Beranda / Romansa / Suami Perkasa / Pelukan Yang Rapuh

Share

Pelukan Yang Rapuh

Penulis: Meri Nakashima
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-01 01:32:06

--

Air dari shower masih menetes pelan, seperti waktu yang enggan bergerak. Lampu kamar mandi berembun, membuat cahaya meredup, seolah malu menyentuh tubuh Sukma yang berdiri mematung di balik kaca buram. Tak ada musik, tak ada suara—hanya suara tetesan air yang jatuh ke lantai, lambat tapi pasti, menyisakan keheningan yang anehnya terasa berat.

Ia berdiri di sana, diam, membisu, seperti patung basah yang dilukis dengan bayangan luka.

Lingerie putih tipis membungkus tubuhnya yang setengah menggigil, transparan oleh air, menempel erat pada kulit seperti kabut yang enggan lepas dari tanah di pagi hari. Sutra lembut itu tak lagi memberi kehangatan. Hanya menyampaikan satu pesan—kerinduan yang tertinggal.

Sukma memeluk dirinya sendiri. Bukan karena dingin, tapi karena tubuhnya sendiri adalah satu-satunya pelukan yang masih bisa ia andalkan malam ini. Rambut panjangnya tergerai, acak-acakan, menjuntai lemas di punggung dan sebagian menempel di pipi serta lehernya yang basah. Wajahnya t
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Perkasa   Kamu Romantis

    Sup ayam jahe sudah habis. Carlos duduk bersandar dengan senyum malas puas seperti habis memenangkan pertandingan. “Oke,” katanya, menatap Sukma seolah menimbang sesuatu. “Aku nggak nyangka… ternyata mulut dan tangan kamu bisa bikin aku senyaman ini… meski bukan di versi yang aku pikir.” Sukma terkekeh. “Kamu memang butuh makan, bukan… yang lain-lain itu.” Carlos mengangkat alis. “Nggak bisa dipungkiri… dua-duanya penting.” Sukma berdiri, membereskan meja. “Kalau udah kenyang, ikut aku nonton film. Biar otak kamu yang penuh pikiran kotor itu, istirahat.” “Kalau duduknya di pangkuan kamu, aku setuju,” kata Carlos cepat. Sukma menatapnya tajam, tapi ujung bibirnya menahan senyum. “Dasar. Ya udah, ambil bantal. Pilih film sendiri.” Sofa L besar penuh bantal empuk. Sukma duduk di ujungnya, menarik selimut tipis ke kakinya. Carlos tanpa basa-basi rebah, mendarat di pahanya seperti memang itu hak milik pribadi. Tangannya memegang remot, tapi tangan satunya… malah mengelus paha Su

  • Suami Perkasa   Suapan Penuh Cinta

    Sukma berdiri di dapur apartemen mewah itu, masih dengan kaos oversize dan rambut diikat asal. Uap sup ayam jahe mengepul dari panci, memenuhi udara dengan aroma hangat dan sedikit pedas, menembus sampai meja makan. Di meja, Carlos bersandar malas, kemeja putihnya setengah terbuka, memperlihatkan dada bidang dan kulit yang seperti sengaja mengundang tatapan. Dia mengamati Sukma dengan pandangan yang terlalu lama untuk disebut wajar. “Sukma…” suaranya berat, rendah, seperti seseorang yang sedang menyimpan niat. “Kamu ingat kan, aku udah keluarin uang… dua puluh miliar, plus ongkos operasi hymenoplasti yang seharga motor sport itu.” Sukma hanya menoleh sekilas sambil mengaduk sup. “Hmm iya… terus?” “Terus…” Carlos menyipitkan mata, senyum miringnya muncul. “Kamu janji kasih imbalan. Dan karena… kondisi bawah kamu belum pulih total, aku pikir…” Ia merendahkan suaranya setengah oktaf. “Tangan sama mulut itu kan bisa berfungsi. nggak butuh masa pemulihan, kan?” Sukma mendengus.

  • Suami Perkasa   Ada Uang Abang Disayang

    Langit mulai berwarna biru muda di balik tirai vila yang belum sepenuhnya tertutup. Udara masih hangat sisa malam panjang itu, dan tubuh-tubuh yang saling bertumpuk di atas ranjang belum juga benar-benar terlelap. Carlos memandangi dua istrinya yang kini terbaring di kiri dan kanan. Ruby dengan rambut berantakan dan leher penuh bekas ciuman. Livia dengan nafas teratur tapi mata masih menyala, menatap Carlos seolah siap ronde lagi. Ia tersenyum kecil—senyum seorang pria yang tahu ia dimiliki dan memiliki. Perlahan, Carlos duduk. Tubuhnya masih telanjang, penuh tanda, penuh bukti. Ia meraih dompet kulit di meja samping. Lalu membuka kunci logam kecil di bagian dalam. Ada segepok uang tunai—nominal besar, lembaran baru. Carlos tak bicara apa-apa saat menyelipkan masing-masing setumpuk uang ke telapak tangan Ruby dan Livia. “Uang bulanan,” bisiknya singkat. “Lebih dari biasanya. Kalian berdua kerja lembur semalam.” Ruby terkekeh geli. “Gila… ini lebih dari cukup buat beli butik.

  • Suami Perkasa   Dulu Nolak Sekarang Nagih

    Carlos masih terengah ketika tangan Ruby mulai menyusuri perutnya, lembut tapi penuh arah. Livia, yang masih rebah di dadanya, ikut menoleh dan tersenyum kecil saat melihat tangan Ruby yang mulai nakal. "Aku kira kamu mau istirahat," bisik Livia, menggoda. Ruby membalas dengan lirikan penuh arti. “Istirahatnya cukup segitu. Sekarang gantian main bareng.” Carlos belum sepenuhnya pulih, tapi tubuhnya menjawab lebih dulu. Saat Ruby mulai mencium pangkal lehernya dari sisi kiri, Livia justru naik perlahan dari sisi kanan, menekan dada Carlos dengan tubuh hangatnya yang masih berkeringat. Gerakan mereka sinkron seperti orkestra malam yang sudah terlatih. Ruby naik ke atas, menunduk untuk menciumnya, kali ini lebih dalam, lebih penuh rasa. Bibir mereka bertaut lama, sementara Livia justru menelusuri bagian bawah tubuh Carlos dengan jemarinya yang dingin namun terlatih. Carlos hampir merintih lagi, tapi Ruby menahan bibirnya dengan jari telunjuk. "Diam. Sekarang bagian kita yang be

  • Suami Perkasa   Malam ini Giliranku

    Malam itu, udara vila terasa hangat dan berat. Lampu-lampu temaram menyinari ruangan bernuansa kayu yang elegan, dengan aroma melati menguar dari lilin aromaterapi di sudut kamar. Carlos baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, handuk melingkar di pinggang. Ia menatap tempat tidur besar yang sudah dipenuhi dua sosok berbeda: Ruby duduk bersandar dengan gaun tidur satin merah marun yang melorot dari bahu, sementara Livia berbaring santai dengan piyama tipis berwarna putih susu, satu kakinya ditekuk, terlihat seperti sedang menunggu giliran. Ruby lebih dulu bersuara. "Tadi malam keira, kan? Sekarang waktunya adil." Carlos tersenyum kecil. Ia tahu ini bukan sekadar soal giliran, tapi soal perasaan. Ruby memang cemburuan, tapi itulah yang membuatnya hidup dan penuh api. Ia menghampirinya duluan. "Kamu kelihatan seksi malam ini," ucap Carlos sambil mencium bahu Ruby, menciptakan jejak basah dari bibirnya ke tengkuk. Ruby mendesah pelan tapi belum sepenuhnya menyera

  • Suami Perkasa   Istri Pertama

    Keira baru saja selesai menyisir rambutnya ketika suara pintu kamar berderit pelan. Wangi Carlos langsung menguar begitu pintu terbuka—aroma kayu manis dan kulit, maskulin, hangat, menenangkan. Lelaki itu berdiri di ambang pintu dengan jaket hitam masih melekat di tubuhnya. Tatapan matanya lebih teduh dari biasanya, lebih lembut, seperti baru pulang bukan dari urusan bisnis, tapi dari perjalanan menemukan rindu. “Pulang,” ucap Keira, pelan, nyaris seperti bisikan, seolah takut suaranya akan memecah sesuatu yang magis. Carlos menutup pintu, lalu melangkah perlahan ke arahnya. Ia tidak langsung bicara. Hanya menarik napas panjang dan menatap Keira seperti sedang mencoba menghafal ulang detail wajah istrinya. Ada senyum tipis di bibirnya—bukan senyum lelah, tapi senyum yang mengandung sesuatu. Sesuatu yang manis. Sesuatu yang… penuh harap. “Kenapa lihat aku kayak baru pertama ketemu?” tanya Keira, menyembunyikan grogi dalam senyumnya. Carlos tak menjawab. Tangannya mengangkat dagu K

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status