitu banyak perhiasan langit. Rasanya baru kemarin Mas Irwan mengajakku membeli es krim di toko dekat rumah, rasanya baru kemarin Ibu membelikanku baju sekolah, rasanya baru kemarin aku tamat SMA. Waktu, kenapa begitu cepat berlalu? Tahu-tahu, aku sudah menikah dan sebentar lagi akan menjadi orang tua. Beruntung aku bertemu Mas Hada, pria yang bisa membawaku ke jalan yang lebih terarah. Entah apa jadinya, kalau aku bertemu pria yang salah.“Ngelamun saja!” Aku dikagetkan dengan kedatangan Mas Hada yang tiba-tiba. “Ih, Mas! Kamu ngagetin saja!” Aku mencubit kecil perutnya, dan dia tertawa. Mas Hada membungkuk dan mencium pucuk kepala, lalu ikut duduk di sampingku. “Mikirin apa?” tanyanya seraya menarik kepalaku untuk bersandar di bahu pria itu.“Mikirin hidup, Mas. Enggak kerasa, waktu begitu cepat berlalu.”“Andai kamu tahu. Seolah dihitung mundur untuk me

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Positif

    Aku diam cukup lama di dalam kamar mandi, sementara Mas Hada sudah gelisah menungguku di luar sana. Bagaimana kalau dia tahu, kalau ternyata hasilnya seperti ini? Kira-kira reaksinya bagaimana, ya? Aku menarik napas panjang, bersiap untuk keluar menemui Mas Hada. Setelah cukup tenang, kubuka pintu dan langsung tampak wajah Mas Hada yang terlihat tegang. “Sayang, bagaimana? Mas sampai izin loh hari ini. Enggak masuk kerja, karena ingin nemenin kamu pakai alat itu.”“Mas pakai alat ini enggak sampai hitungan jam, bahkan menit.”“Mas, deg-degan soalnya.” Dia memang terlihat sangat tegang. Aku langsung melewati tubuhnya dan duduk di ujung kasur. Mas Hada mengekorku dari belakang dan duduk di bawah, menghadap ke arahku. Antara ingin tertawa dan kasihan lihat wajahnya seperti itu. “Mas, maaf, ya,” ucapku kemudian dengan wajah penuh dengan penyesalan.Mas Hada menarik napas panjang, lalu tersenyum samar. Dia memegang sebelah tanganku dan menciumnya. “Enggak apa, belum rezeki. Kita coba la

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Mual

    Samar-samar, aku merasa ada yang membelai lembut kepala. Aku membuka mata, dan mendapati Mas Hada sudah ada di sampingku. Aku mengucek mata, memastikan kalau yang kulihat bukan hantu.“Mas, ini serius kamu?” Aku langsung memeluk erat tubuhnya, lalu cemberut. “Ih, jahat! Kok, enggak bilang pulang lebih awal? Aku, kan belum siap-siap. Mana sudah tidur lagi, pas kamu pulang.”“Jangan cemberut. Kan jadi pengin ci—”“Langsung saja kenapa, sih? Pakai bilang begitu.”Mas Hada tertawa sambil menggelengkan kepala. “Kamu itu makin lucu, deh! Ya sudah, jadi boleh nih?”“Memang aku pernah nolak?”Malam itu, kami tuntaskan rasa rindu selama hampir satu minggu tak bertemu. Seperti biasa, dia amat manis memperlakukanku. Keringat dan peluh melebur menjadi satu.“Baca doa enggak tadi sebelum mulai?” tanyanya seraya mengecup pucuk kepala, setelah kami selesai. “Doa apa?”“Kalau Mas berdoa. Semoga segera ada langkah kaki anak kecil di rumah kita yang sederhana ini.”Aku tersenyum, lalu menyandarkan kep

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Menelepon Hana

    POV : Hana“Iya, Mas?” Dengan semangat, aku mengangkat telepon Mas Hada. Ini pertama kalinya dia menelepon, setelah beberapa hari belakangan hanya bisa membalas chat sesekali. “Han, ada yang mau bicara.”“Siapa?”“Halo, Hana?”“I-iya?”“Saya, Fika. Jangan ditutup teleponnya. Ini saya speaker, supaya kamu dan Mas Hada sama-sama mendengar pengakuanku. Jadi, aku dan Prio pernah menjadi teman yang sangat dekat. Kami sering ke kelab malam bersama teman-teman. Bahkan tanpa ingat dosa, kami sering tidur bersama.”“Astagfirullahalazim.”“Aku tahu, perbuatan kami itu sangat enggak terpuji. Aku bahkan pernah hamil, karena sering tidur dengan Prio.”Aku memejamkan mata.“Dulu, Prio pernah memintaku menikah dengan Suhada, tapi mendengar cerita darinya ... aku menolak, karena Suhada hanya seorang office boy. Bagiku, itu sangat memalukan.” Dia terisak. “Aku terus mendesak Prio bertanggung jawab atas anak yang ada di kandunganku, tapi dia terus menolak dan memaksaku menikah dengan Hada. Katanya, Ha

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Hidayah

    Alarm berbunyi nyaring. Segera aku mengucek mata, dan melirik jam di atas kepala ranjang. Ternyata jam sudah menunjukkan hampir pukul 02.00 malam. Segera aku bangun, lalu menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudu. Setelah selesai, aku segera melakukan salat malam. “Assalamu’alaikum warohmatullah. Assalamu’alaikum warohmatullah.”Kutengadahkan tangan untuk berdoa, meminta kekuatan iman supaya tidak goyah, dan terhindar dari segala rayuan setan, termasuk dijauhkan dari hal-hal yang buruk. Tak lupa berdoa untuk kesehatan istri, pun keluarga yang jauh di sana. Selesai berdoa, kuusapkan tangan ke muka. Semoga Allah mendengar semua doaku. Aamiin. Aku melipat sajadah, dan kembali berbaring di kasur. Kubuka laci nakas dan memeriksa gawai. Sejak pagi aku belum mengaktifkannya, saking padatnya acara yang kujalani hari ini. Gawai hidup dan ada beberapa notifikasi masuk, termasuk notifikasi chat dari Hana, wanitaku. Aku tersenyum membaca beberapa chat-nya, lalu membalas. Di sana dia selalu

  • Suami Pengganti Untuk Wanita yang Kucintai    Penggoda Iman

    POV : Hada“Oke, untuk malam ini sampai di sini dulu pelatihannya. Kita akan sambung besok dengan materi yang berbeda. Selamat malam,” ucap seorang pemateri malam ini.Pelatihan khusus malam ini telah selesai. Aku bersiap kembali ke kamar. Kebetulan, pelatihan menggunakan aula khusus di hotel tempat kami menginap. Baru saja akan kembali ke kamar, aku bertemu Jefri—teman yang baru kukenal. Dia supervisor dari salah satu perusahaan yang ada di Pulau Kalimantan. “Hada, mau ke mana?” tanyanya yang membuatku menghentikan langkah.“Balik ke kamar, Jef. Kamu?”“Mau keluar cari angin. Mau ikut?”“Ah, capek banget nih! Aku mau tidur saja.”“Selesai pelatihan ini, kita enggak akan ketemu lagi, loh. Ayolah!” katanya sambil merangkul lengan, dan akhirnya aku mengikutinya.Tanpa kusangka, Jefri membawaku main biliar. Gedung yang cukup besar, di dalam sini berjajar meja panjang sebanyak enam buah. Terdapat lampu sorot di atas setiap mejanya, lalu bola warna-warni yang menghiasi bagian atas meja-m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status