“Maaf sebelumnya, Mas, apa gaji Mas Dipta cukup untuk membayar tempat mewah seperti ini?”
“Jadi ini yang ingin kamu tanyakan?” Dipta hanya tersenyum kecil setelah mendengar pertanyaan Kaira.
Pria itu pun berdiri dari posisi duduknya, ia berjalan mendekati jendela apartemennya untuk melihat pemandangan di luar sana yang menampilkan gedung pencakar langit.
Dirasa cukup lama tidak dijawab, Kaira ikut berdiri dan berjalan ke arah Dipta, berdiri di belakang tubuh suaminya yang memiliki bentuk dada yang lebar serta perut rata.
“Maaf kalau pertanyaanku barusan lancang, Mas,” lirih Kaira sambil menundukkan kepalanya tidak enak, sepertinya ia sudah tidak sopan kepada Dipta.
Mendengar ucapan Kaira, membuat Dipta berputar badan menatap tubuh kecil istrinya. “Ini apartemen milik bosku dulu. Dia lagi balik ke Korea untuk sementara waktu. Dia juga yang menyuruhku untuk tinggal di sini selama dia di Korea.”
Kaira mengangguk-angguk kecil, merasa bersyukur karena suaminya memiliki mantan bos yang baik hati. Sebetulnya, Kaira ingin bertanya lebih mengenai alasan Dipta yang kini justru bekerja di perusahaan yang sama dengan mantan calon suaminya, namun, wanita itu resah jika terkesan begitu lancang kepada pria yang baru dikenalnya selama beberapa hari itu.
Entah kenapa, mengingat Bayu mejadi keresahan Kaira tersendiri. Terlebih mereka satu kantor, yang membuat Bayu bisa bersikap dan bertindak seenaknya kepada Dipta nanti.
“Kenapa kamu justru terlihat murung?” tanya Dipta terus memperhatikan ekspresi wajah Kaira yang gampang sekali berubah-ubah saat ini.
“Aku takut, Mas.”
“Takut kenapa?”
“Takut kalau Mas Bayu berbuat macam-macam sama kamu di kantor. Apalagi dia benci banget sama aku, sudah pasti dia bakalan dendam sama kamu juga nanti. Aku benar-benar sungguh minta maaf, Mas. Aku nggak tahu kalau efeknya bakalan kayak gini,” luap Kaira atas kesukarannya sejak tadi.
“Kamu gak usah khawatir, aku akan hadapi itu.”
“Tapi jabatan dia tinggi di kantor. Aku takut dia bakalan memprovokasi ke lainnya untuk menindas kamu.”
Tak pernah disangka dan duga respon yang didapatkan oleh Kaira atas kekhawatirannya ini. Dipta justru terlihat santai, yang membuat Kaira tidak habis pikir. Bahkan pria itu kini sudah mengusapi puncak kepalanya begitu lembut, yang membuat Kaira merasa deg-degan sendiri. Apalagi Dipta kembali melakukan interaksi yang cukup berani kepadanya.
“Kamu pokoknya tenang aja. Selama kamu menjadi istri aku, apapun masalahmu menjadi masalahku juga.”
***
“Kamu kerja sampai hari ini saja, Kaira. Kontrak kamu tidak bisa dilanjutkan.” Ucapan dari atasannya membuat Kaira terkejut dan kehabisan kata-kata. Seolah, inilah jawaban mengapa hatinya merasa tidak tenang selama perjalanan menuju ke kantornya hari ini.
“Tapi salah saya apa, Bu!?” tanya Kaira tidak mengerti dengan alasan yang diberikan, terlebih dirinya dipecat secara mendadak seperti ini.
Tidak bisa melawan lebih banyak lagi, kecewa dengan keputusan sepihak, Kaira memilih pergi dari tempat dirinya mencari nafkah. Kaira menatap bangunan berlantai dua itu dengan tatapan sendu, kedua bola matanya bahkan sudah digenangi oleh air yang hampir saja luruh jika wanita itu mengedip sekali saja.
“Semua ini pasti gara-gara Mas Bayu!” pekik Kaira dibarengi air matanya yang luruh membasahi pipinya yang mulus.
Wanita itu benar-benar merasa jengkel karena jalan mencari rejekinya diputus. Sebetulnya, dia sangat ingin berbuat nekat dengan mendatangi kantor di mana Bayu bekerja. Namun, di sini lain, dia khawatir jika sikapnya akan berpengaruh buruk kepada Dipta, sehingga dia tak punya pilihan lain selain pulang ke tempat ia bersinggah.
“Kaira! Kamu kenapa?”
Teriakan Dipta mengejutkan Kaira yang baru saja melangkah masuk ke apartemen suaminya. Wanita itu tak menyangka Dipta masih belum bergegas pergi, sehingga Kaira terpaksa harus menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan wajahnya yang penuh dengan air mata.
Tersadar apa yang terjadi, Dipta pun berjalan cepat menghampiri istrinya yang masih berdiam diri di pintu masuk. Tak banyak berbicara, pria itu pun langsung merengkuh Kaira ke dalam pelukannya. Tangannya menepuk-nepuk pundak Kaira dengan perlahan.
Perlakuan Dipta membuat Kaira tak kuasa untuk menahan kembali air matanya, “Aku dipecat, Mas.”
Melihat istrinya begitu sedih, Dipta langsung menggenggam telapak tangan Kaira kuat. Namun, pria itu mencoba tetap tenang, memberikan waktu agar istrinya bisa puas menangis.
“Maafkan aku, Mas. Kalau aku dipecat seperti ini, sepertinya aku nggak bisa bayar kompensasi ke kamu karena sudah membantu masalahku ini,” rancau Kaira di sela-sela tangisnya.
“Kamu ngomong apa, sih?”
Kaira mendongakkan kepalanya, menatap Dipta yang tengah menjulang tinggi di depannya.
Saat ini Kaira benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, yang pasti dirinya seperti habis jatuh ketimpa tangga. Sudah gagal menikah karena diselingkuhi, dihina oleh mantan calon mertua, kini justru dipecat dari pekerjaan.
“Bagaimanapun aku sudah pernah janji sama diriku sendiri kalau aku bakalan bayar jasa kamu yang mau menikah denganku secara tiba-tiba, dan juga membantuku. Tapi nyatanya sekarang aku kehilangan pekerjaan.”
Merasa jika bukan pria bayaran, Dipta sedikit tersinggung dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Kaira. Kaira yang melihat Dipta diam saja justru kembali berpikir jika pria di depannya ini merasa kecewa karena ia tidak bisa menepati janji untuk membayarnya.
Kaira mencoba berdiri yang membuat posisi keduanya benar-benar sangat dekat bahkan intim. Kaira mencoba melihat raut wajah suaminya yang tengah menahan kesal.
“Kamu marah karena aku tidak bisa menepati janji untuk membayar?”
Tidak ingin lepas kendali, Dipta mencoba memalingkan wajah ke samping. Apalagi sejak tadi, Dipta, mencoba menahan diri karena embusan napas Kaira mengenai area lehernya, yang membuat gejolak pria normal terasa bangkit.
Lain hal dengan Kaira yang menganggap jika Dipta sangatlah marah, membuat hati Kaira semakin tidak enak sudah menyeret Dipta ke dalam pusaran masalah hidupnya.
“Aku minta maaf karena—“ Belum menyelesaikan kata-katanya, Kaira terkejut ketika Dipta tiba-tiba sudah mendaratkan bibirnya. Hal ini membuat Kaira terbengong, tidak bisa berpikir.
“Aku bukan pria bayaran, Kaira!” geram Dipta di sela-sela ciumannya. “Jika hari ini kamu dipecat dari pekerjaan, maka aku akan melakukan hal yang sama untuk Bayu, dia akan segera dipecat dari pekerjaannya!” janji Dipta kepada Kaira.
“Mmh—” Erangan serta tangan Kaira yang berusaha mendorongnya dengan kuat seketika membuat Dipta tersadar apa yang baru saja dilakukannya. Pria itu pun dengan cepat melepaskan ciuman dalamnya. “Ehm, mm— maaf, Kaira. Aku—” ucap Dipta terbata-bata, merasa panik sehingga pria itu tak tahu apa yang harus dilakukannya.Kaira pun merasakan hal yang sama. Malu, dan panik bercampur menjadi satu. Pasalnya, sejak pernikahan mendadak keduanya dari beberapa hari yang lalu, itu adalah sentuhan pertama yang diinisiasikan oleh Dipta. Dan anehnya, Kaira tidak merasa keberatan. Namun, hal yang paling tak bisa Dipta lupakan adalah semburat merah di wajah istrinya. Pria itu mengakui, bahwa Kaira memang cantik sejak pertama kali keduanya bertemu. Namun, malam itu, wajah Kaira terlihat lebih … sempurna. “Heh! Sopir!” Teriakan dengan nada yang familier memecahkan lamunan Dipta yang baru saja tiba di kantornya. Pria itu sengaja datang lebih pagi dari biasanya demi menemui Bayu, namun, siapa sangka just
"Tadi kira-kira jawabnya udah bener nggak, ya," gumam Kaira sambil terus berjalan keluar kantor Golden Grup.Rasa pesimis mulai Kaira rasakan kembali, mengingat beberapa menit yang lalu kala proses wawancaranya dengan pihak Golden Group berlangsung. Pasalnya, meskipun dirinya telah berlatih sebaik mungkin, tetap saja Kaira merasa gugup sehingga beberapa kali dia menjawab pertanyaan dengan terbata-bata.Merasa tak percaya diri, Kaira pun terpaksa menurunkan ekspektasinya. Dalam hatinya, wanita itu bahkan sudah merasa sangat bersyukur dengan kesempatan untuk bisa lolos sampai ke tahap interview di salah satu perusahaan bergengsi yang masuk ke dalam big three company tersebut. Bagi Kaira, ini merupakan pencapaian yang luar biasa untuknya.
"Oh! Maaf, Pak, saya akan segera ke sana." Kaira tersenyum manis sambil sedikit membungkukkan tubuhnya di depan Wisnu.Kaira memperhatikan Bayu yang berdiri di depannya kini terlihat pucat pasi, apalagi tatapan Wisnu terhadap pria itu sangat mengintimidasi. Ada kepuasan di hati Kaira melihat Bayu tak berkutik."Mari kita ke ruang meeting, Bu Kaira," ajak Wisnu mempersilakan Kaira untuk berjalan terlebih dahulu di depannya.Diperlakukan begitu baik oleh orang nomor satu di kantor Archery Grup membuat Kaira sangat bangga. Ia berjalan melewati Bayu yang masih menatap dengan ekspresi kebingungan.Bayu merasa jengkel ketika Pak Wisnu lebih perhatian kepada Kaira dibanding dirinya. Lagipula apa istimewanya wanita itu? Apa jangan-jangan mantan kekasihnya sekarang menjadi simpanan Pak Wisnu? Jika memang benar, ia harus segera melaporkan hal ini kepada istri Pak Wisnu.Melihat kebaikan bosnya kepada Kaira membuat Bayu merasa gusar. Ingin rasa
“Suka?” Kaira mengerutkan kening bingung saat mendapatkan pertanyaan random seperti ini. Kenapa bisa Dipta berpikir seperti itu.“Ya, suka sama Bagas. Soalnya kamu ngebahas dia terus.”Kaira menahan tawanya ketika sikap Dipta sangat aneh. Entah kenapa kedua pria ini sikapnya aneh-aneh.Dipta bahkan mendengkus kasar saat melirik ke arah Kaira yang tengah menahan tawanya. Ia kesal ketika Kaira tidak peka sama sekali terhadap dirinya.Sampai akhirnya perjalanan mereka pun sampai di apartemen. Dipta yang tengah cemburu langsung saja keluar mobil dan berjalan terlebih dahulu tanpa menunggu Kaira yang masih tertinggal di dalam mobil dengan tatapan bingungnya.“Mas Dipta, tunggu!” seru Kaira saat Dipta menutup pintu mobil cukup kencang. Buru-buru Kaira menyusul keluar dan berdiri di samping suaminya. “Mas Dipta kenapa, sih?” tanya Kaira dengan wajah polosnya.“Gapapa, aku cuma laper,” jawa
“Ka-kalian siapa!?” teriak Bayu ketika melihat banyak orang berpakaian serba hitam keluar dari dalam pagar rumahnya.Tidak mendapat sahutan, Bayu memukul salah satu dari mereka dengan brutal yang justru mengakibatkan keributan kembali. Bayu yang kalah jumlah langsung dipegang kedua tangannya oleh mereka.“Bajingan! Siapa yang menyuruh kalian, ha!?” tanya Bayu sambil menatap tajam, bahkan meludahi orang di depannya meski tidak kena sama sekali.Belum sampai memberikan pukulan kepada Bayu, mendadak Widya keluar sambil berteriak kencang meminta tolong yang membuat para orang berpakaian hitam segera melepaskan Bayu dan segera pergi dari sana.Bayu yang sudah bebas dari cekalan orang tak dikenal, langsung berjalan menghampiri Widya yang terlihat acak-acakan.“Bu, mereka siapa!?”Widya hanya bisa menggeleng saja sebagai jawaban. “Tidak tahu, kayaknya orang suruhan Kaira,” ceplos Widya ngasal.
“Siapa yang dipecat? Saya tidak memecat kamu, Kaira.” Bagas buru-buru berdiri dari kursi kebesarannya, berjalan menuju ke arah Kaira yang masih terisak pelan. Bagas takut kalau 'pria itu' akan kembali mengomelinya lagi jika tahu. Bagas sedikit ragu ketika akan memegang kedua bahu milik Kaira. Akan tetapi dia merasa iba melihat wanita menangis. “Ta—tapi kenapa ada orang lain yang duduk di kursi kerja saya, Pak?” tanya Kaira sambil mendongak ke atas, menatap wajah Bagas yang tengah berdiri tepat di depannya. Bingung ingin menjawab apa membuat Bagas berdeham kecil yang justru menyadarkan posisi berdirinya yang terlalu dekat. Bagas bahkan melepaskan kedua telapak tangannya yang sejak tadi berada di atas bahu milik Kaira. Tidak mau dicap pengkhianat oleh sahabatnya sendiri, Bagas kini berjalan menuju ke arah sofa, duduk dengan posisi kaki menyilang. “Dia akan membantu pekerjaan kamu nantinya. Sepertinya saya butuh dua sekretaris karena kamu
“Kamu benar-benar gila, Mas!”“Ya! Aku gila karenamu, Kaira!” balas Bayu dengan suara yang tak kalah kencangnya, bahkan terkesan begitu membentak.Air mata yang sudah Kaira tahan sejak tadi kini mulai luruh melewati pipi mulusnya. Bayu yang memang fokus menyetir menyempatkan melirik sekilas ke arah Kaira.“Gak usah sok sedih gitu, lagian aku nggak bakal kasihan juga sama kamu!” komentar Bayu ketika tidak suka melihat Kaira menangis. “Muka aja sok polos tapi ternyata hatimu jahat!” lanjutnya menyalahkan Kaira.Kaira tidak menanggapi ucapan Bayu yang terus saja berkomentar jahat tentang dirinya. Sampai akhirnya ponsel milik Kaira yang berada di dalam tas berdering hebat yang membuat wanita itu segera mengambilnya.Saat baru melihat layar ponselnya, hape itu sudah direbut paksa oleh Bayu. Kaira melirik dan mendengkus kasar.“Kembalikan ponselku, Mas!” pinta Kaira sambil terus mencoba m
“Jangan lakukan itu kepadaku!” teriak Kaira lantang ketika Bayu ingin mencumbunya paksa, namun suara ponsel Bayu menghentikan aksi bejatnya itu.Melihat nama yang menelepon membuat Bayu sedikit menunda keinginannya untuk menodai Kaira, karena sudah pasti ada berita penting jika ‘orang itu’ menelepon.“Ya, halo.”“Kasus korupsimu sedang diselidik oleh direktur keuangan, sebaiknya kau cepat ke sini!”Bayu menggeram kesal karena rencana untuk meniduri Kaira harus ditunda. Pria itu melirik Kaira yang sudah tak berdaya di depannya akibat tamparan bertubi-tubinya barusan.Tahu jika Kaira tidak akan kabur, Bayu kini berjalan menjauh untuk membicarakan hal penting ini.Lain hal dengan Kaira yang melihat kesempatan seperti ini justru digunakan untuk segera melarikan diri, namun aksinya diketahui oleh Bayu.“Mau lari ke mana, ha!?” teriak Bayu menggeram kesal.***“Apa!? Sudah pulang sejak pukul empat sore!?”Dipta terkejut kala mendapat kabar jika Kaira sudah pulang sejak sore tadi. Ia memijat