Share

Suami Pengganti dari Toko Online
Suami Pengganti dari Toko Online
Author: Mita Yoo

Bab 1

Author: Mita Yoo
last update Last Updated: 2025-07-16 13:22:50

Malam itu, aroma ayam panggang kecap memenuhi ruang makan. Bagian potongan utuh itu mengilat di bawah cahaya lampu kristal, memantulkan bayangan Venus yang sedang tersenyum. Perempuan cantik itu menyusun nasi putih di piring, menatap Eric, suaminya.

Lelaki yang duduk di seberangnya dengan postur sempurna, dasi longgar di leher, dan senyum yang selalu membuat jantungnya berdegup kencang.

"Menu spesial buat kamu," ucap Venus lembut, meletakkan piring di depan Eric.

Suaminya itu mengangguk, matanya berbinar. "Aku suka masakan kamu malam ini, Venusku sayang,” katanya.

Kalimat itu terdengar hangat di telinganya. Venus hampir tak percaya karena akhir-akhir ini Eric jarang sekali memuji. Biasanya, yang keluar dari mulutnya hanyalah keluhan atau permintaan singkat. Namun malam itu, semuanya terasa berbeda.

“Aku seneng kalau kamu suka. Habis makan malam kita mandi bareng ya? Habis itu ….”

Venus menarik gelas minumnya, jari-jarinya yang halus melingkari kristal tipis itu. Saat bibirnya hampir menyentuh air dalam gelas itu—

"Kamu nggak denger ya aku ngomong apa?"

Suara Eric yang tiba-tiba menggelegar membuatnya tersentak. Venus terkejut. Gelas di genggamannya nyaris terlepas.

Ia mengerjapkan mata, melihat Eric masih duduk di kursinya, tetapi ekspresinya sudah berubah. Ekspresi tak tergapai, dingin, seperti topeng yang tiba-tiba retak.

"Ya, sayang? Kamu mau apa? Maaf aku sedikit nggak fokus," Venus mencoba menyembunyikan getar di suaranya.

Eric menghela napas, mengusap dahinya. "Aku mau langsung tidur. Makasih udah masakin makan malam."

Tanpa menunggu respon atau sekadar sahutan, lelaki itu berdiri, meninggalkan Venus di tengah meja makan yang tiba-tiba terasa terlalu besar. Suara langkahnya menghilang di tangga, meninggalkan kesunyian yang menusuk.

Venus menatap piring Eric. Ayam masakannya masih utuh, hampir tak tersentuh.

“Tadi … aku berkhayal lagi, ya? Ya ampun, saking kangennya aku sama kehangatan dia,” gumam Venus.

Ia menarik napas dalam, mencoba mengusir bayangan Eric yang lain. Eric yang hangat, yang memujinya, yang mungkin tak pernah benar-benar ada saat ini.

Di lantai atas, suara pintu kamar terkunci, menggema. Venus mengangkat sendok, memaksakan sesuap nasi ke mulutnya.

Ia mencoba tetap menikmati makan malam itu, meski rasanya pahit. Sambil menjejali mulutnya dengan nasi dan ayam panggang kecap buatannya.

Piring Eric masih penuh. Ayam kecapnya sudah tidak mengeluarkan uap lagi, lapisan sausnya mengeras di pinggiran piring. Venus menyentuh nasi di piringnya sendiri. Sudah dingin.

Ia berdiri dan berjalan ke rak buku di ruang tamu. Album foto pernikahan mereka terselip di antara buku-buku resep masakan. Kulit sampulnya sudah mulai mengelupas di sudut-sudutnya.

Jari Venus yang gemetar membuka halaman demi halaman. Ada foto mereka di dapur apartemen pertama mereka. Saat Eric memakai apron bergambar sapi lucu, wajahnya belepotan tepung. Foto lain menunjukkan mereka di bioskop, Eric sedang mengikatkan syal di leher Venus dengan ekspresi serius yang lucu.

"Kamu dulu selalu … romantis. Kenapa sekarang jadi aku yang selalu ngejar kamu?" Venus menahan isak.

Venus menutup album dengan keras. Di sudut ruangan, jaket denim Eric tergantung di kursi. Jaket yang sama yang pernah menyelimutinya di bioskop. Jaket itu kini terlihat kusam, dengan noda kopi di lengan kanan yang tidak pernah sepenuhnya hilang meski sudah dicuci bersih.

Dia meraih jaket itu tanpa berpikir, menempelkan wajahnya ke kain yang sudah kehilangan aroma sandalwood itu. Yang tersisa hanya bau rokok dan bau samar sesuatu yang asing. Bau parfum yang bukan miliknya.

“Aku nggak bisa kayak gini. Aku harus cari pelampiasan lain,” gumam Venus sambil membawa jaket Eric ke kamar belakang.

Venus mengunci diri di balik pintu kamar mandi di belakang. Ia menyalakan keran air hangat, uap panas menyebar, cermin besar di dinding sudah berkabut. Air pancuran deras mengaliri tubuhnya yang menggigil.

Di lantai marmer, jaket denim Eric tergeletak. Jaket yang ia curi dari tempatnya, saat Eric masih mendengkur di kamar. Venus memungutnya dengan gemetar.

"Bodoh sekali kamu, Venus," bisiknya pada bayangannya sendiri di kaca yang buram.

Namun, tangannya sudah bergerak sendiri. Membawa jaket itu ke wajahnya, menghirup dalam-dalam. Bau itu langsung menerpa seperti pukulan telak. Sebuah campuran parfum sandalwood milik Eric yang memudar, rokok kretek, dan sesuatu yang baru. Bau vanilla-mint yang terasa terlalu feminin.

“Gila kamu, Venus! Gara-gara Eric kamu jadi begini," katanya sambil meremas-remas jaket itu.

Tubuhnya bereaksi sebelum otaknya bisa protes. Tangannya yang basah menyelinap ke bawah, jari-jarinya bergerak dengan kenangan dalam memorinya seperti dulu saat Eric masih memandangnya dengan hasrat, bukan dengan wajah bosan yang sekarang selalu ia dapatkan.

"Oh, God. Maafin aku, Tuhan!" erangnya. Punggungnya menempel ke dinding dingin untuk menahan kaki yang mulai lemas.

Pikiran terakhir sebelum orgasme menyambar adalah wajah Eric di pagi hari ulang tahun pernikahan mereka dulu, saat suaminya itu membangunkannya dengan ciuman dan tangan nakal yang mahir.

"Argh! Sialan kamu, Eric!"

Suaranya menggema di kamar mandi sempit. Venus terpeleset, jatuh berlutut di lantai basah, jaket itu masih melekat erat di wajahnya seperti perban pada luka.

***

Jam di nakas menunjuk pukul 3:47. Venus menatap langit-langit kamar belakang. Tempat yang seharusnya menjadi tempat berbaring suaminya.

Telepon genggamnya menyala dengan chat terakhir dari Eric yang belum sempat ia buka sejak kemarin malam.

"Aku lembur lagi. Jangan tunggu."

Venus mengubah posisinya menjadi duduk bersandar di ranjang. Ia meraih ponsel, membuka galeri foto, menggeser-geser gambar sampai menemukan tangkapan layar dari pesan yang disembunyikannya di folder "Tagihan".

Foto-foto mereka saat sikap Eric masih sehangat mentari pagi. Tangannya mengepal. Tiba-tiba, ia meraih jaket itu lagi, tetapi kali ini dengan gunting yang ia keluarkan dari laci nakas di samping. Dengan gerakan kasar, ia mulai mencabuti benang di bagian label dalam.

Satu per satu benang terlepas sampai sebuah tulisan dari bordir terlihat.

“V+E - 05.05.2018"

Tanggal pernikahan mereka.

Venus terisak. Di luar, hujan mulai turun, mengetuk jendela seperti jari-jari Eric yang dulu selalu mengetuk pintu kamar mandi saat ia mandi terlalu lama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rayhan Rawidh
Kereeeen, euy!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Pengganti dari Toko Online   Bab 10

    Sebelum Venus sempat menjawab, ponselnya bergetar. Ia meminta maaf pada Ian untuk melepaskan tangannya dan beranjak meraih ponselnya. Venus membuka pesan masuk dari Felicia. "Aku butuh bantuanmu. Arjuna menghilang.”Venus terbelalak.“Ada apa, Sayang?” tanya Ian.Venus menggigit bibirnya sesaat sebelum menjawab. “Itu … Felicia bilang, Arjuna menghilang.”Ian mendekat ke arahnya. “Kamu nggak perlu takut. Ceritakan semua sama aku, Sayang. Aku suami kamu,” katanya.Venus mengangguk. “Jadi gimana? Aku harus ketemu Felicia.”Ian menggeleng. “Ada kalanya kita perlu menunggu, Sayang. Aku yakin suami sahabatmu itu baik-baik saja. Seperti yang kita tahu, Arjuna adalah orang sibuk. Bisa saja dia ada urusan bisnis mendadak. Atau sesuatu yang—”“Tunggu!” Venus menepuk lengan Ian. “Kamu kenal sama Arjuna?”Ian mengangguk. “Semuanya ada di catatan.”Venus mu

  • Suami Pengganti dari Toko Online   Bab 9

    Cahaya sore mulai menyoroti teras belakang rumah Felicia, menciptakan bayangan panjang di wajah Ian yang duduk tenang di samping Venus. Felicia mengamatinya dengan tatapan penuh selidik, bibirnya menyungging senyum nakal yang terlalu familiar bagi Venus.“Pantesan dia diem aja pas ada aku," ujar Felicia tiba-tiba, suaranya bernada menggoda. "Eric 'kan biasanya heboh, dia pasti nanya, 'semalem kamu berapa ronde sama Arjuna?' kayak gitu."Venus mengatupkan bibir. Setiap kata dari mulut Felicia terasa seperti jarum kecil yang menusuk-nusuk kesabarannya. Namun ia hanya mengangguk, berusaha menahan gejolak di dadanya.Felicia mengetuk-ngetuk jarinya ke dagu, matanya berbinar seperti anak kecil yang menemukan mainan baru. "Tapi ... Aku masih nggak percaya deh. Jangan-jangan Eric cuma pura-pura buat ngetes kamu? Makanya dia ngaku jadi orang lain. Jadi suami pengganti, pake nama ….” Felicia melirik lelaki berwajah persis Eric itu. “Siapa tadi namany

  • Suami Pengganti dari Toko Online   Bab 8

    Venus menatap Ian yang sedang asyik menggosok tangannya dengan spons itu. Spons yang sebelumnya berwarna merah tetapi kini kembali putih bersih karena Ian membersihkannya dengan cepat.“Kamu yakin nggak tahu di mana Eric?” tanya Venus lagi, mencoba menyembunyikan getar di suaranya.Ian mengangkat bahu, senyumnya tetap santai. “Aku nggak tahu. Aku di sini untuk menggantikan Eric. Aku Eric, suamimu sekarang." Jawabannya seperti sebuah rekaman yang sudah diprogram terlalu sempurna. Venus mengangguk pelan, menelan ludah yang terasa pahit. "Kalau begitu, kita harus menemui Felicia.""Oh. Felicia yang itu. Sahabatmu." Ian tiba-tiba berkata, jari-jarinya berhenti menggosok. "Aku nggak masalah, Sayang."Dalam hati, Venus membatin, ‘dia memang manusia. Seperti Eric.' Tapi sesuatu terasa salah. Terlalu salah.’“Aku bakalan ganti baju dulu. Kamu tunggu di luar aja, ya.” Venus mendorong Eric ke luar kamar mandi.Venus ke luar kamar usai memakai pakaian lengkap. Ian sudah menunggunya di meja mak

  • Suami Pengganti dari Toko Online   Bab 7

    Pagi itu, Venus terbangun oleh sentuhan dingin di pipinya. Matanya perlahan terbuka, menyambut sinar mentari yang menyelinap lewat celah tirai jendela. Di depan tempat tidurnya, Eric, atau pria yang wajahnya sangat mirip dengan Eric—berdiri dengan handuk melilit pinggang, rambutnya masih basah meneteskan air. Bau sabun mandi pria yang familiar itu memenuhi udara. "Sayang, maaf aku bangunin kamu," ujarnya, suaranya lembut seperti melodi yang sudah lama tak terdengar. Venus mengubah posisinya menjadi bersandar di sisi ranjang. Ia menatap wajah yang mirip Eric di hadapannya. “Aku habis mandi. Kamu mau sarapan apa? Aku bikinin, ya?" suaranya terlalu lembut di telinga Venus. Venus mengerutkan kening. Suara itu, senyum itu, terlalu sempurna baginya. Terlalu … sama seperti Eric di masa lalu. "Aku ... nasi goreng aja," jawabnya perlahan, mencoba menyembunyikan getar di suaranya. Pria itu mengangguk antusias, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja diberi hadiah. Sambil

  • Suami Pengganti dari Toko Online   Bab 6

    Ian terjatuh seperti boneka yang talinya terputus. Tubuhnya yang biasanya begitu gagah kini tergeletak kaku di trotoar, wajahnya pucat di bawah cahaya lampu jalan berwarna kuning keemasan. Venus menjatuhkan diri di sampingnya, tangannya gemetar menekan nomor medis darurat. "Tolong, suami saya pingsan!" teriaknya pada operator, suaranya pecah. Di kejauhan, sirene ambulans mulai terdengar.Ambulans berhenti dengan ban berdecit. Pintu terbuka, dan seorang dokter berjas putih melompat keluar. Wajah yang sama yang memeriksa Venus setelah ia pingsan di garasi. “Dokter?” gumam Venus saat mereka bertatapan.Nama di kalung identitasnya tertulis Dr. Argus Watson.“Kita bertemu lagi, Nyonya Eleanor," katanya sambil berlutut di sebelah Ian.Venus mengangguk. Tangan dokter Argus dengan cepat memeriksa denyut nadi lalu pupil mata Ian."Kondisinya stabil. Tapi saya perlu membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut,” katanya.Dia mengangkat pandangannya, menatap Venus dengan tatapan t

  • Suami Pengganti dari Toko Online   Bab 5

    Tali kimono sutra itu terasa dingin di antara jari-jari Venus saat ia mengikatnya perlahan. Eric atau pria yang mengaku sebagai Ian, terus menatapnya dengan senyum yang terlalu sempurna. Matanya berbinar dengan kehangatan yang tidak pernah ia lihat pada suaminya selama enam bulan terakhir. "Kamu ... Kamu jadi aneh. Kemarin lusa kita sempet bertengkar lho pas aku nyiapin makan malam romantis," Venus mencoba protes, suaranya bergetar. Namun, pria itu hanya tertawa lembut sebelum tiba-tiba meraih tangannya. Bibirnya yang hangat menyentuh buku-buku jari Venus dengan kelembutan yang membuat lututnya melemah."Aku Ian, suami pengganti," bisiknya, napasnya hangat di kulit Venus."Aku bakalan jadi Eric, suami kamu. Tapi, dalam versi yang lebih sempurna."Sebelum Venus sempat bereaksi, dunia di sekelilingnya tiba-tiba berputar. Ian dengan mudah mengangkat tubuhnya dalam gendongan. Satu tangan Ian menopang punggungnya, yang lain di bawah lututnya, seperti mempelajari setiap lekuk tubuh Venus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status