Share

4. APAKAH ANDA PAHAM ETIKA?

Vroom…vromm…

Lusinan kendaraan mewah edisi terbatas melaju keluar dari kawasan mansion. Itu terlihat sangat apik dan megah, meliuk-liuk seperti ular besar yang panjang perlahan menjauh. Iring-riringan konvoi itu begitu gagah dan menarik perhatian.

Banyak masyarakat kota Tepi Barat Laut terkagum-kagum dengan pertunjukkan tersebut. Jelas, ini bukan sesuatu yang bisa mereka capai. Ini adalah formasi konvoi keluarga kalangan atas di kota ini. Iring-iringan ini melesat melesat menuju King Star Hotel, salah satu hotel bintang lima di kota Tepi Barat Laut yang juga merupakan salah satu item bisnis di bawah Lin Group.

Di teposisi kendaraan yang berada di tengah, itu adalah Kakek Lin juga Tiara Lin. Mobil keduanya seperti diapit oleh pengawalan yang ketat, jelas ini merupakan para pengawal kepercayaan keluarga Lin. Arak-arakan konvoi terlihat sangat rapi, ini hanya bisa ditampilkan oleh profesional terlatih yang mumpuni di bidangnya.

“Kakek, apakah pria itu sudah tiba di hotel? Apakah dia sudah menunggu?” Kata Tiara sambil meremas kedua tangannya, itu mencengkeram erat gaun indah yang dikenakannya. Kalau yang digenggam adalah wajah seseorang, entah apa jadinya. Mungkin akan mirip dengan adonan yang dipelintir.

“Yah, mungkin dia sudah tiba. Sepertinya kamu sangat bersemangat untuk bertemu dengannya? Bukankah siang tadi kamu sangat menentang keputusan kakek tua ini? Hahaha.” Kakek Lin tertawa terbahak-bahak.

Dia sengaja menggoda cucu kesayangannya ini. Dia sangat menyadari kondisi mental cucunya, tidak ada yang kenal lebih baik selain dirinya sendiri. Mungkin pihak lain adalah bibi May yang berperan sebagai pengasuh juga orang yang melayani dan merawat Tiara Lin sejak ia kecil hingga saat ini.

“Hummmm kakek sepertinya sangat bersemangat. Ini tidak bisa dibiarkan, namun…” dia merenung sejenak menggerutu dalam hatinya, “biar bagaimana pun saya akan tetap menilai pria idiot itu dengan sedikit ujian. Bocah malang, tunggu saja nenekmu sementara menuju kesitu.”

Jalanan lumayan padat, pada jam ini banyak orang yang akan keluar untuk makan di luar, muda-mudi dengan berbagai kesenangan akan berkumpul bersama, beberapa mungkin sedang berpacaran.  Singkatnya sekarang jam malam, dan di kota Tepi Laut Barat tidak kenal istilah jam malam. Aktivitas malam sangat hidup di kota dengan populasi sekitar lima belas juta jiwa penduduk ini. Kota yang padat dan hidup, kerlap-kerlip lampu menerangi sepanjang jalan.

…………….

“Selamat datang Tuan Besar dan Nona Muda.” Kata beberapa resepsionis muda dan cantik dengan serentak berbaris sambil membungkuk hormat.

Setelan hijau bercampur oranye itu terlihat sangat indah dan menawan membalut tubuh mereka yang tentu saja proporsional dengan sangat elegan dan sempurna.

“Selamat datang Tuan Besar dan Nona Muda. Maaf, orang tua ini terlambat menyapa karena beberapa hal harus saya urus sendiri untuk menyambut kunjungan Tuan Besar dan Nona Muda.” Kata Manajer itu sambil membungkuk dengan sedikit gemetaran, terlihat sangat jelas. Dia telah salah memperhitungkan waktu.

Walau ini hanya beberapa menit, dia menyadari bahwa etos kerja Tuan Besar sangat efektif dan tidak kenal kompromi. Beliau tidak pernah mentolerir kelalaian dalam bentuk apapun selama itu menyangkut tugas dan tanggung jawab.

Keringat dingin halus muncul di permukaan dahinya, semakin lama semakin banyak membasahi. Seolah-olah, dia baru saja habis membasuh wajahnya dengan air.

“Tidak apa-apa Tuan Zhang. Senang mendengar Anda secara pribadi memperhatikan detail jamuan ini.” Kata Tuan Lin ringan sambil tersenyum bahagia, tangannya menepuk ringan beberapa kali di bahu Tuan Zhang.

“Hah? Tuan Besar tidak marah? Sepertinya suasana hatinya dalam kondisi bahagia. Huuuhhh… akhirnya lega juga. Terus-teruslah seperti ini Tuan Besar, saya akan sepenuh hati menyerahkan hidup dan akan berusaha sekuat tenaga bekerja untuk Lin Group.” Manajer Zhang mendegus senang dalam hatinya. 

Awalnya dia mengira akan menerima beberapa konsekuensi atas sedikit kelalaian ini. Ternyata Tuan Besar tidak terlihat seperti biasanya, syukurlah, selamat.

“Apakah tamu saya sudah tiba?” Tanya Tuan Lin kepada manajer Zhang.

“Belum Tuan Besar, saya baru kembali dari ruangan tersebut.” Kata manajer Zhang sambil membungkuk.

“Ohh, baiklah kalau begitu. Pimpin jalan ke ruangannya.”

“Mari Tuan,” Dia memimpin Tuan Besar juga Nona Muda menuju ruang jamuan.

Sekitar 10 menit kemudian di dalam ruangan.

Tok… tok… tok….

“Tuan Besar dan Nona Muda, Tuan Muda Tan sudah tiba.” Kata kepala pengawal dari balik pintu di laur ruangan. Suaranya lantang dan tegas namun nadanya penuh hormat dan sanjungan.

Pada barisan itu, sekitar empat puluhan orang dengan setelan hitam berbaris di kiri dan kanan koridor.

“Persilahkan dia masuk.” Sebuah suara tua dan berwibawa dengan sentuhan anggun dan maskulin terdengar dari dalam ruangan. Itu adalah suara Tuan Besar Keluarga Lin, Xiao Lin, kakek Tiara Lin.

Seorang pria dengan sosok kekar, tinggi dan tampan perlahan memasuki ruangan. Perawakannya gagah dan memancarkan aura tertentu dari tubuhnya, tegap dan berwibawa, bola matanya sejernih air pegunungan yang tenang, itu berkesan teduh dan damai. Langkahnya mantap dan kokoh, tiap langkahnya membawa momentum yang sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Dia adalah Benny Tan, Tuan Muda Keluarga Tan yang juga merupakan agen rahasia dengan tingkat efisiensi tertinggi dalam grup. Semua misi yang diembankan kepadanya tidak pernah meleset dengan kesempurnaan hasil yang memuaskan. 

Dia adalah aset negara ini, jenius pilih tanding.  Dia juga merupakan Tuan Muda kaya dari ibukota yang memilih jalan hidupnya yang dipenuhi petualangan dan tantangan, ketimbang bersantai di kantor atau tidur di atas tumpukan hartanya yang menggunung.

“Junior Benny Tan dari Keluarga Tan memberi hormat kepada Tetua Lin.” Kata Benny sambil mengatupkan kedua tangannya, sedikit membungkuk dengan penuh wibawa, “ Halo Nona Muda Lin,” lanjutnya sambil tersenyum menawan kepada Tiara Lin.

Dia menyebut ‘Keluarga Tan’ bukan Organisasi Awan Gelap sekedar untuk antisipasi. Dia paham bahwa secara prosedural Penatua Agung yang juga merupakan kakek kandungnya, tentu hanya akan menyebut nama keluarga di depan Tuan Lin. Tidak mungkin kakeknya sampai menyebutkan grup organisasi.

“Haha.. anak baik, saya terima hormatnya. Ayo, silahkan duduk.” Kakek Lin tertawa ringan sambil melambaikan tangannya memberi isyarat agar dia mengambil tempat duduknya.

Meja bundar besar itu sangat mewah, dengan diameter sekitar 5 meter. Di atasnya, banyak hidangan menu mewah terbaik memenuhi meja, ketiga kursi disusun melingkari meja. Karena mejanya lumayan besar posisi duduk yang mereka tempati agak berjauhan.

“Apakah Anda tidak paham etika? Tahukah Anda bahwa membiarkan orang menunggu itu sangat tidak sopan? Apa hebatnya Anda sehingga membiarkan saya dan kakek menunggu begitu lama? Takukah Anda apa arti Keluarga Lin di kota Tepi Barat Laut ini?” Rentetan pertanyaan seperti kereta api meledak dari gadis cantik ini. 

Wajahnya memerah, bibirnya sedikit gemetar saat menyelesaikan banyak pertanyaan dalam satu tarikan napas.

“Ini…,” Benny Tan tidak tau harus tertawa atau menangis menghadapi situasi seperti ini. Gadis ini seperti komodo yang terluka dan mengamuk dengan gila. Apakah ada masalah dengan otaknya? Atau kucing piaraannya baru saja dikubur? Bahkan saya baru saja duduk langsung diberondol seperti di medan perang. Ini lebih mengerikan ketimbang berjalan di antara hujan peluru dan ayunan bermil-mil pedang tajam.

Benny Tan hanya bisa bergumam dalam hatinya sendiri.

Dia berdiri meraih anggur merah, membuka tutup botolnya lalu menuangkannya pada cangkir yang telah disiapkan di hadapannya sampai penuh. Cangkir itu cukup besar, itu hampir menghabiskan seperempat isi anggurnya, semerbak aroma anggur yang mewah menusuk hidung dengan lembut memenuhi ruangan tersebut.

“Saya mengambil hukuman untuk diri sendiri dengan anggur ini. Saya bersulang untuk Tetua Lin juga untuk Nona Muda Lin sebagai hukuman juga permintaan maaf atas kerterlambatan saya, mohon untuk dimaafkan kelancangan anak bodoh ini.” Selesai berkata dia mengambil cangkir dengan sekali teguk, menghabiskan semua isi di dalamnya.

Hanya secangkir anggur tidak akan membuatnya mabuk. Toleransi alkohol yang mampu dikonsumsi tubuhnya melebihi batas orang biasa. Ini hanya masalah sepele. Demi menyelesaikan misi yang diberikan Penatua Agung, dia akan melakukan apapun untuk menuntaskan tugas, bahkan jika di hadapannya ada lusinan botol, dia akan menghabiskan sebuanya hanya dalam beberapa kedipan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status