Acara pernikahan Ryana dan Hasfi sudah selesai dilaksanakan. Para tamu mulai sepi, ibu-ibu yang rewang juga sudah mulai pulang. Mbak Susi dan Mbak Putri merapikan alat makeup dan baju pengantin yang dipakai oleh Ryana dan Hasfi. Tukang dekorasi dan tenda juga merapikan dekorasi. Sofi dan Gladis sibuk mengangkat kado-kado dan kotak tempat amplop uang untuk pengantin. Ryana dan Hasfi berganti pakaian kimono mandi yang berbahan handuk karena mereka siap-siap ingin membersihkan diri karena seharian badan terasa lengket. "Lho kok pengantin baru malah mandinya sendiri-sendiri?" tanya Gladis yang menggoda pengantin baru. Ryana memilih mandi di kamar mandi yang ada di kamarnya. Memang setiap kamar di rumah keluarga Pak Iman ada kamar mandinya walau hanya kamar mandi kecil dengan shower dan toilet jongkok. Hanya kamar tamu saja yang tidak ada kamar mandinya. Sedangkan Hasfi berjalan meninggalkan ruangan, ia memilih mandi di kamar mandi belakang. Lagipula orang-orang yang membantu masak dan k
Ryana begitu terkejut sekaligus kagum dengan Hasfi. Ia merasa lega dan tidak salah memilih suami. Meskipun pernikahan ini pernikahan dadakan, namun ia merasa tidak menyesal menikah dengan Hasfi. Hanya saja yang masih mengganjal di hatinya adalah dirinya belum menunaikan kewajiban utamanya sebagai seorang istri, yaitu melayani suami di ranjang. Wajar saja belum siap. Kedekatan Ryana dengan Hasfi tidak seintens dengan Aldi. Jadinya saat ini mereka masih dalam tahap mengenal satu sama lain. Namun sudah dalam ikatan pernikahan yang sah. "Mbak, tenang aja. Aku akan bekerja dan memberikan nafkah selayaknya. Tapi aku enggak bisa menjanjikan apa-apa sama Mbak. Enggak selamanya juga kontenku akan laris. Aku hanya ingin Mbak Ryana selalu ada di sisiku dan mendukungku," kata Hasfi sungguh-sungguh. Pemuda itu kini menatap kedua mata Ryana dan memegang tangan halus gadis itu. Sungguh baru kali ini Ryana merasakan tubuhnya berdesir karena sentuhan seorang pria. Ya, pria halal yang mau mengikrarka
Mentari pagi menyapa dengan sinarnya masuk melalui celah-celah jendela kaca ketika Ryana membuka gorden jendelanya. Tadi Ryana dan Hasfi sholat subuh berjamaah dan dilanjutkan dengan mengaji Al-Qur'an. Malam pertama pengantin mereka sudah mereka lalui walau hanya tidur bersama. Di pagi yang cerah ini, Ryana sudah memantapkan hatinya untuk menerima Hasfi sebagai suaminya dan belajar mencintai pemuda itu. "Aku bantu Ibu di dapur dulu ya," kata Ryana kepada pria yang baru saja menjadi suaminya itu. Hasfi yang mengecek ponselnya pun menoleh ke arah Ryana dan menganggukkan kepalanya. Hari ini ia izin tidak masuk kuliah karena akan mengantarkan istrinya membeli cincin dan seserahan seperti janjinya tadi malam. Padahal ada dua mata kuliah hari ini. Sedangkan Ryana karena izin cuti menikah, ia libur seminggu ke depan. Sekalian hari ini mereka juga mau mampir ke KUA setempat untuk menyerahkan berkas dan dokumen nikah mereka. Ryana berjalan menuju dapur. Di sana Ibunya sudah selesai memasak
Hasfi dan Ryana kini berada di parkiran. Hasfi tadi juga sempat merapikan rambutnya yang lepek karena pakai helm dengan berkaca di spion sepeda motornya. Sepeda motor milik Hasfi sudah berumur tiga tahun. Namun karena ia apik merawat barang miliknya, sepeda motornya masih terlihat seperti baru. "Kita enggak belinya di pasar aja, Bang? Beli di sini apa enggak mahal tuh," jawab Ryana ragu. Ingin rasanya Ryana putar balik. Dari tadi ia manut saja ketika pria itu mengajaknya ke Mall ini. "Lho, ngapain kita beli di pasar, Mbak? Kan kita sudah sampai sini. Ayo, kira buruan masuk." "Tapi, Bang..." "Tapi kenapa, Mbak Sayang?" "Aku hanya takut kalau uangmu habis karena membelanjakan aku di sini." Ryana akhirnya mengatakan kekhawatirannya. Pemuda itu tersenyum kepada istrinya. Lesung pipit yang ada di pipi pria itu menambah manis wajahnya. Membuat Ryana meleleh ketika memandang wajah suaminya itu. Hasfi sudah menduga kalau Ryana pasti akan berkata begitu. "Enggak papa, Mbak. Insya Allah,
Malam ini penyatuan tubuh dua insan melebur jadi satu dalam ikatan pernikahan yang sah. Lelaki mana yang tahan ketika digoda oleh istrinya. Hasfi yang tergoda dan terkesima ketika melihat istrinya sedang berbaring di ranjang dengan pose yang menggoda. Lingerie merah yang dipakai Ryana sukses membuat Hasfi ingin segera merasakan setiap inci bagian tubuh istrinya. Inilah malam yang ditunggu-tunggu bagi pasangan pengantin. Akhirnya mereka bercumbu mesra, terbuai dalam indahnya kemesraan yang sah secara agama maupun negara. Tanpa rasa takut dan bersalah. Bukankah hubungan intim itu lebih nikmat ketika dilakukan dalam ikatan pernikahan yang sah? Kalau ada yang bilang hubungan intim lebih nikmat ketika sudah sah menikah. Lain halnya kalau kita cicipi sebelum nikah, maka keberkahan dalam rumah tangga tentu saja akan menguap dan hilang. "Terima kasih, Sayang," bisik Hasfi ketika mereka sudah mengakhiri sesi kenikmatan bersama dengan istrinya. Pemuda itu kemudian mengecup kening sang istri
Dendam yang bersarang di hati Aldi terhadap Ezra semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak marah dan kesal? Kekasih hatinya kini telah sah bersanding dengan pria lain yang jauh segalanya lebih baik daripada dirinya. "Awas lo, Ezra! Gue akan bikin perhitungan sama lo," gerutu Aldi kesal. Aldi mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi ke rumah sahabatnya itu. Dia tidak mempedulikan lagi jalanan dan tindakannya itu bakal membahayakan orang-orang di sekitarnya. Yang ada di dalam pikirannya adalah membuat perhitungan pada Ezra yang sudah menghancurkan kehidupannya dan membuatnya gagal bersanding dengan gadis yang dicintainya. Tak butuh waktu lama, Aldi sudah sampai di rumah Ezra. Rumah sederhana tipe KPR itu nampak sepi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Dari luar rumah ini memang nampak sederhana. Namun fasilitas di dalamnya jangan ditanya. Bisa dibilang lumayan lengkap. Ada AC, kulkas, TV, dispenser, dan mesin cuci. Ezra memang tinggal sendiri. Orangtuanya jauh di luar kot
Hidup memang terkadang penuh dengan kejutan. Kita tidak bisa memilih skenario apa yang sudah Tuhan tuliskan dalam kehidupan kita. Sebagai seorang insan yang beriman, tugas kita hanya menjalani apa yang sudah dituliskan olehNya. * * Pak Riza mengangkat sebelah alisnya. Heran. Namun beberapa detik kemudian dia tertawa mendengar jawaban yang dilontarkan Hasfi. Pak Riza yang usianya sudah tiga puluhan, ternyata menganggap jawaban Hasfi sebagai sebuah lelucon saja. "Pede amat kamu jadi orang. Enggak mikir apa kalau menikah itu berat. Kamu harus bertanggung jawab dengan perempuan yang kamu nikahi. Memberikan uang nafkah bulanan. Kamu aja masih mahasiswa, dapat uang dari mana?" tanya Pak Riza dengan ketus.Hasfi hanya tersenyum menanggapi dosennya yang sinis. Memang benar kalau dari kacamata orang awam, Hasfi masih mahasiswa. Tetapi siapa yang menyangka kalau dirinya sudah mempunyai gaji selama setahun lebih ini. Walaupun jumlahnya terkadang tidak tetap, namun Hasfi bangga dirinya bisa be
Namanya hidup ada saja ujiannya. Apalagi dua insan yang sudah memutuskan untuk berumah tangga, pasti ada saja badai yang menghantam. Namun sebisa mungkin dua insan ini saling menguatkan, berpegangan satu sama lain ketika angin topan yang menghantam badai rumah tangga yang mulai menerpa. Begitu pula dengan apa yang dialami Ryana dan Hasfi. Walaupun usia pernikahan mereka masih terlalu dini untuk merasakan pahitnya menjalani rumah tangga. Namun mereka harus sadar bahwa di dunia ini tidak ada rumah tangga yang tidak ada ujian di dalamnya. Siapa yang lolos dari ujian rumah tangga hidupnya akan bahagia. Begitu juga sebaliknya. Ryana dan Hasfi terkejut bukan main. Apalagi Ryana, ia sudah memasak buat keluarganya dan menyisakan di mangkok khusus buat dirinya dan Hasfi. Namun kini dua mangkok yang berisi lauk dan sayur itu juga ikutan ludes. Ryana merasa bersalah pada suaminya. Padahal dia tadi masak banyak untuk seluruh keluarganya. Namun kini malah habis tak tak bersisa. Hanya ada sepoto