Share

5. King Jet

Author: ReyNotes
last update Last Updated: 2024-02-28 16:50:56

 “Jadi, Daddy pikir kami hanya menikah pura-pura?” sungut Claire berpura-pura kesal.

“Antara percaya dan tidak.” Brandon mengedikkan bahunya santai. “Kamu memiliki motif untuk segera menikah, Claire.” Lalu, ia bergantian menatap Rainer. “Entah motif apa yang mendasari Rainer.” 

“Karena cinta, Tuan,” balas Rainer sambil merangkul bahu Claire.

Brandon memperhatikan kedua pasangan di depannya. Mereka terlihat segar. 

Brandon memperkirakan Rainer dan Claire baru saja mandi karena rambut Claire masih basah.

“Bagaimana Daddy bisa percaya?” Brandon mendengus. “Bahkan keluarga Rainer sama sekali tidak ada yang datang pada pernikahan kalian.”

“Itu karena Daddy menginginkan kami secepatnya menikah!” Claire berusaha membela suaminya. Sementara Rainer bersikap santai dan hanya memberikan sedikit senyum pada sang mertua. “Kami hanya diberi waktu satu hari untuk persiapan. Bagaimana keluarga Rainer bisa datang secepat itu? Mereka bukan keturunan flash.”

“Betul, Tuan. Terus-terang saya memang belum sempat memberitahukan keluarga,” aku Rainer.

Brandon menatap nyalang ke arah menantunya. “Kenapa?”

“Sama seperti Tuan, keluarga saya pasti akan sangat terkejut. Untuk itu, lebih baik saya memberitahu mereka secara langsung daripada melalui telepon.”

Claire meminta Daddy-nya duduk sementara Rainer membuatkan teh. Brandon mengamati Rainer. Lalu, netranya berotasi pada sekeliling apartemen. Tatapannya berakhir pada sang putri.

“Ternyata kamu bisa juga tidur di tempat sederhana begini,” cetus Brandon.

Claire tersenyum, bangga. Ia kemudian menyahut riang, “Karena ada Rainer di sini.”

Lelaki yang hampir seluruh rambutnya memutih itu mencondongkan tubuh ke arah sang putri. Matanya melirik Rainer yang membelakangi mereka. Lalu, dengan wajah serius Brandon berbicara pada Claire.

“Daddy lihat Rainer adalah lelaki yang baik. Jangan kamu permainkan dia agar kamu mendapatkan keinginanmu.”

Claire menahan napasnya, tetapi kemudian ia mengangguk. 

“Jika Daddy tau kalian ternyata berpura-pura, kamu akan kehilangan apa yang sudah kamu raih.”

Susah payah Claire menelan ludahnya sendiri. Apa Daddynya masih curiga? 

Ia cukup bersyukur semalam tidur dengan Rainer, walaupun ternyata posisinya tetap belum aman saat ini.

“Daddy akan mengesahkan jabatanmu jika kamu sudah bertemu dan memperkenalkan diri sebagai istri pada keluarga Rainer,” tuntut Brandon. “Hal ini dilakukan agar Daddy yakin kalian benar-benar serius menjalani pernikahan.”

Rainer kembali dengan nampan berisi teko dan tiga cangkir. Claire membantu meletakkan cangkir di depan Brandon lalu menuang isi teko. Aroma teh herbal memanjakan penciuman mereka.

“Silakan diminum, Tuan.”

“Terima kasih.”

Brandon mengangguk. Lalu, ia menatap Rainer dan Claire bergantian.

“Oh ya, bagaimana dengan bulan madu kalian?”

“Saya berencana mengajak My Lady ke kampung halaman sekalian memperkenalkannya dengan keluarga saya, Tuan,” balas Rainer yakin.

“Bagus, aku setuju.” Brandon tampak bersemangat.

Wajah Claire menampakkan ketidaksetujuan. Di bawah meja, ia menendang kaki Rainer, memintanya meralat pernyataan tersebut. Tetapi, Rainer malah menjauhkan kakinya dari kaki Claire.

“Setelah kalian kembali, kita akan meresmikan jabatan baru untuk Claire sebagai pemimpin tertinggi perusahaan. Ajak keluargamu untuk datang, Rainer,” imbuh Brandon lagi.

Mendengar pernyataan sang Daddy, Claire akhirnya mengangguk setuju. “Aku akan mengundang keluarga Rainer, Dad.”

“Harus! Mereka harus menjadi saksi pengangkatan jabatanmu,” tegas Brandon.

Setelah berbincang beberapa saat, Brandon berpamitan. Rainer dan Claire mengantar hingga ke pintu. Dengan santun, Rainer menunduk hormat pada sang mertua.

“Terima kasih atas kedatangannya, Tuan.”

Brandon menepuk bahu Rainer sambil mengangguk. “Tuan? Kamu adalah menantuku. Panggil aku, Daddy.”

Salah tingkah, Rainer mengangguk dan menjawab santun. “Baik, Daddy.”

*****

Keesokan harinya, Claire berdandan feminim dan elegan. Dress berwarna navy pas di tubuh, sepatu berhak tinggi, perhiasan anting, cincin dan jam tangan mewah serta tas tangan keluaran terbaru brand internasional.

“Kamu yakin mau menggunakan pakaian itu?” tanya Rainer mengamati istrinya.

“Iya. Terus-terang saja ini sudah cukup simple menurutku.”

Rainer tidak membantah. Keduanya lalu menuju bandara. Perjalanan mereka cukup tersendat padatnya lalu lintas.

“Apa kita akan ketinggalan pesawat?” Ia mulai sedikit panik.

“Tidak.”

Claire mengangguk, percaya pada sahutan sang suami. “Berapa lama perjalanan kita?”

“Sembilan jam.”

Claire melirik jam tangan mewahnya. Saat ini sudah pukul delapan pagi dan mereka masih terjebak kemacetan. 

Tapi, kenapa Rainer sangat santai dan mengatakan mereka tidak akan terlambat?

“Kamu memesan kursi executive ‘kan? Aku tidak mau duduk di kursi ekonomi.” Claire menoleh ke arah Rainer, nada suaranya sedikit merengek. “Bisa kaku tubuhku sembilan jam duduk di kursi ekonomi.”

“Hem.”

“Pakai pesawat apa?”

“Yang biasa aku gunakan.”

Claire mengamati sekitar. Mobilnya masuk ke area parkir VIP bandara. Dahinya berkerut saat mereka berhenti di samping sebuah pesawat pribadi.

Wanita itu keluar dari mobil. Rainer langsung berkoordinasi dengan petugas bandara yang membawakan koper mereka. 

Claire mengamati orang-orang tersebut yang menunduk santun pada suaminya.

“Kita naik pesawat jet pribadi itu?” bisik Claire.

“Iya.”

Claire tergelak. “Ternyata kamu bisa juga buang-buang uang.”

Rainer tidak menanggapi. Claire sudah melenggang lebih dulu ke tangga pesawat. Mata wanita itu memicing saat membaca tulisan besar pada badan pesawat.

KING JET.

Belum sempat bertanya, mereka disambut ramah oleh kru pesawat. Claire diarahkan ke kursi yang mirip sofa mewah. Dengan senang hati, wanita itu menjatuhkan bokongnya pada dudukan empuk itu.

Interior pesawat ini minimalis, namun rapi dan fungsional. Claire melihat Rainer berbincang dengan kru pesawat lalu menghampirinya. 

“Kita akan take off sebentar lagi,” ucap Rainer sambil mengenakan sabuk pengaman dan membantu Claire dengan teliti.

“Kamu butuh sesuatu, My Lady? Makanan, minuman atau buku bacaan?” tanya Rainer saat mereka telah mengudara dan sabuk tanda pengaman boleh dilepaskan.

“Tidak. aku mau menonton saja. Nanti jika perlu apa pun, aku akan bilang sendiri pada pramugari,” jawab Claire.

“Oke. Aku pamit ke belakang sebentar. Mau menelepon keluargaku.”

Claire mengangguk. Kini ia sibuk memilih berbagai tontonan. Belum ada satu jam, Claire diserang rasa bosan.

Rainer kembali dengan seorang pramugari yang membawa makanan. Claire terpana dengan sajian di piring yang baru saja diletakkan pramugari di mejanya. Sedangkan Rainer tampak biasa saja melihat hidangan tersebut.

Steak ayam, salad dan telor rebus.

“Selamat makan, My Lady,” ucap Rainer.

Claire menatap heran pada Rainer yang memakan saladnya. 

Bukankah suaminya ini tidak suka sayuran? Malas bertanya, Claire menyuap makanan ke mulutnya.

Selesai makan, Rainer mengajak Claire untuk beristirahat di kabin. Wanita itu mengikuti suaminya. Kabin yang dimaksud ternyata sebuah kamar dengan ranjang menghadap televisi layar datar. Di pojok ruangan ada kamar mandi yang tidak terlalu besar.

“Tabunganmu akan habis untuk perjalanan ini, Rainer,” cetus Claire sambil menggeleng.

“Tak masalah. Uang bisa dicari. Lagipula, aku menggunakannya untuk bepergian dengan istriku.”

Wajah Claire memerah hingga ke telinga.

Ucapan yang sangat manis. Seandainya ia adalah istri sungguhan, pasti sudah meleleh dengan ucapan Rainer. 

Mereka berbincang akrab tentang berbagai film yang ditonton. Hingga akhirnya Claire tertidur dengan kepala bersandar pada lengan atas Rainer.

Rainer membuka lengannya hingga Claire kini tidur di dadanya. Lelaki itu tersenyum. Akhirnya ia bisa memeluk Claire lagi.

Pesawat mendarat. Claire dan Rainer bersiap turun. Ia mengamati kru pesawat yang menunduk hormat pada suaminya.

“Kita naik mobil itu?” tanya Claire menatap van di depan mereka yang sedang diisi oleh koper-koper.

“Tidak. Hanya koper-koper saja yang menggunakan mobil.”

“Lalu kita?”

Mata Claire mengikuti arah jari telunjuk Rainer.

“Kita naik itu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
uvuvwevwevwe osas
Rainer udh keliatan tanda2 kaya
goodnovel comment avatar
Yiming
king jet? pesawat pribadinya pasti punya Rainer nih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   145. Takdir Terindah

    Mansion ramai dengan tamu-tamu kecil. Mereka berlarian di taman yang di sulap menjadi halaman playground anak-anak. Berbagai macam mainan dan hidangan tersedia di sana.Karakter-karakter dari berbagai film anak-anak muncul di taman. Mahluk-mahluk kecil itu menjerit senang. Kelakuan mereka tentu saja membuat senyum tak hentinya terukir dari wajah para orang tua.Begitu pula dengan Claire dan Rainer. Pasangan suami istri itu duduk bersama Brandon, Adam, Maya dan Granny. Meskipun ramai, mata mereka tak pernah lepas dari empat sosok tak jauh dari mereka.Rinna dan Linda sedang menemani adik-adiknya. Xavian dan Azran, anak lelaki kembar yang tampan itu kini sedang merayakan ulang tahun pertama mereka."Ternyata Rinna dan Linda sangat telaten menemani adik-adik mereka, ya." Maya menatap bangga pada cucu-cucunya yang rupawan."Kalian mendidik mereka dengan tepat. Kami bangga sekali." Adam menimpali ucapan istrinya."Betul. Aku pun sangat bangga pada cucu-cucuku. Aku senang sekali pamer merek

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   144. Panggilan Baru

    Rinna dan Linda terlihat saling menatap. Ditunggu beberapa saat pun, tetap saja keduanya diam sambil menundukkan kepala. Hingga akhirnya Rainer berjongkok di depan putri-putrinya.“Papi tau sebenarnya kalian belum mengerti bagaimana memiliki adik. Kalian hanya merasa telah memiliki satu sama lain hingga tidak memerlukan adik.” Rainer mengungkapkan pikirannya.Lelaki itu lalu menjulurkan tangan kepada sang istri. Claire segera menggenggam tangan Rainer. Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing.Tangan Rainer lalu mengusap lembut perut Claire. Rinna dan Linda memperhatikan apa yang dilakukan Papi mereka.“Tetapi, di dalam perut Mommy ini sudah ada bayi. Adik kalian. Tuhan yang memberikannya kepada kita, seperti kalian.”“Kita tidak boleh menolaknya karena ini merupakan anugrah,” imbuh Rainer lagi.Lalu, Claire pun ikut berjongkok dan menatap kedua putrinya.“Jadi, jangan membenci sesuatu yang diberikan Tuhan. Apalagi kalian belum melihat dan merasakan bagaimana menj

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   143. Tidak Mau Adik

    “Mommy dan Papi ‘kan setiap hari bertemu dengan kalian. Jika kalian mau berlibur sebentar bersama Grandpa, Kakek, Nenek dan Gangan, pasti kami izinkan,” ucap Rainer pada putri-putrinya.“Memangnya Mommy dan Papi tidak kangen kami nanti?” Rinna bertanya dan menatap kedua orang tuanya.“Iya. Kami saja baru berpisah sebentar, kangen,” timpal Linda sambil memeluk saudara kembarnya.Claire mengamati putri kembarnya yang kini berpelukan. Sungguh sulit memisahkan mereka berdua. Padahal psikolog anak sudah mengingatkan bahwa mereka harus paham bahwa mereka adalah dua individu.Selama ini, Rinna dan Linda bertindak layaknya mereka adalah satu orang. Semua harus sama. Pakaian, mainan, juga berkegiatan.Pernah suatu ketika Claire dan Rainer membawa masing-masing satu anak. Hebatnya, keduanya tetap melakukan kegiatan yang sama meski berbeda jarak.Saat Rinna makan spaghetti, ternyata Linda pun meminta makanan yang sama. Saat Linda tidur, termyata Rinna pun tidur. Hingga akhirnya Claire dan Rainer

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   142. Interogasi

    “Ada apa dengan menantu cantikku?” Maya bertanya pada Brandon.“Beberapa hari yang lalu, Claire sempat terlambat makan karena sibuk meeting. Aku pikir, sakitnya sudah membaik. Entahlah.” Brandon mencoba menjelaskan.Di dalam kamar, Rainer mengumpulkan rambut Claire dan memeganginya. Tangannya yang bebas mengusap-usap lembut punggung sang istri. Claire sedang memuntahkan makanan yang baru saja ia makan.Rainer yang membersihkan bekas muntahan di wastafel kamar mandi. Claire keluar dan segera berbaring. Rasanya ia mual sekali.“Aku ambilkan jeruk dingin mau?”Claire menggeleng pada tawaran Rainer. “Aku mau lemon hangat saja.”“Oke. Sebentar, ya.”Sebelum keluar kamar, Rainer mengusap sayang kepala sang istri. Mencium dahinya dalam-dalam. Lalu, membuka pintu untuk kembali ke dapur.Namun, ia segera tertegun. Di depan pintu, Brandon, Adam menggendong Rinna, Maya menggendong Linda hingga Granny berdiri sambil menatapnya. Mereka menuntut penjelasan.“Kenapa putriku muntah-muntah?” Brandon m

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   141. Menduga-Duga

    Si kembar berlarian di dalam pesawat pribadi milik Rainer. Mereka hanya duduk manis selama makan. Setelah itu kembali aktif hingga akhirnya tertidur.“Pantas saja kamu sering meringis saat mereka di dalam perut, My Lady.” Rainer menggeleng sambil mengusap sayang kepala kedua putrinya.“Iya, mereka memang aktif sejak embrio.” Claire terkekeh.Rainer tersenyum. Ia menciumi wajah putri-putrinya. Kemudian kembali duduk di samping Claire.Rinna dan Linda tidur di kursi yang berhadapan dengan kursi Claire dan Rainer. Sementara Brandon telah beristirahat di kamar pesawat.“Bagaimana kalau yang ini?” Rainer bertanya pelan sambil mengusap perut Claire. “Apa ia juga seaktif kakak-kakaknya?”Tangan Claire melapisi tangan Rainer, lalu menggeleng. “Janin ini belum bergerak. Tetapi, karena kehamilan pertama sudah merasakan gerakan aktif, aku tidak akan kaget kalau kali ini pun janinnya setipe.”Kekehan keluar dari tenggorokan Rainer. Ia merentangkan tangan dan merangkul sang istri. Kepala Claire ki

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   140. Hamil Lagi

    Sampai di kafe, Rainer langsung memesan segelas jus buah. Ia memberikannya kepada Claire sambil menunggu makanan datang. Claire perlahan meminumnya jusnya.“Enak? Gulanya cukup?”Claire hanya mengangguk lalu memegangi kepalanya yang terasa berat.Akhirnya, Rainer berinisiatif memijat tengkuk sang istri. Merasa tidak bertambah baik, Claire menepis tangan Rainer dan menggeleng untuk memberi kode agar berhenti memijatnya.Kemudian, Rainer hanya mengusap-usap pelan punggung sang istri.Makanan mereka datang. Rainer menawarkan untuk menyuapi Claire, namun istrinya menggeleng. Claire makan sedikit demi sedikit.“Mungkin seharusnya aku minum obat lambung dulu, ya.” Claire berkata saat ia kesulitan menelan makanannya.“Mau aku belikan obat lambung di apotik dulu?”“Tidak usah. Aku sudah terlanjur makan.”Rainer mengangguk. Ia kembali memperhatikan Claire makan. Hanya setengah porsi yang berhasil dihabiskan.“Apa masih terasa pusing?”Claire mengangguk. “Sekarang malah tambah mual.”“Hmm … mun

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   139. Daddy Feminim

    Rainer datang saat ke perusahaan Rischmont untuk menjemput putri-putrinya. Dari jauh ia sudah melihat si kembar yang berlarian di lobi. Sedikit kekacauan mereka buat saat berbagai kertas, alat tulis atau bahkan kabel komputer menjadi mainan.“Nona, nanti kesetrum. Letakkan kabelnya, ya.” Pengasuh Linda melarang nona mudanya menarik-narik kabel.“Kabelnya lucu. Warnanya ungu.” Linda beralasan saat pengasuh bertanya kenapa ia senang sekali pada kabel tersebut.“Nona Rinna, itu kertas penting. Gambar di kertas lain saja, ya.” Kini pengasuh memohon pada nona mudanya agar kertas-kertas yang ia ambil diletakkan ke tempat semula.Kedua pengasuh bernapas lega, saat melihat Rainer masuk. Lelaki dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sikunya itu tersenyum pada kedua anak perempuan yang menunjuk-nunjuk dirinya.“Papi.” Keduanya lalu berlarian menghampiri Rainer.Kedua tangan Rainer terentang lebar. Ia memeluk kedua putrinya sekaligus kemudian menciuminya satu persatu. Setelah itu ia m

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   138. Memanjakan

    “Grandpa tidak mengerti. Coba ceritakan apa yang terjadi.”Claire membiarkan si kembar bercerita. Bibir mungil kedua putrinya bergerak-gerak tak henti. Cerita mereka sungguh random.Dari kesal karena mereka akan dipisahkan di kelas berbeda. Kemudian melihat Papi mencium Mammy di bibir. Lalu, permainan menarik di playground sekolah. Hingga mereka kemudian kembali pada cerita saat bertemu guru pertama kali di sekolah.“Aku tidak suka gurunya!” Si kembar berkata berbarengan.“Guru itu tidak melakukan apa pun pada kalian.” Claire menimpali ucapan si kembar.“Memangnya kalau memisahkan anak berarti tidak melakukan apa pun?”Umur mereka baru dua tahun. Namun, sungguh, terkadang Claire sampai bingung menjawab pertanyaan atau bahkan terpana dengan ucapan yang meluncur dari bibir putri-putrinya.“Sekolah melakukannya agar kalian bisa mandiri tanpa ketergantungan satu sama lain.”Sejenak si kembar saling menatap wajah masing-masing. Tiba-tiba dua anak kecil perempuan itu saling berpelukan erat.

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   137. Si Kembar

    Dua Tahun Berikutnya.“Erinna Rainclare Conrad dan Erlinda Rainclare Conrad.”Dua anak perempuan berlarian menghampiri seorang wanita yang memanggil nama lengkap mereka. Rainer dan Claire hanya terkekeh dan mengikuti putri-putri mereka.“Yang mana Rinna dan yang mana Linda?” Wanita yang berprofesi guru sekolah itu bertanya pada dua anak cantik di depannya.“Aku Rinna.”“Aku Linda.”Bergantian anak kecil itu menjawab. Wanita di depan mereka melirik Rainer dan Claire yang mengangguk membenarkan. Maklum wajah kedua kembar itu sangat mirip.Rinna dan Linda saat ini sedang trial untuk masuk sekolah playgroup. Keduanya sangat bersemangat. Meskipun menurut Rainer keduanya masih sangat kecil untuk bersekolah, tetapi akhirnya ia menyetujui saat putri-putrinya itu terus merengek.“Rinna di kelas A, dan Linda di kelas B,” ucap guru tersebut.Kedua anak perempuan itu lalu menatap guru mereka. Kemudian menatap Rainer dan Claire. Rinna dan Linda mundur teratur sambil menggelengkan kepala.“Rinna ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status