Share

Bab 3

Author: Ciara
Dari sudut mataku, aku melihat Liam yang menggosok ujung jarinya. Itu adalah tanda dia merasa tidak senang.

Ketika aku sedang makan, asistennya Elisa tiba-tiba berjalan ke sisiku. Sebelum aku sempat mendongak, dia sudah melempar sebuah kain ke supku sehingga tubuhku terciprat minyak.

“Nanti, pergi bersihkan mobil Elisa.”

Hari ini, hujan turun sangat deras. Bagian luar mobil Elisa dipenuhi dengan lumpur.

Aku tidak menanggapi ucapannya, hanya menyeka tanganku dengan acuh tak acuh.

Melihat aku yang tidak bergeming, asistennya Elisa itu melangkah maju dan berseru di samping telingaku, “Kamu tuli? Memangnya kamu nggak bisa jawab, kamu dengar omonganku atau nggak? Dasar orang nggak berpendidikan!”

Seusai berbicara, dia mengulurkan tangannya ke arah kerah bajuku.

Aku menunduk pada Liam karena aku mencintainya. Namun, itu tidak berarti bajingan mana saja bisa bertindak seenaknya terhadapku. Aku langsung mengambil sisa makananku dan menuangkannya ke kepala asistennya Elisa.

“Memangnya ayahmu nggak pernah mendidikmu? Pergi sana!”

Mendengar keributan di luar, Elisa buru-buru berlari keluar dan berdiri di depan asistennya. Dia menunjukkan sikap seperti aku yang membuat onar.

“Evelyn, kalau kamu nggak senang sama aku, lampiaskan semuanya padaku. Apa kamu perlu bersikap seperti ini terhadap asistenku! Memangnya asisten itu bukan orang dan kamu bisa menindasnya sesuka hatimu?”

Hanya dengan beberapa patah kata, Elisa berhasil membuat para pekerja di sekeliling merasa Elisa memahami mereka. Dalam sekejap, semua orang pun memelototiku dengan penuh ejekan.

Liam melangkah maju dengan santai dan menarik Elisa masuk. Dia hanya meninggalkan punggungnya dan ucapannya yang dingin kepadaku.

“Semuanya, masuk.”

Aku menertawakan diriku sendiri. Apa dia mau membela cinta pertamanya?

“Bukannya kamu suruh aku bersihkan mobil, lalu bilang aku nggak berpendidikan? Kenapa? Karena menolak jadi pengasuhmu, itu berarti aku nggak berpendidikan?”

Aku berdiri di seberang Liam dan bertanya pada Elisa. Namun, mataku tertuju pada tangan mereka yang masih saling bertaut.

“Oh, benar juga. Sekarang, kamu itu aktris yang lagi naik daun di industri film, juga punya dukungan aktor terkenal seperti Liam. Orang sepertimu memang paling bermuka dua, ‘kan?”

Aku selalu memikirkan karier Liam, tetapi balasan yang kudapatkan malah adalah tindakan semena-mena Liam dan Elisa. Sebagai orang ketiga, Elisa tidak berhenti menguji kesabaranku. Kesabaranku sudah benar-benar habis.

Saat merasakan Liam sudah melepaskan tangannya, Elisa langsung memasang tampang penuh senyuman.

“Haih! Kok Kak Evelyn ngomongnya begitu! Tadi, ada orang lain di luar. Aku kan nggak boleh bersikap nggak adil.”

Melihat aku yang masih memasang tampang dingin, Elisa langsung berbalik dan menampar asistennya itu. “Apa-apaan kamu! Aku suruh kamu cari orang bersihkan mobilku, tapi kamu malah suruh Kak Evelyn melakukannya. Dasar nggak tahu diri!”

Seusai berbicara, Elisa melangkah maju lagi dan berujar, “Kak Evelyn, asistenku memang nggak becus. Kamu jangan permasalahkan hal sepele ini dengannya lagi, ya. Anggap saja demi aku. Oke?”

Saat berbicara, dia juga menaruh tangannya ke bahuku. Baru saja aku hendak menepis tangannya, dia malah menggenggam pergelangan tanganku.

“Cincin ini memang lebih cocok di jari Kak Evelyn. Waktu Liam memberikannya padaku sebelumnya, cincin ini kebesaran satu nomor buat aku.”

Cincin itu adalah hadiah Hari Kasih Sayang yang diberikan Liam kepadaku. Ketika menikah, kami tidak membeli cincin nikah. Liam yang tidak ingin membelinya. Dia berkata, “Lagian, kita juga menyembunyikan pernikahan ini. Buat apa kita beli cincin nikah? Nggak usah buang-buang uang.”

Ketika mengenakan cincin ini malam itu, aku sangat gembira hingga tidak bisa tidur dan hanya menatapnya semalaman. Tak disangka, cincin ini ternyata adalah hadiah yang tidak diinginkan orang lain.

“Minggir! Tanganmu kotor banget.”

Elisa langsung terpaku di tempat. Sementara itu, Liam juga tidak tahan lagi.

“Evelyn! Jangan lupa sama statusmu! Buat apa kamu berlagak hebat di hadapan orang luar!”

Aku pun tertegun. Ternyata, aku sudah mencapai tahap di mana aku melupakan statusku?

Di tempat yang tak terlihat Liam, Elisa memandangku dengan sombong.

‘Apa cinta pertama begitu sulit untuk dilupakan? Evelyn, kamu benar-benar terlalu merendah sampai nggak punya harga diri lagi!’ Aku menertawakan diriku dalam hati.

Aku tidak lagi peduli pada Liam dan hendak berbalik untuk pergi. Baru saja aku memegang gagang pintu, lambungku tiba-tiba bergejolak. Rasa sakit yang hebat itu langsung membuatku berjongkok dan meringkuk.

Liam berjalan cepat ke arahku dan memegang pergelangan tanganku. “Kenapa? Maagmu kambuh lagi?”

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku ingin menepis tangannya. Namun, rasa sakit itu sudah membuatku sama sekali tidak bertenaga untuk melawan.

“Kamu juga minggir. Kotor ....”

Suaraku tidak besar, tetapi ruangan ini sangat tenang. Semua orang langsung tercengang setelah mendengar ucapanku.

Setelah tersadar dari keterkejutannya, Elisa langsung menunjukkan tampang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Dia berharap Liam membenciku.

“Bisa nggak kamu jangan buat onar lagi? Aku akan suruh orang untuk antar kamu ke rumah sakit.”

Sebelum Liam sempat memanggil orang, aku menahan rasa sakit dan mengerahkan seluruh tenagaku untuk mencengkeram pergelangan tangannya. Ketika dia menunduk, aku melepas cincin itu dan melemparnya ke arah Elisa.

“Aku nggak mau cincin itu.”

Seusai berbicara, sebelum sempat melihat ekspresi Liam, aku sudah sepenuhnya kehilangan kesadaranku. Ketika tersadar kembali, aku sedang berbaring di ranjang pasien rumah sakit.

“Kenapa kamu nggak kasih tahu aku kalau kondisimu separah ini? Kenapa? Kamu merasa aku nggak bisa melakukan apa-apa tanpamu?”

Begitu melihat aku sudah sadar, Liam langsung melontarkan tuduhannya dan menyalahkanku. Jelas-jelas, dia sedang berkencan dengan cinta pertamanya di tepi danau pada hari itu.

“Hari ini, pertengkaranmu dengan Elisa sudah berdampak kurang baik. Mulai besok, kamu nggak perlu pergi ke studio lagi. Lagian, maagmu juga bermasalah. Mulai sekarang, kamu nggak usah kerja lagi. Kamu jadi ibu rumah tangga yang baik saja.”

Liam langsung menghentikan semua pekerjaanku secara sepihak. Namun, dari kata-katanya, aku dapat menilai bahwa dia sebenarnya khawatir masalah hari ini berdampak buruk pada Elisa.

Jariku tiba-tiba terasa dingin. Aku pun menunduk untuk melihatnya. Entah sejak kapan, Liam sudah mengeluarkan cincin yang kubuang itu dari tasnya dan menyematkannya ke jariku. Aku mengempaskan jariku dan cincin itu jatuh ke lantai lagi.

“Evelyn, kesabaranku ada batasnya ....”

“Kita cerai saja!”

Liam yang ucapannya disela olehku langsung tersenyum sinis. “Evelyn, bisa nggak kamu jangan buat onar lagi? Ini karena Elisa lagi, ‘kan? Sudah kubilang, kami cuma teman biasa. Gosip di antara kami juga cuma sebatas untuk publisitas. Hal itu menguntungkan karier kami! Memangnya kamu nggak bisa mengalah sesaat?”

Ketika mengucapkan kata-kata itu, Liam bahkan tidak menyadari ada kejenuhan yang terpancar jelas dari matanya.

Setelah tujuh tahun bersama, aku memandang pria tampan di hadapanku, tetapi malah merasa dirinya sangat asing. Aku menatapnya dengan dingin dan berkata lagi, “Aku mau cerai. Sebaiknya kita cerai saja.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Selebku Menolak untuk Cerai   Bab 8

    Setelah hari itu, Liam tidak pernah muncul di hadapanku lagi. Sebaliknya, Edward akan datang ke perusahaan untuk mencariku dengan alasan yang berbeda setiap hari.Sejak ciuman waktu itu, ada semacam atmosfer yang tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata yang menyelimuti kami. Namun, akal sehatku memberitahuku bahwa aku tidak boleh membuang-buang waktunya.Sore ini, Edward membawa makanan yang dimasaknya sendiri ke kantorku.“Pembantu rumahku masak kebanyakan. Ayo temani aku makan.”Melihat raut wajahnya yang penuh siasat, aku mengangguk. Mungkin karena tidak menyangka bahwa hari ini aku akan menyetujui permintaannya dengan semudah itu, Edward merasa agak terkejut.Saat makan sampai setengah, aku akhirnya berkata, “Edward, aku nggak layak menerima perlakuan seperti ini darimu. Kamu ... bisa dapatkan orang yang lebih baik.”Gerakan Edward yang sedang mengambil sayur terhenti sejenak. Matanya juga seketika memerah. Tepat ketika aku mengira dia tidak akan membalas ucapanku, Edward meng

  • Suami Selebku Menolak untuk Cerai   Bab 7

    “Jangan suka nuduh orang lain jadi orang ketiga. Kenapa kamu nggak ucapkan kata-kata itu pada Elisa yang berdiri di belakangmu? Bukannya dia barulah orang ketiga yang membuat kita cerai!”Suaraku tidak besar, tetapi cukup besar untuk didengar para rekan kerja yang suka bergosip.Liam boleh menindasku, tetapi Edward tidak bersalah. Mungkin karena tidak menyangka aku akan membela Edward, mata Liam langsung memerah.“Kamu ... kenapa kamu mengatai aku seperti itu?”Suara Elisa terdengar penuh kesedihan. Air matanya juga hampir bergulir. Aku mengabaikannya, lalu menarik tangan Edward yang sedang berpura-pura menonton pertunjukan di samping.Ketika aku berjalan melewati Liam, dia malah menahan tanganku. Hanya dalam waktu semenit, pria di hadapanku itu sudah kembali rasional.“Kalau kamu nggak mau dia dipecat dari perusahaan ini, sebaiknya kamu batalkan perceraian kita.”Dulu, Liam paling benci menyelesaikan masalah dengan mengandalkan koneksi. Sekarang, dia ternyata juga menjadi orang yang p

  • Suami Selebku Menolak untuk Cerai   Bab 6

    Aku merasa heran. Namun, begitu memikirkan aku akhirnya terlepas dari Liam, aku pun merasa bersemangat sampai tidak bisa tidur. Tak disangka, di pesta penyambutan karyawan baru perusahaan, aku malah bertemu dengan Elisa dan Liam lagi.Elisa berjalan ke hadapanku dengan membawa segelas alkohol. “Kak Evelyn, terima kasih atas bantuanmu sebelumnya.”Asistennya Elisa berdiri tidak jauh di belakang. Tatapannya dipenuhi dengan ejekan. “Bu Evelyn datang bersama Kak Liam? Oh salah, Bu Evelyn sudah dipecat.”Elisa berpura-pura marah dan menyuruh asistennya untuk diam. “Ngomong apa sih kamu! Memangnya siapa saja bisa tahu jadwal Kak Liam?”Ucapan Elisa memang benar. Ketika masih bekerja sebagai asisten Liam, aku juga belum tentu tahu di mana Liam berada, apalagi setelah bercerai. Namun, ketika melihat tampang sombong Elisa, ada sebuah pemikiran yang tiba-tiba muncul di benakku.“Apa Liam masih nggak bersedia kasih kamu status?”Ucapanku langsung membuat Elisa terpaku di tempat. Aku pun tertawa.

  • Suami Selebku Menolak untuk Cerai   Bab 5

    “Kamu benar-benar mau ... cerai denganku? Sudah kubilang, aku nggak akan menceraikanmu. Kamu jangan berharap lagi.”Aku pun tersenyum, lalu teringat ucapan Liam begitu kembali tadi.“Bukannya kamu mau aku bantu Elisa?”Seolah-olah sudah bisa menebak apa yang akan kukatakan, Liam langsung menggigit bibirnya. Setetes air matanya langsung mengalir tanpa aba-aba. Dulu, aku paling takut melihatnya menangis. Setiap kali, aku akan merasa sangat sakit hati dan berharap diriku bisa menggantikannya menanggung kesedihan itu. Sekarang, aku sama sekali tidak bergeming setelah melihat air matanya.“Berhubung kamu sudah terima surat cerainya, bacalah isinya, lalu tanda tangan. Asal kamu tanda tangan, aku akan bantu Elisa untuk klarifikasi masalah itu.”Setelah mendengar ucapanku, surat cerai itu langsung terlepas dari genggaman Liam. Aku tahu seberapa besar pengaruh masalah kali ini terhadap Elisa. Dia pada dasarnya adalah aktris yang disokong oleh para kapitalis. Sekarang, dia malah merusak reputa

  • Suami Selebku Menolak untuk Cerai   Bab 4

    “Aku nggak mau ce ....”Sebelum Liam menyelesaikan kata-katanya, ada seorang perawat yang berjalan masuk. Dia pun segera menutup mulutnya.Aku lagi-lagi menertawakan diriku sendiri. Dia benar-benar sangat takut hubungan kami diketahui orang lain.Ketika mengganti obatku, mata perawat itu malah tidak berhenti melirik aku dan Liam. Tatapannya yang penuh dengan keinginan untuk bergosip membuat Liam mengernyit.“Dia itu cuma asistenku. Jangan lihat lagi.”Begitu gerak-geriknya ketahuan, perawat itu seketika merasa malu dan buru-buru keluar setelah mengganti obatku.Pada detik sebelumnya, Liam baru menolak untuk bercerai denganku. Namun, pada detik selanjutnya, dia malah mengatakan pada orang lain bahwa hubungan kami hanya sebatas teman, hanya sebatas atasan dengan bawahan.Ketika dia hendak menggenggam tanganku lagi, aku langsung menepisnya. “Sudah kubilang, jangan sentuh aku. Kamu membuatku merasa jijik.”Begitu mendengar ucapanku, Liam langsung menggigit bibirnya dengan kuat dan matanya

  • Suami Selebku Menolak untuk Cerai   Bab 3

    Dari sudut mataku, aku melihat Liam yang menggosok ujung jarinya. Itu adalah tanda dia merasa tidak senang.Ketika aku sedang makan, asistennya Elisa tiba-tiba berjalan ke sisiku. Sebelum aku sempat mendongak, dia sudah melempar sebuah kain ke supku sehingga tubuhku terciprat minyak.“Nanti, pergi bersihkan mobil Elisa.”Hari ini, hujan turun sangat deras. Bagian luar mobil Elisa dipenuhi dengan lumpur. Aku tidak menanggapi ucapannya, hanya menyeka tanganku dengan acuh tak acuh. Melihat aku yang tidak bergeming, asistennya Elisa itu melangkah maju dan berseru di samping telingaku, “Kamu tuli? Memangnya kamu nggak bisa jawab, kamu dengar omonganku atau nggak? Dasar orang nggak berpendidikan!”Seusai berbicara, dia mengulurkan tangannya ke arah kerah bajuku.Aku menunduk pada Liam karena aku mencintainya. Namun, itu tidak berarti bajingan mana saja bisa bertindak seenaknya terhadapku. Aku langsung mengambil sisa makananku dan menuangkannya ke kepala asistennya Elisa.“Memangnya ayahmu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status