Share

Bab 8. Pertemuan Keluarga

Penulis: Anggrek Bulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-10 20:40:12

Jam sudah menunjukan pukul dua siang lewat lima belas menit. Citra berjalan dengan cepat menyusuri lorong kampusnya dan menuju ke arah parkiran mobil. Dia tidak enak karena telah membuat Raka menunggu cukup lama.

Seharusnya jadwal kuliahnya sudah selesai satu jam yang lalu, namun tiba-tiba ia dipanggil oleh dosen pembimbing skripsi untuk membahas sejauh mana proses skripsinya telah berlangsung.

Dan karena itu pula, Citra juga tidak bisa mengabari Raka karena tidak bisa membuka ponselnya di depan dosen. Pikirannya jadi kembali teringat betapa Raka semalam terlihat tidak suka, saat tidak diberi kabar.

Mata Citra langsung melihat pada sedan hitam yang terparkir dan segera menghampirinya. Citra mengintip sedikit melalui kaca dan mendapati Raka berada di dalam mobil. Tangannya mengetuk pelan, membuat Raka akhirnya menoleh kepadanya dan membuka kunci mobil.

“Maaf, aku terlambat, Mas, tadi ada bimbingan skripsi mendadak,” Citra mengucapkannya sesaat ketika membuka pintu mobil dan duduk.

Raka tidak menjawab dan hanya memberikan selembar tissue untuk Citra. Gadis itu mengambilnya dan mengelap keringat di wajahnya.

Kemudian Raka melajukan mobilnya, menuju rumah Bramantyo.

Sesampainya di sana, Citra dan Raka langsung memasuki ruang tengah dan mendapati keluarga Arga telah hadir dan berkumpul.

Citra menyadari raut wajah tidak senang dari semua orang yang ada di sana, terkecuali Kakek Bramantyo ketika melihat kehadirannya dan Raka.

“Sungguh tidak sopan sekali, membuat orang yang lebih tua menunggu lama di pertemuan keluarga,” ibu Arga mendelik tidak senang.

Sedangkan Nadya duduk dengan senyum penuh sinis di samping Arga, yang terlihat acuh tak acuh seperti biasanya.

Bramantyo duduk di kursi utama dengan ekspresi serius, "Baiklah, karena semuanya sudah berkumpul. Ada hal penting yang ingin Kakek bahas," suaranya terdengar tenang namun penuh wibawa.

Kakek Bramantyo lanjut bicara, "Pernikahan Nadya dan Arga akan segera dilangsungkan. Namun, Kakek ingin ini dilakukan secara diam-diam. Tanpa pesta mewah, tanpa publikasi."

Tatapan Nadya langsung berubah masam, meskipun dia berusaha menutupinya. Dia selalu membayangkan pernikahan megah, yang lebih besar dan lebih mewah dari pernikahan Citra. Yang akan membuatnya dielukan banyak orang. Yang akan diliput oleh semua media di negara ini. Namun, rencana Kakek jelas merusak impiannya.

"Tapi, Kek ..." Nadya membuka mulut, tapi Kakek langsung mengangkat tangannya, menandakan tidak ada diskusi lebih lanjut.

"Keputusan Kakek sudah bulat. Ini demi kebaikan keluarga. Kita tidak perlu menjadi sorotan media atau membuat spekulasi orang luar. Terutama karena kamu sudah hamil lebih dulu!"

Seakan sudah bisa membaca apa yang ada di otak Citra, Kakek Bramantyo pun berkata dengan tegas.

Meskipun bagi Arga pernikahan ini hanyalah formalitas, karena sejak awal dirinya tidak pernah cinta pada Nadya, dan hanya tergoda pada tubuhnya saja. Bahkan kini Arga merasa kesal karena menganggap Nadya merusak rencananya untuk mengambil hati Kakek lewat Citra.

Namun, jelas Arga juga merasa tidak puas mendengar keputusan Kakeknya. Dirinya adalah pewaris, bagaimana mungkin pernikahannya malah jauh lebih buruk dibandingkan pernikahan cucu terbuang.

Arga mengepalkan kedua tangannya. Semakin merasa cemas, bahwa Raka akan semakin mengambil posisinya.

Andi juga nampak tak puas, “Pa, bagaimanapun ini adalah pernikahan Arga. Tidak mungkin tidak dirayakan dengan megah.”

Bramantyo menatap tajam Andi, “Apa kamu mau membiarkan Arga mempermalukan keluarga kita lagi?”

Mendengar hal itu, tentu tak ada yang kembali berani membantah lagi keputusan yang telah dibuat oleh sang kepala keluarga. Karena semua keputusan itu berlaku mutlak.

"Raka, ikut denganku."

Setelah perbincangan singkat itu, Kakek memanggil Raka untuk berbicara di ruang kerjanya secara pribadi.

Langkah Raka diikuti oleh tatapan penuh curiga dari orangtua Arga, terutama ayahnya yang tampak tidak senang dengan perlakuan istimewa yang diberikan kepada Raka.

Dan, hal itu juga sontak semakin membuat Arga menjadi cemas dan bertanya-tanya apa yang ingin Kakeknya sampaikan pada Raka, sehingga mereka hanya berbicara berdua saja.

"Ada apa ini? Kenapa Papa ingin berbicara berdua dengan Raka?" bisik ibu Arga kepada suaminya.

"Aku juga tidak tahu, tapi jelas kita harus berhati-hati," jawab Andi yang kini mengalihkan perhatiannya pada Arga, “Jangan sampai melakukan kesalahan lagi, kalau kamu tidak mau digantikan oleh Raka, dengar?”

Arga mengangguk mendengar ucapan tegas Ayahnya.

‘Akan aku buktikan bahwa Bang Raka selamanya hanya akan jadi cucu terbuang!’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Simah Sitepu
kamu jahat banget Arga,kamu gak bakalan jadi pewaris tahta kerajaan karena kamu gak tau diri.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Awal dari Kebahagiaan

    Awal dari Kebahagiaan"Mama, kapan adik bayinya lahir?" suara Aidan terdengar riang di ruang keluarga.Citra tersenyum, mengelus perutnya yang sudah besar. "Sebentar lagi, Sayang. Mungkin beberapa minggu lagi."Aidan mengangguk, lalu menoleh ke Raka yang sedang menyiapkan makanan ringan di dapur. "Papa, kalau adik bayi lahir, aku boleh main sama dia tiap hari?"Raka tertawa kecil, berjalan mendekati putranya. "Tentu saja, tapi kamu harus hati-hati. Adik bayi masih kecil dan butuh banyak istirahat."Citra menatap dua lelaki kesayangannya dengan perasaan penuh syukur. Setelah semua yang mereka lalui—pengkhianatan, konflik keluarga, ancaman, bahkan kehilangan—akhirnya mereka bisa sampai di titik ini. Kehidupan mereka kini jauh lebih damai.Pernikahan Sederhana NadyaDi tempat lain, Nadya berdiri di depan cermin, mengenakan kebaya putih sederhana. Matanya berbinar, campuran gugup dan bahagia."Kamu cantik sekali, Nadya," puji Citra yang berdiri di belakangnya.Nadya tersenyum malu. "Kak,

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 128 . Awal Baru

    Bab 128: Awal Baru"Nadya, aku di sini," ujar Raka lembut sambil menepuk pundak adik iparnya. Suaranya tenang, namun penuh kekhawatiran.Nadya duduk di kursi belakang mobil dengan tubuh gemetar. Ia memandang Raka dengan mata yang basah. "Terima kasih, Raka... kalau bukan karena kamu, aku mungkin..." Suaranya terputus oleh isak tangis."Sudah, jangan pikirkan itu lagi," potong Raka. "Yang penting sekarang kamu selamat. Kita akan bawa kamu pulang.""Aku nggak tahu apa aku bisa kembali," kata Nadya pelan. "Semua ini terlalu berat. Aku malu...""Nggak ada yang perlu kamu malu, Nadya," sahut Raka tegas. "Apa yang terjadi ini bukan salahmu. Kamu adalah korban."Di kursi depan, salah satu anggota tim keamanan berbalik. "Pak Raka, kita sebaiknya menuju tempat aman dulu sebelum membawa dia pulang. Gudang tadi mungkin masih diawasi anak buah Fajar."Raka mengangguk. "Benar. Kita ke tempat yang sudah disiapkan. Nadya butuh istirahat.""Aku... aku nggak ingin merepotkan," kata Nadya, suaranya ham

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 127. Misi Penyelamatan

    Bab 127: Misi Penyelamatan"Mas, aku harus ikut," tegas Citra sambil menatap suaminya. Ia berdiri dengan tangan terlipat, menunjukkan bahwa ia tidak akan menyerah begitu saja.Raka menghela napas panjang, meletakkan ponselnya di meja. "Citra, ini bukan ide yang bagus. Tempat itu berbahaya, dan kamu sedang hamil. Aku nggak akan ambil risiko.""Bahaya atau tidak, Nadya tetap keluargaku!" balas Citra dengan nada penuh emosi. "Aku nggak bisa duduk diam di rumah sementara kalian di luar sana mencarinya."Raka mendekat, menggenggam kedua tangan Citra. "Aku mengerti perasaanmu, tapi pikirkan bayi kita. Kamu sendiri bilang dia adalah prioritas utama. Kalau sesuatu terjadi padamu, aku nggak akan pernah bisa memaafkan diriku."Citra menggeleng, air mata mulai menggenang di matanya. "Tapi Mas ... aku nggak bisa tenang. Aku nggak tahu apa yang akan dilakukan Fajar pada Nadya. Aku takut dia dalam bahaya.""Itulah kenapa aku harus pergi. Bukan kamu," ujar Raka dengan lembut, mencoba menenangkan ist

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 126. Makin Memanas

    "Bu, aku ingin bicara!" suara Citra terdengar lantang dari ruang tamu, memecah keheningan malam itu.Anita, yang tengah duduk santai di sofa sambil menonton televisi, menoleh dengan ekspresi datar. "Oh, kamu akhirnya punya nyali, Citra?" balasnya sinis.Citra melangkah masuk, wajahnya tegang. Raka berdiri di belakangnya, mencoba memberi dukungan meskipun ia tahu ini bukan posisinya untuk ikut campur."Aku nggak tahan lagi dengan semua omonganmu tentang ibuku," Citra langsung memulai, tanpa basa-basi. "Kalau kamu punya sesuatu untuk disampaikan, katakan sekarang, di depanku."Anita menatap Citra dengan tatapan dingin. Ia mematikan televisi dan meletakkan remote di meja. "Baiklah," katanya sambil menyilangkan tangan di dada. "Kamu mau tahu kebenaran, kan? Kebenaran yang selalu kamu anggap sebagai kebohongan karena kamu nggak bisa terima kenyataan?""Kebenaran apa? Bahwa kamu yang menghancurkan keluarga kami?" sergah Citra dengan nada tajam.Anita tertawa kecil, getir. "Lucu sekali. Kamu

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   125: Perangkap yang Membelenggu

    "Fajar, aku nggak mau ikut campur urusan ini lagi," suara Nadya terdengar putus asa. Ia berdiri di sudut ruangan sempit yang mereka sewa, memeluk tubuhnya sendiri.Fajar, seorang pria bertubuh tegap dengan tatapan tajam, hanya mendengus sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kayu. "Kamu pikir kamu punya pilihan, Nadya?" tanyanya dengan nada dingin.Nadya menggigit bibir, menahan air mata yang hampir jatuh. "Aku cuma mau hidup tenang, Fajar. Aku nggak pernah setuju untuk jadi bagian dari ini."Fajar mendekat, langkahnya pelan tapi penuh tekanan. "Dengar, Nadya. Kamu pikir aku juga mau hidup seperti ini? Kita sama-sama nggak punya pilihan. Uang dari pekerjaan ini yang bikin kita bisa bertahan. Kalau kamu nggak mau ikut, ya sudah. Tapi jangan salahkan aku kalau kamu nanti kelaparan."Nadya memalingkan wajahnya. "Aku lebih baik pergi daripada terus terlibat dalam ini.""Pergi ke mana? Ke adikmu, Citra?" tanya Fajar sambil terkekeh. "Kamu pikir dia bisa terima kamu begitu saja setelah semua

  • Suami Penggantiku Ternyata Pewaris   Bab 124: Ancaman yang Mengintai

    "Mas, ini tidak mungkin terjadi... Kenapa ada foto kita di rumah sakit?" Citra memandang ponselnya dengan tangan gemetar.Raka yang sedang duduk di sebelahnya segera menoleh. "Tunjukkan padaku," katanya tegas. Citra menyerahkan ponselnya, dan Raka segera membaca pesan itu.Di layar, sebuah pesan teks anonim berbunyi:"Berhenti mencari, atau kalian akan menyesal."Di bawah pesan itu ada foto Citra dan Raka di depan rumah sakit tadi siang, jelas diambil dari jarak dekat."Sialan," gumam Raka, wajahnya langsung tegang. "Ini bukan ancaman biasa. Seseorang mengikuti kita.""Apa maksudnya berhenti mencari? Apakah ini ada hubungannya dengan Nadya?" tanya Citra, suaranya terdengar cemas.Raka menatapnya tajam. "Tentu saja ini tentang Nadya. Orang yang mengancam kita pasti tahu kita sedang mencoba menemukannya.""Tapi kenapa mereka mengincar kita? Apa salah kita, Mas?" Citra mulai terisak.Raka menarik napas panjang dan meraih tangan Citra. "Dengar, ini bukan salahmu. Kita cuma mencoba membant

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status