Riri menatap tajam pada lubang di pintu yang menampilkan dua orang wanita yang tak kunjung pergi juga dari sana.Berbagai umpatan Riri suarakan dalam hatinya untuk melampiaskan kemarahannya yang tak dapat dia suarakan.Dengan sabar dan penuh pengertian Riri mendengarkan keluh kesah Leon yang terdengar seperti suara gumaman.Karna melihat kedua wanita yang dari tak pergi-pergi dari depan apartemennya, Riri berusaha untuk mengangkat kakinya lalu mengambil sandal dan melemparkannya kearah lubang di pintu.Untung saja lubang yang di buat Leon cukup besar, jadi dengan mudah sandal Riri melayang melewati lubang di pintu dan hampir mengenai Naina.‘Mampus! Makan tuh sandal!’Setelah melihat kepergian Naina dan mamah tiri Leon, Riri mengajak Leon untuk duduk dan berbicara agar suasana hatinya lebih tenang.“Mas, mereka udah pergi kok, kamu tenangin diri dulu ya, nggak baik berlarut-larut dalam kesedihan, mamah juga pasti nggak mau lihat mas Leon bersedih.”Mendengar ucapan istrinya, dengan ber
“Untuk seukuran orang normal itu nggak masuk akal.”Riri mengangguk setuju, memang tak masuk akal jika suaminya di suruh untuk menemui sepupunya yang sedang melakukan aksi mogok makan.“Ini di cuekkin aja?”“Kamu mau aku temui dia lalu dia godain aku?”Seketika Riri mengingat beberapa perkataan budenya yang selalu bilang bahwa ada Ariza yang siap menggantikannya, kini Riri mengerti apa maksud dari pesan yang di kirimkan oleh pamannya. “Nggak! Jangan! Bisa gawat kalau kamu ketemu sama dia.”Riri menggelengkan kepalanya kuat-kuat saat ingatan tentang Ariza yang pernah mengambil salah satu crush nya.Ariza yang terkenal sumpel dan friendly selalu berada di atas Riri, dia selalu berambisi melakukan sesuatu yang lebih Riri dari yang bukanlah apa-apa.Waktu itu saat mengetahui bahwa Riri memiliki seseorang yang di sukai, Ariza melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hati dari crush Riri yang ternyata juga menyukai Riri. Dan hasilnya Ariza bisa mendapatkan apa yang dia mau.“Mas! Kamu har
“Selamat malam bos, saya sudah menemukan nyonya.”Leon memutar badannya lalu berjalan cepat kearah anak buahnya yang baru saja masuk ke dalam apartemennya. “Di mana?!” Tanya Leon sambil mencekam kerah baju anak buahnya.“Nyonya ada di rumah orang tuanya bos.”Leon melepaskan kerah baju anak buahnya lalu berpikir sejenak tentang kesalahan apa yang sudah di perbuatnya hingga Riri pergi meninggalkan apartemen dan pulang ke rumah orang tuanya.Namun sekeras apapun Leon berpikir, dia tetap tidak bisa mengetahui alasan dan kesalahannya.“Apa karna aku katai bodoh?! Tapi kan habis itu langsung aku puji! Masa iya dia masih marah!”Tanpa berpikir lama lagi Leon mengambil kunci motornya lalu pergi ke rumah orang tuanya Riri.Dengan kecepatan yang sangat cepat dan tak main-main Leon melesatkan motornya untuk mencari keberadaan istrinya.Sudah lebih dari satu jam Leon mengendarai motornya, dan akhirnya dia sampai di depan rumah mertuanya.Tanpa berbasa-basi lagi Leon mengetuk pintu rumah itu denga
“Tunggu! Aku bisa jelasin!”“Jelasin apa?!... Kamu bilang kamu nggak kenal dan nggak tahu siapa dia kan? Terus kenapa dia bisa peluk kamu?!”“Aku lupa! Aku beneran nggak ingat siapa dia!”Mata Leon berkaca-kaca sambil memegang tangan Riri yang hangat. Entah kenapa filingnya mengatakan bahwa akan ada masalah besar yang akan datang.“Kamu lupa sama aku?... Wajar sih, kan kita bertemu empat tahun yang lalu saat di bar.” Ucap wanita itu dengan senyum manis di wajahnya.Alis Leon mengkerut untuk mengingat-ingat tentang wanita itu di empat tahun yang lalu.“Ouh iya, kamu tahu dari mana kalau Leona sedang di rawat di rumah sakit ini?” Tanya wanita itu sambil bergelayutan manja di lengan Leon.“Lepas!!...” Bentak Leon sambil menepis tangan wanita itu dengan kasar. “Aku nggak kenal siapa kamu! Dan aku nggak ada hubungannya sama kamu!” Setelah mengatakan itu Leon menarik tangan Leon untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya.Leon bernafas lega saat melihat kedua adik Riri dan ayah mertuanya
“Heh bocah! Pergi sana!... Saya bukan papah kamu ya, jadi lebih baik kamu pergi jauh-jauh dari saya.”Dengan gemetaran Riri memegang tangan Leon yang sedang berusaha untuk menjauh dari anak kecil itu.“Jangan kasar gitu, dia masih kecil dan nggak tahu apa-apa.”Leon mendengus kesal lalu menatap tajam kearah Leona yang masih memeluk kakinya.Leona yang di tatap tajam oleh Leon akhirnya menjauh dengan sendirinya, bahkan badannya sudah bergetar karna ketakutan.“Pergi!!” Usir Leon.Mereka berdua pergi meninggalkan Leon dan Riri yang sedang di landa dilema hebat.Dengan perasaan yang bercampur aduk Leon mengajak Riri untuk masuk ke dalam ruang inap ayah mertuanya. Leon memegang tangan Riri dengan lembut.Perlakuan yang sangat berbeda dari Leon membuat wanita tadi yang ternyata bersembunyi di balik tembok menjadi menyimpan dendam pada Riri. “Lihat saja kamu, aku akan mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”Satu persatu air mata Riri terjatuh saat kakinya melangkah mengikuti Leon
Riri menatap Leon sebentar lalu pandangannya tertuju pada paha ayam yang ada di piringnya. Bibir Riri bergetar seolah-olah akan ada guncangan hebat yang akan melanda.“Tertawa aja, nggak usah di pendam, mumpung aku belum marah, kamu tertawa aja sepuasnya.”Riri di buat salah tingkah, dengan sekuat tenaga Riri mengontrol bibirnya agar tak bergetar dan mengeluarkan suara tawa yang akan membuat Leon marah.“E-enggak kok, aku nggak ketawa. Ouh iya, ayah tadi di operasi jam berapa? Apa sekarang sudah selesai?” Tanya Riri yang mencoba mengalihkan pembicaraan.“Sudah dari jam sembilan tadi, mungkin sebentar lagi selesai.”Riri mengangguk lalu memakan makanan di depannya dengan terburu-buru, Riri kini tak sabar untuk bertemu ayahnya, perasaan sedih dan senang bercampur menjadi satu. Membayangkan kondisi ayahnya setelah operasi membuat jantung Riri berdebar tak karuan.“Pelan-pelan aja, ayah juga nggak akan lari kemana-mana.”Riri hanya mengangguk namun tak mengindahkan ucapan dari Leon. Riri
“Apa maksud mu Leon?!... Lepas! Kalian tidak tahu siapa saya?! Lepaskan saya, saya adalah nyonya Ganada sang pemilik dari hotel ini! Lepaskan saya!...”Dengan sangat kasar dua satpam memaksa bu Laras untuk pergi keluar dari hotel. Begitu juga dengan Naina, Leona, dan ibunya.Berkali-kali dengan suara yang lantang, bu Laras berteriak dan mengumpat, dirinya tidak terima dengan perlakuan yang baru saja dia dapatkan.“Ingat ya Leon!... Habis ini kamu pasti mati di tanganku! Seharusnya dulu aku membunuhmu bersama dengan wanita jalang itu!”Urat-urat nadi Leon terlihat sangat jelas saat wanita yang paling dia cintai di hina menggunakan mulut dari wanita yang paling kotor di dunia ini.Dengan langkah yang lebar, Leon berjalan cepat kearah bu Laras yang masih memberontak ingin di lepaskan. Leon mengepalkan tinjunya lalu melayangkannya tepat di pipi bu Laras.Tak hanya itu saja, Leon bahkan mencekik bu Laras dengan dendam yang sudah menumpuk di hatinya.Leon gelap mata, bayangan masa lalu yang
“Nggak mungkin dia lihat aku di sini kan?”Dengan perasaan yang gelisah Riri berharap kalau Alden bisa segera pergi menjauh dari tempat dia dan Leon beristirahat.Jantung Riri kini berdebar tak karuan saat tatapan mata Alden semakin menajam. ‘Semoga aja dia benar-benar tidak melihatku di sini.’ Harap Riri sambil menutup matanya.Dan akhirnya doanya terkabul, tak lama kemudian Alden memalingkan wajahnya dan pergi menghilang dari hadapan Riri.“Syukurlah, aku kira dia bakal lihat aku di sini.”Raut wajah sedih terlihat sangat jelas, Riri menggelengkan kepalanya saat wajah Alden terlintas di benaknya.“Ya ampun, mikir apa sih aku.”Riri mencoba untuk menenangkan dirinya dan menghilangkan bayangan masa lalunya dengan Alden. Dengan sekuat tenaga Riri menepuk kedua pipinya agar segera tersadar dari bayang-bayang masa lalunya.“Sadar Ri, kamu itu sudah bersuami, tidak seharusnya kamu masih mengharapkan orang seperti dia.”Karna tak ingin memikirkan sesuatu yang bermacam-macam lagi, Riri memut