Beranda / Romansa / Suami Perkasa / Tiga Perempuan Yang Mencintai

Share

Tiga Perempuan Yang Mencintai

Penulis: Meri Nakashima
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-31 16:08:36

Langit malam menyimpan dingin yang tak biasa, seolah tahu ada luka yang tengah merambat dalam diam. Di balkon belakang rumah utama, tiga perempuan duduk berdampingan. Tiga perempuan yang mencintai lelaki yang sama—Carlos.

Keira duduk di tengah. Rambutnya berantakan, matanya bengkak, dan jemarinya menggenggam secangkir teh yang sejak tadi tak disentuh. Rubi ada di sisi kiri, menyilangkan kaki sambil merokok, sementara Livia di kanan, diam menatap bintang, seperti biasa—penuh perhitungan.

“Dia tidur sama Callysta,” Keira membuka suara. Lirih. Retak. Tapi cukup untuk membuat dua pasang mata menoleh padanya.

Rubi berhenti mengepulkan asap. “Kapan?”

“Tadi siang. Di villa. Aku ke sana, tanpa kabar. Kupikir mau kasih kejutan.” Suara Keira makin kecil. “Ternyata aku yang dikasih kejutan.”

Livia tidak berkata apa-apa. Tapi tatapannya menajam.

“Dia gak menyangkal. Gak pernah minta maaf juga.” Keira menunduk. “Dia malah... malah nyuruh aku duduk, lalu malamnya dia kasih aku uang.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Perkasa   Dulu Nolak Sekarang Nagih

    Carlos masih terengah ketika tangan Ruby mulai menyusuri perutnya, lembut tapi penuh arah. Livia, yang masih rebah di dadanya, ikut menoleh dan tersenyum kecil saat melihat tangan Ruby yang mulai nakal. "Aku kira kamu mau istirahat," bisik Livia, menggoda. Ruby membalas dengan lirikan penuh arti. “Istirahatnya cukup segitu. Sekarang gantian main bareng.” Carlos belum sepenuhnya pulih, tapi tubuhnya menjawab lebih dulu. Saat Ruby mulai mencium pangkal lehernya dari sisi kiri, Livia justru naik perlahan dari sisi kanan, menekan dada Carlos dengan tubuh hangatnya yang masih berkeringat. Gerakan mereka sinkron seperti orkestra malam yang sudah terlatih. Ruby naik ke atas, menunduk untuk menciumnya, kali ini lebih dalam, lebih penuh rasa. Bibir mereka bertaut lama, sementara Livia justru menelusuri bagian bawah tubuh Carlos dengan jemarinya yang dingin namun terlatih. Carlos hampir merintih lagi, tapi Ruby menahan bibirnya dengan jari telunjuk. "Diam. Sekarang bagian kita yang be

  • Suami Perkasa   Malam ini Giliranku

    Malam itu, udara vila terasa hangat dan berat. Lampu-lampu temaram menyinari ruangan bernuansa kayu yang elegan, dengan aroma melati menguar dari lilin aromaterapi di sudut kamar. Carlos baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, handuk melingkar di pinggang. Ia menatap tempat tidur besar yang sudah dipenuhi dua sosok berbeda: Ruby duduk bersandar dengan gaun tidur satin merah marun yang melorot dari bahu, sementara Livia berbaring santai dengan piyama tipis berwarna putih susu, satu kakinya ditekuk, terlihat seperti sedang menunggu giliran. Ruby lebih dulu bersuara. "Tadi malam keira, kan? Sekarang waktunya adil." Carlos tersenyum kecil. Ia tahu ini bukan sekadar soal giliran, tapi soal perasaan. Ruby memang cemburuan, tapi itulah yang membuatnya hidup dan penuh api. Ia menghampirinya duluan. "Kamu kelihatan seksi malam ini," ucap Carlos sambil mencium bahu Ruby, menciptakan jejak basah dari bibirnya ke tengkuk. Ruby mendesah pelan tapi belum sepenuhnya menyera

  • Suami Perkasa   Istri Pertama

    Keira baru saja selesai menyisir rambutnya ketika suara pintu kamar berderit pelan. Wangi Carlos langsung menguar begitu pintu terbuka—aroma kayu manis dan kulit, maskulin, hangat, menenangkan. Lelaki itu berdiri di ambang pintu dengan jaket hitam masih melekat di tubuhnya. Tatapan matanya lebih teduh dari biasanya, lebih lembut, seperti baru pulang bukan dari urusan bisnis, tapi dari perjalanan menemukan rindu. “Pulang,” ucap Keira, pelan, nyaris seperti bisikan, seolah takut suaranya akan memecah sesuatu yang magis. Carlos menutup pintu, lalu melangkah perlahan ke arahnya. Ia tidak langsung bicara. Hanya menarik napas panjang dan menatap Keira seperti sedang mencoba menghafal ulang detail wajah istrinya. Ada senyum tipis di bibirnya—bukan senyum lelah, tapi senyum yang mengandung sesuatu. Sesuatu yang manis. Sesuatu yang… penuh harap. “Kenapa lihat aku kayak baru pertama ketemu?” tanya Keira, menyembunyikan grogi dalam senyumnya. Carlos tak menjawab. Tangannya mengangkat dagu K

  • Suami Perkasa   Bisnis Dikasur

    Pesawat pribadi Carlos mendarat mulus di landasan. Sukma turun lebih dulu, mengenakan rok hitam pendek yang mengungkap pahanya nyaris sepenuhnya, dipadukan dengan tanktop krem yang melekat seperti lapisan kulit kedua. Jaket hanya dijinjing, rambutnya dikuncir asal-asalan. Wajahnya tanpa makeup berat, tapi kulitnya bersinar. Bukan sinar bedak, tapi bekas tidur nyenyak dan... aktivitas lain. Di belakangnya, suara Carlos terdengar, tajam dan penuh candaan kotor yang sudah jadi ciri khasnya. > "Pakai rok pendek gitu, nggak takut bekas jahitan robek kalau aku godain?" Sukma menoleh cepat, sinis. > "Nggak. Aku pakai pendek biar kalau kamu ngintip, yang kelihatan cuma celana dalam." Carlos menyeringai. > "Padahal aku suka yang tanpa celana. Langsung tembus pandang." Sukma nyaris tergelak, tapi menahannya. > "Mulut kamu tuh kayak kamar hotel — gelap, pengap, isinya najis semua." > "Lho, tapi tetap bikin betah, kan? Kamarku aja kamu datengin kemarin malam, apalagi aku." Su

  • Suami Perkasa   Selimut Kasar Yang Hangat

    --- Kamar hotel itu masih sunyi, hanya terdengar dengusan AC dan suara detik jam dinding. Carlos duduk di sisi ranjang, menyandarkan punggung ke headboard, satu kaki tertekuk, satu tangan menggenggam rokok elektrik yang belum ia nyalakan. Sukma sudah berbaring, menyelimutkan tubuhnya dengan kain tipis, tapi tak memejamkan mata. Tatapannya mengarah ke langit-langit, kosong, namun pikirannya riuh. Luka di tubuhnya mungkin perlahan pulih, tapi luka di hatinya—ia tak yakin akan sembuh sama cepatnya. Carlos menoleh pelan, melihatnya dalam diam. Lalu tanpa peringatan, ia menyusup masuk ke bawah selimut. Tubuhnya hangat, aroma tubuhnya—maskulin, pahit, tapi anehnya menenangkan. Sukma reflek mengangkat alis. “Mau ngapain lagi kamu?” Carlos menyeringai. “Nemenin. Biar kamu gak mimpi buruk. Siapa tahu kamu mimpi mantan suami pertama kamu. Bisa langsung bangun teriak teriak histeris.” Ia menyentuh pinggang Sukma, menelusurinya pelan. Bukan untuk merangsang, tapi seolah memastikan:

  • Suami Perkasa   Ayo Mandi

    --- Carlos menarik napas, lalu menatap Sukma seperti sedang menimbang sesuatu—bukan perasaan, tapi keputusan. “Bangun. Mandi yuk.” Nada suaranya datar, tapi matanya tajam. Sukma mendelik. “Aku enggak minta dilayanin.” Carlos menyeringai tipis. “Ya, kamu pikir aku rela ngelayanin kamu? Ini demi kemanusiaan. Bau badan kamu itu udah kayak sampah. Sukma ingin marah.. Ia hanya menghela napas panjang dan akhirnya berdiri pelan. Badannya masih terasa ngilu, terutama di bagian bawah. Tapi langkah Carlos yang sudah ke arah kamar mandi membuatnya—entah kenapa—ikut berjalan. --- Carlos berdiri mematung di depan kamar mandi, satu alisnya terangkat. “Jadi kamu beneran mau dimandiin? Wow.” Ia tertawa sinis. “Gak nyangka. Biasanya cuma alat getar yang kamu percaya megang tubuh kamu. Sekarang aku?” Sukma menatap tajam. “Kalau enggak tulus, gak usah.” Carlos mendekat, berdiri di depannya. Tangannya sudah mengambil handuk, tapi matanya masih menusuk. “Tulus? Suk, satu-satunya ha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status