Share

3. TUAN MEMINTA AGAR ANDA SEGERA BERGEGAS

Tiara Lin dengan enggan berbalik pergi ke kamarnya. Langkah kakinya lemas dengan ekspresi lesu terpaut jelas di wajahnya yang cantik, itu sungguh merusak pemandangan terpampang dari wajahnya yang menawan. Apakah ini hukuman dari langit? Apakah nasib saya bisa begitu tragis? 

Tatapannya kosong mengiringi tiap derap langkah kakinya, tertatih-tatih menelusuri lorong menuju lantai atas. Dia terlihat letih atas tekanan keras ini, seperti mengalami depresi berat. Sekilas itu seperti mayat berjalan. Kulit putihnya yang biasanya memerah seperti penampilan bayi kecil, sekarang sudah seperti tubuh tanpa jiwa. Seputih kertas tanpa ada tanda-tanda aliran darah mengalir di sana.

Biasanya dia tidak akan berdebat dengan kakeknya. Apapun yang keluar dari mulutnya akan disanggupi oleh kakeknya. Walau terkadang beberapa hal yang diinginkannya terkesan agak mustahil, sebisa mungkin kakeknya akan memberikan yang terbaik untuk memanjakannya. Dia secara alami terbiasa dengan hal-hal sempurna yang disediakan kakek untuknya.

Sepertinya hari-hari baik sebagai putri kecil dengan status tingginya akan segera berakhir. Entah bagaimana nasibnya nanti bersama pria idiot yang dipilih oleh kakeknya. Kakek sudah berubah, kakek tega bertindak keras terhadap Tiara.

Jeritan pilu melolong seperti serigala yang terluka merobek sanubarinya. Sungguh nasib baiknya seperti terjatuh ke dalam lumpur yang tak berujung.

Kira-kira pukul 7.30 malam hari di kota Tepi Laut Barat.

“Beritahu Nona Muda, katakan padanya saya sudah menunggu. Katakan agar dia berdandan dengan baik, gaun yang dikirim dari Perancis kemarin itu khusus untuk digunakan malam ini. Penampilannya harus sempurnya mala mini.” Kata kakek Lin kepada beberapa pelayan Tiara Lin.

“Baik Tuan.” Kata keempat pelayan Tiara Lin sambil membungkuk dalam- dalam, kemudian bergegas ke lantai atas.

Tok.. tok..tok..

Pintu kamar Tiara Lin diketok oleh pelayannya. Tidak lama berselang pintu terbuka, Tiara muncul dengan enggan masih dengan ekspresi seperti orang mati suri siang tadi.

“Nona, itu…itu… Tuan meminta agar Anda segera bergegas, Tuan sudah menunggu. Katanya gaun yang baru tiba kemarin itu khusus untuk jamuan mala mini.” Kata pelayan tersebut sambil membungkuk, kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti tercegat di kerongkongannya.

Dia adalah bibi May Lin, wanita paruh baya yang sudah merawatnya sejak dia masih kecil. Dia sudah sangat akrab dengan bibi May Lin, mereka sudah seperti ibu dan anak kandung. Bibi May biasa memperlakukannya secara baik seperti seorang ibu, itu perasaan yang penuh cinta. Tidak seperti hubungan atasan dan bawahan di keluarga lainnya.

Bibi May Lin dahulunya dibawa oleh kakek dari panti asuhan. Kakek Lin adalah seorang dermawan besar di kota Tepi Barat Laut. Setiap tahun selalu diadakan acara amal besar-besaran, hasil uang dari acara-acara amal yang diselenggarakan akan disumbangkan ke panti asuhan, yayasan sekolah juga beberapa rumah sakit besar di kota.

Bibi May Lin juga kelihatannya agak tertekan dengan keputusan Tuan Lin hari ini. Secara alami dia tidak bisa bersuara dalam masalah ini, hal ini pula-lah yang mengakibatkan suaranya seperti tersangkut, takut kalau-kalau apa pun yang keluar dari mulutnya akan menambah kegundahan Nona Muda.

Dahulu, sewaktu ibu Tiara Lin masih hidup, dia telah sepenuh hati berjanji kepadanya untuk menjaga Nona Muda dan merawatnya secara baik. Dengan demikian, dia sudah dianggap keluarga sendiri sehingga nama marga Lin pun diberikan kepadanya walau statusnya sebagai pelayan namun lebih tinggi dari pelayan-pelayan lain di keluarga Lin.

“Baiklah, aku akan segera turun. Katakan kepada kakek saya akan bergegas.” Setelah menyelesaikan kalimatnya dia segera menutup kembali pintunya.

Bibi May Lin dan beberapa pelayan tertegun sejenak lalu berbalik dan bergegas turun. Ada sunggingan senyum pahit terukir di sudut-sudut bibir mereka. Tidak biasanya Nona Muda seperti ini, biasanya untuk urusan berdandan juga memilih busana dia akan dengan riang dan bangga meminta pendapat dan penilaian dari para pelayan ini untuk mendapatkan penampilan yang sempurna, bersolek dengan lincah di depan cermin. Situasi ini agak canggung karena mereka tidak terbiasa dengan ini.

“hmm aku akan mengikuti instruksi kakek. Namun, pria itu tidak akan kubiarkan bermimpi menggapai langit yang tinggi. Sungguh masih banyak orang-orang yang memimpikan hal-hal di luar jangkauan mereka.” Gumamnya dalam hati sambil berdandan di depan cermin.

Sekitar lima belas menit kemudian Tiara Lin turun, kakek menatapnya dengan senyum indah, “Anak baik, kamu sungguh cantik dengan tampilan ini. Kamu mengingatkan kakek tua ini tentang ibumu, kalian sangat mirip. Pada usia yang sama sepertimu, penampilan kalian identik satu sama lain.” Dia menghela napas panjang seolah mengenang beberapa pecahan memori, dia beberapa kali menghembuskan napas berat.

“Ayo bergegas, Tuan Muda Tan mungkin sudah tiba di hotel. Kita tidak boleh membiarkannya menunggu begitu lama. Kesannya seperti apa jika membiarkan tamu menunggu tuan rumah begitu lama.” Kata kakek Lin dengan sedikit bersemangat.

“Setibanya di sana, usahakan untuk menjaga temperamenmu. Selama ini kakek terlalu memanjakanmu, itu akan baik-baik saja namun kamu harus memberikan kesan yang baik. Kamu sudah dewasa, sudah saatnya menjalani hari-harimu sendiri suatu saat nanti.” Kata kakek Lin sambil menepuk ringan bahu Tiara Lin.

Dia berusaha menenangkan cucunya, dari raut wajahnya sepertinya dia lumayan gugup. Dia tau bahwa selama ini cucunya tidak pernah berhubungan secara serius dengan salah satu dari banyak teman lelakinya. Walau banyak yang mengejar cucunya, namun itu tidak pernah dianggap oleh cucu kesayangannya ini. Dia juga takut kalau-kalau Tiara Lin akan berulah di jamuan penyambutan nanti.

“Baiklah kakek. Namun, Tiara tidak terbiasa dengan hal seperti ini. ini adalah pertama kalinya. Mungkin Tiara agak sedikit kaku nanti, harap kakek bisa memaklumi.” Kata Tiara Lin dengan sedikit senyum menyeringai di wajahnya.

Dug…

Jantung kakek Lin sepertinya berhenti sesaat, tidak sengaja tadi dia melihat seringai aneh di sudut bibir Tiara Lin.

Dia mengucek matanya beberapa kali sambil memelototi, anehh… dia mengucek sekali lagi namun tidak ada perasasan seperti yang dirasakannya tadi.

“Aneh… apakah saya berhalusinasi tadi? Hmmm mudah-mudahan bocah ini tidak melakukan sesuatu yang di luar batasannya nanti.” Gumamnya sambil terus menatap wajah Tiara Lin. Dia sepertinya masih belum tersadarkan dengan adegan yang berlalu sekejab tadi.

“Ayo pergi kakek, Tiara sudah lapar,” Tiara Lin cepat-cepat berbicara sambil memalingkan wajahnya. Sengaja mengarahkan pandangannya ke lusinan barisan mobil di depan mansion, takut kalau kakek akan terus memelototinya.

Pada situasi normal, dia biasanya tidak akan bertindak seperti ini karena kakek akan selalu mengutamakan semua hal untuknya. 

Namun, begitu dia teringat sikap kakeknya siang tadi, dia secara alami akan berusaha menghindarkan dirinya dari masalah-masalah yang mungkin saja akan semakin menarik dirinya ke dalam lumpur yang dalam.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
BocahBodoh
test komen. ini karya pertama saya disini, moga bisa menghibur......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status