Share

Chapter 3 - Keributan Di Hari Bahagia

“Batal!? Apa maksudmu!?”                     

Jeritan Bayu, pria yang seharusnya menjadi pasangannya di acara pelaminan besok, mengejutkan semua orang yang ada di ruangan. Namun, Kaira mengacuhkannya, wanita itu justru mengambil ponsel miliknya di dalam tas, dan memainkan sebuah video.

“Ah!” 

Tiba-tiba, suara desahan dari video tersebut memenuhi ruangan, membuat orang-orang semakin penasaran.

“Tubuhmu membuatku candu, Melodi.” Nada suara khas, belum lagi erangan yang saling bersahutan, membuat Bayu tak bisa berkutik.

Suara video yang sedang berputar itu bahkan terdengar jelas oleh Wijaya bahkan Widya, pasangan paruh baya yang seharusnya menjadi calon mertuanya, yang kini sudah menatapnya dengan tatapan membunuh.

Kaira yang melihat reaksi semua orang hanya mendecih kecil saja. Terlebih melihat ekspresi Bayu yang mendadak pucat pasi.

“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, sayang,” ucap Bayu mencoba membela diri meski sudah tertangkap basah oleh Kaira. Kaira menggelengkan kepalanya pelan, tidak menyangka kalau Bayu masih saja mengelak.

“Tidak seperti yang aku pikirkan? Jelas-jelas kamu sengaja selingkuh di belakangku, Bayu! Kamu bahkan tega menggunakan ranjang itu untuk berzina! Ranjang yang seharusnya menjadi saksi malam pertama kita!”

Kaira sedikit memundurkan langkah kakinya ketika Bayu semakin mendekatinya. Bahkan, pria itu berani memegangi sebelah lengan Kaira dengan kuat sambil menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bersalah. Kaira yang sudah tahu dan muak dengan semua ini lantas menepis kuat cengkeraman lengan itu.

“Melodi yang merayuku, Kaira! Aku sudah menolaknya!”

“Tapi aku tidak bisa menikah dengan pria tukang selingkuh seperti kamu, Bayu!”

“Kaira, aku minta maaf sayang. Aku benar-benar khilaf. Kamu percaya sama aku, ‘kan?” rayu Bayu penuh permohonan.

Kaira menggeleng dengan tegas, tak ingin percaya segala omongan buaya yang ada di hadapannya. Wanita itu menatap nanar Bayu dari ujung rambut hingga bawah, tidak pernah menyangka bisa mencintai pria seperti ini. Pria yang sudah tega menyakiti hatinya.

“Selama ini aku sudah setia mengabdi kepadamu, Mas. Tapi mengapa ini balasannya!?” luap Kaira penuh kekecewaan.

“Aku tidak sengaja melakukan itu, Kaira,” balas Bayu dengan nada suara memohon. Kaira bahkan terkejut ketika Bayu mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat, mencoba menahannya untuk tidak pergi.

“Lepas!”

“Gak! Aku enggak akan melepaskan ini sebelum kamu maafin aku.”

Kaira mengerahkan segala tenaganya untuk berusaha lepas dari cengkeraman. Tepat ketika dia berhasil bebas dan melangkahkan kakinya untuk bergegas, tubuh ramping Widya tiba-tiba menghadangnya.

“Benar-benar perempuan tidak tahu diri! Beraninya kamu membatalkan di saat pernikahan akan dilakukan besok!” maki Widya dengan nada penuh emosi. Mantan calon ibu mertuanya itu tak terima menyaksikan anaknya harus mengemis maaf kepada Kaira. 

“Andai Ibu melakukan sesuatu kemarin, mungkin aku tidak akan seperti ini.”

“Bedebah kamu, Kaira!” Widya melirik ke arah Bayu yang masih saja bersimpuh. “Sudahlah, Bayu! Untuk apa kamu mengemis cinta kepada perempuan bodoh ini, tidak sepadan dengan kamu!” titah Widya dengan tegas.

Kaira masih diam di tempat meski kini Widya sudah semakin maju melangkah mendekatinya. Kedua bola mata tuanya bahkan melototinya tajam.

“Pede banget kamu, batalin pernikahan dengan Bayu. Memangnya, kamu yakin ada lagi pria yang mau menerima kamu yang cuma sebatas guru honorer?” ucap Widya sembari tertawa kecil, merendahkan Kaira sambil menunjuk-nunjuk wajahnya dengan jari telunjuk.

Ucapan mantan calon mertuanya itu seketika membuat manik cokelat Kaira mulai berlinang air mata. Seolah pembelaannya terhadap anaknya sehari yang lalu belum cukup, kini wanita itu semakin merendahkan Kaira dengan kalimatnya yang menyakitkan.

“Aku memang cuma guru honorer, tapi aku gak akan tidur sama temanku sendiri, Bu!” 

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kaira, membuat wajahnya seketika memerah dan perih. Dengan itu, Kaira pun tak ingin konfrontasi lebih lama. 

“Pria yang mau menerimaku? Apa yang akan Ibu lakukan kalau aku sudah memilikinya?” ucap Kaira sembari memegang pipinya yang masih terasa perih.  

“Apa maksudmu, Kaira?” Tiba-tiba, Bayu berdiri di sampingnya, memegang bahu Kaira dengan tatapan nanarnya.

“Aku sudah punya pria penggantimu, Mas Bayu. Dan tentu saja, dia lebih baik darimu!”

Kaira bergegas, mencari pria yang bisa menjadi jalan keluarnya. Dalam hati, Kaira sudah tak sanggup menahan segala hinaan dari keluarga yang seharusnya menjadi besannya, namun Kaira tetap memiliki tekad untuk membuktikan bahwa dia tak akan goyah. Wanita itu pun berlari, meninggalkan keluarga Wijaya yang masih menatapnya nyalang.

“Heh! Mau ke mana kamu!?”

Tak menghiraukan panggilan mantan calon mertuanya, Kaira bergegas meninggalkan ruang utama rumah itu.

“Mas Dipta!”

Dipta yang sedari tadi hanya mengamati berbagai macam tanaman di halaman depan kediaman Wijaya dikejutkan oleh Kaira yang berlari ke arahnya dengan napas tersengal-sengal.

“Kamu kenapa, Kaira? Hati-hati, nanti terjatuh,” ucapnya, khawatir jika wanita yang kini telah sah menjadi istrinya terluka.

“Bantu aku, Mas,” rengek Kaira, menatap Dipta nanar. Tiba-tiba, benteng pertahanan air matanya runtuh kala dia sampai di hadapan sang suami. 

Dipta yang menyaksikan istrinya menangis langsung memeluknya, beberapa kali mengusap kepalanya, berusaha membuat Kaira tenang. 

“Iya, saya akan bantu, Kaira. Tapi, kenapa pipimu merah? Kamu sakit?” tanya Dipta.

Kaira tak menjawab pertanyaan suaminya, dia hanya menarik pergelangan tangan Dipta, kakinya melangkah masuk kembali ke rumah yang dulu sering dia kunjungi.

Tak lama setelah Kaira masuk Kembali ke ruang utama, semua orang tiba-tiba berhenti bicara, netra tertuju ke arah Kaira dan pria yang berdiri di sampingnya. 

“Ngapain kamu balik lagi?” tanya Widya, menunjukkan ekspresi tidak suka.

“Kata siapa tak ada pria yang mau menerimaku karena aku hanyalah guru honorer?” ucap Kaira, berusaha tak melepaskan tatapannya dari Widya, “Perkenalkan, Bu, Pak, Mas Bayu, ini Dipta, suamiku.” 

Seketika, udara di sekitar ruangan tersebut terasa mencekik. Apa yang baru saja diumumkan oleh Kaira membuat manik semua orang membulat, terlebih mantan calon mertuanya, dan mantan calon suaminya.

“Apa!?” sahut Widya, Wijaya, dan Bayu secara bersamaan. 

“Cih, kamu memang munafik, Kaira. Kemarin ceramahin saya tentang zina, sekarang malah kamu yang kelakukannya seperti jalang.” Widya kembali menghina Kaira, mengeluarkan kata-katanya yang bagaikan peluru di hati Kaira.

Belum selesai berurusan dengan Bu Widya, netra Kaira menangkap Bayu yang kini berjalan cepat ke arahnya. Ketika pria itu sudah berada persis di depannya, Bayu mengangkat tinggi-tinggi tangannya.

Kaira langsung memejamkan matanya, menyiapkan diri untuk sebuah tamparan keras lagi di pipinya. Namun, setelah beberapa detik, tamparan itu tak kunjung sampai di pipinya. Wanita itu pun membuka matanya, dan terkejut menyaksikan punggung Dipta yang kini persis di depannya. Tangan pria itu menahan pergelangan tangan Bayu dengan kuat.

“Main tangan kok sama perempuan?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Titi Qodariah
bayu..bayu ngaku ny drayu..padahal pengen..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status