“Main tangan kok sama perempuan?”
Kemunculan Dipta di tengah-tengah Kaira dan Bayu mengejutkan semua orang. Terlebih, tangan Dipta yang menahan lengan Bayu dengan kuat, membuat pria itu tak bisa berkutik.
Netra Bayu pun menatap pria bermanik hitam itu dengan nyalang, merasa terhina karena tak peduli seberapa kuat dia mencoba melepaskan diri, cengkeraman Dipta sama sekali tak bisa dilepaskan. “Apa yang kamu lakukan!?”
“Saya yang seharusnya tanya sama Anda,” ucap Dipta dengan santai, akhirnya melepaskan cengkeramannya.
Tak menghiraukan ucapan Dipta, Bayu menyipitkan matanya, merasa familier dengan pria di hadapannya, “Kamu …”
“Kaira, ini yang kamu bilang suami barumu?! Kamu bercanda, ‘kan?” tanya Bayu, sesekali mengalihkan pandangannya ke Dipta, menatapnya dari kepala sampai ke ujung kaki.
“Tidak, Mas. Pria ini memang suamiku, dan aku tidak sedang bergurau.” Kaira langsung memamerkan jemarinya yang dilingkari cincin putih di sana, menunjukkan jika dirinya memang benar sudah menikah.
Tiba-tiba, suara tawa Bayu memenuhi seluruh ruangan, membuat Kaira mengerutkan keningnya. Bukankah pria itu baru saja marah? Apa yang membuatnya tertawa terbahak-bahak?
"Dia ini hanya seorang sopir di kantorku, Kaira! Mau dikasih makan apa kamu sama dia nanti!?" Bayu menjelaskan dengan nada mengejek. Bahkan disusul tawa kecil yang membuat Kaira merasa tidak terima jika Dipta ikut dihina.
Kaira yang ingin melangkah maju ke depan justru ditahan oleh Dipta. Pria itu memegangi pergelangan tangan istrinya dan memberikan senyum lembut, membuat Kaira merasa terkesima.
"Cih! Kamu membatalkan pernikahan kita demi pria miskin ini!? Sungguh seleramu sangat rendah!" Bayu kembali memberikan hinaannya kepada Dipta.
"Hahahaha! Jadi ini pria pilihanmu!? Pantas saja ada yang sudi menikah denganmu! Karena kalian berdua itu sama!" timbrung Widya ikut memberikan ejekan.
Tidak tahan mendengar caci maki dari Widya yang bertubi-tubi, Kaira mulai memberanikan diri menghadapi mantan calon ibu mertuanya dengan sorot mata menghunus.
“Meski aku dan Mas Dipta bukan berasal dari keluarga terpandang, tapi kami tidak rendahan seperti kalian.”
Widya merasa tidak terima dengan ucapan Kaira. Hatinya benar-benar tersulut yang membuatnya ingin menampar perempuan tidak tahu diri ini. Akan tetapi, belum sempat menampar pipi milik Kaira, tangannya sudah dicegah oleh Dipta yang menahan pergelangan tangan miliknya. Merasa khawatir dengan istrinya, Dipta maju dan menatap Widya serta Bayu dengan dingin. “Mohon maaf jika kedatangan saya membuat kericuhan di rumah ini. Tapi, setidaknya saya bersyukur, karena Kaira menikah dengan saya yang hanya seorang sopir, dibanding menjadi bagian dari keluarga yang suka main tangan.”
Tak ingin berkonfrontasi lebih ama, Dipta langsung menggaet lengan ramping milik istrinya, mengajak Kaira untuk segera bergegas dari tempat itu. Kaira menyambut Dipta dengan tersenyum, melangkahkan kakinya mengikuti Dipta, tak peduli dengan keheningan dan juga ekspresi semua orang setelah mendengarkan ucapan Dipta.
***
“Kamu gak apa-apa?” tanya Dipta, jemarinya mengelus pipi istrinya dengan halus. Meskipun wanita itu tidak benar-benar ditampar, rasa khawatir tetap memenuhi hatinya. Belum lagi pria itu beberapa kali mencengkeram pergelangan tangan Kaira, membuatnya merasa bersalah.
“Gapapa kok, Mas. Makasih udah bantuin aku tadi.”
Sikap Dipta seketika membuat Kaira tersipu malu. Terlebih, wanita itu kembali membayangkan Dipta yang sebelumnya tiba-tiba muncul, menghadangnya dari pukulan Bayu. Kaira tak menyangka, pria yang baru dikenalnya beberapa hari itu memiliki garis wajah yang tegas dan juga otot yang kekar.
“Mantan kamu tadi benar-benar gila. Sakit jiwa itu orang! Beraninya sama perempuan!” luap Dipta merasa dongkol sendiri jika mengingat kejadian di rumah Bayu. Kalau bukan karena Kaira tadi mencegahnya, sepertinya ia sudah adu jotos dan memberikan pelajaran kepada calon suaminya itu.
Kaira justru terkekeh kecil ketika melihat ekspresi kesal dari Dipta. Bagi Kaira, Dipta terlihat lucu ketika sedang misuh-misuh seperti ini. Padahal saat Kaira mengenal Dipta pertama kali, Dipta sangat terlihat kalem.
Merasa ada yang aneh, Dipta melirik ke arah istrinya, Kaira, yang justru langsung diam seketika.
“Kamu kenapa ketawa?”
“Gapapa, kamu lucu.”
“Lucu?” Dipta mengerutkan kening heran saat Kaira berkomentar seperti itu. Padahal dirinya sedang marah bukan ngelawak, tapi kenapa dinilai lucu oleh Kaira.
“Orang kayak kamu ternyata bisa marah juga, ya.”
“Lha, aku manusia biasa, Kai. Siapapun yang ngadepin titisan dajal kayak mereka juga bakalan kesel.”
“Hahaha, udah jangan ngelawak terus, Mas. Aku capek ketawa terus.”
Kini, Dipta merasa lega saat Kaira sudah bisa tersenyum. Meski Dipta sendiri kurang paham apa yang membuat wanita itu tersenyum. Setidaknya, rasa sakit dan sedih wanita itu pelan-pelan hilang.
Kaira pun kini merasa bingung sekaligus canggung saat kondisi diam-diaman seperti ini. Hingga, Dipta mengajak Kaira turun dari mobil.
“Mulai sekarang kamu bisa tinggal di sini sama aku,” kata Dipta penuh perhatian.
“Tapi, Mas, aku takut ngerepotin kamu nanti.”
“Ngerepotin apa? Selama jadi istri, kamu itu tanggung jawabku.”
Ucapan Dipta barusan membuat Kaira terpana sendiri. Tidak pernah menyangka jika pria ini memang benar-benar bertanggung jawab atas dirinya. Padahal, bisa dikatakan jika pernikahan yang terjadi adalah sebuah paksaan, tidak ada cinta sama sekali di antara keduanya.
Melihat keseriusan dari Dipta yang menawarkan untuk hidup bersama dalam satu atap, Kaira akhirnya tidak bisa menolak. Pria itu kini sudah membawa Kaira masuk ke dalam unit apartemennya.
Satu hal yang membuat Kaira merasa bingung sendiri saat ini, Dipta adalah seorang sopir, tapi kenapa bisa mampu membayar sewa apartemen yang dibilang cukup mahal. Sedangkan kehidupan di ibu kota sangatlah keras.
“Kamu tinggal sendirian?” Kaira mencoba membuka obrolan meski pandangan matanya terus mengarah ke hal lain. Ia terus menelusuri setiap inci dari sudut tempat tinggal suaminya. Terlebih desain interior dari apartemen ini didominasi warna abu-abu, dengan tambahan beberapa hiasan dinding berwarna putih yang membuat kesan elegan dan maskulin.
“Hm.” Dipta sibuk membereskan bantal sofa yang cukup berantakan. Kaira yang melihat Dipta sibuk, akhirnya berinisiatif ingin membantu.
Selesai membereskan bantal sofa menjadi rapi, keduanya duduk dengan suasana sama-sama masih canggung. Terlebih banyak sekali hal yang ingin Kaira tanyakan kepada Dipta, namun Kaira merasa segan.
Melihat raut wajah Kaira yang tampak gelisah membuat Dipta penasaran. “Kenapa, Kaira?”
“Mas, kalau memang Mas Dipta hanya seorang sopir, bagaimana Mas bisa tinggal di tempat seperti ini?”
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y