"Bagus! Tidurlah sampai pagi, Mas!" Salma tersenyum licik melihat Arka terlelap di sampingnya. "Sekali-kali aku juga ingin merasakan tidur dipeluk kamu, Mas. Menghabiskan malam bersama kamu." Salma mengelus pipi Arka dengan jemarinya. Namun, hal itu justru membuat Arka terbangun.
"Oh, Gosh! Adikku pasti udah nunggu di bawah!" Arka setengah berteriak. Ia langsung duduk dan menoleh ke arah Salma."Kamu kenapa enggak bangunin aku?" Arka menyalahkan Salma.Salma yang masih dalam posisi setengah berbaring menatap Arka dengan wajah ditekuk. "Aku juga ketiduran, Mas. Aku capek."Tanpa bicara lagi, Arka langsung memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai dan memakainya dengan cepat."Ambilkan hp-ku!" titah Arka sembari mengancingkan kemejanya.Salma melilitkan selimut ke tubuhnya yang polos. Di ambilnya ponsel Arka yang ada di nakas. Tanpa kata, Salma menyerahkan ponsel itu pada sang empunya. Namun, karena Arka masih berkutat dengan pakaiannya, lelaki itu meminta Salma untuk menyalakan ponselnya.Begitu ponsel dinyalakan, tak lama ada panggilan masuk dari Hanan. Namun, Salma reflek mengangkatnya. Kemudian ia panik sendiri. "Mas, ini ada telpon malah udah aku angkat," ucap Salma dengan panik, takut, dan merasa bersalah."Kenapa kamu angkat?" bentak Arka dengan suara tertahan. Ia takut kalau Nabila yang menelepon. Bisa panjang urusannya.Arka menerima ponsel itu dan melihat siapa yang menelepon. Laki-laki itu menghembuskan napas dengan lega. Karena adiknya lah yang menelepon, bukan istrinya.Sementara Hanan yang mendengar suara perempuan sedang bersama kakaknya, menjadi semakin yakin kalau ada yang tidak beres dengan dengan Arka. Terlebih perempuan itu dengan jelas memanggil Arka dengan panggilan Mas.Jika kakaknya sedang meeting atau urusan kerja lainnya, tak mungkin ia bersama perempuan yang memanggilnya Mas. Entah itu atasan atau bawahan, mereka pasti akan memanggil Arka dengan sebutan Pak. Kini Hanan paham mengapa sampai Arka berbohong kepada Nabila."Aku enggak akan tinggal diam!" gumam Hanan dalam hati."Halo, Nan!" Suara Arka terdengar dari ujung ponsel Hanan."Kamu dimana, Mas? Aku udah nunggu dari tadi, nih!" ucap Hanan dengan menaikkan nada suaranya."Iya, Han. Ini, sebentar lagi aku turun. Tunggu di lobi, ya!"Tanpa menunggu jawaban Hanan, Arka langsung memutus sambungan teleponnya, kemudian turun ke lobi."Jadi sekarang kamu kayak gini, Mas?" tanya Hanan saat mereka sudah di dalam mobil dalam perjalanan menuju rumah Arka."Kayak gini gimana, Han?" Arka pura-pura tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan adiknya itu. Padahal dalam hati ia khawatir juga kalau Hanan sampai menceritakan hal itu kepada Nabila.Hanan tersenyum sinis. "Enggak nyangka aku. Mas Arka yang tadinya sama cewek aja malu. Sampai nikah aja Ibu yang nyariin dan jodohin, ternyata sekarang ...."Arka bingung hendak menjawab apa. Ia memilih fokus menyetir tanpa menanggapi ucapan adiknya itu."Apa Mas Arka enggak kasihan sama Nabila?" desak Hanan karena tidak suka diabaikan oleh kakaknya.Arka langsung menoleh begitu mendengar nama istrinya disebut. "Han, jangan bawa-bawa Nabila. Dia enggak tahu apa-apa.""Makanya, Mas. Gimana coba reaksi Nabila kalau sampai tahu Mas Arka sebajingan ini?" Sengaja Hanan menggunakan kata yang kasar agar kakaknya sadar."Ya makanya itu, dia jangan sampai tau!" Arka balik membentak adiknya. "Kamu enggak usah ngadu-ngadu sama dia! Enggak usah campuri kehidupan pribadiku!""Heh!" Hanan menaikkan sebelah bibirnya. "Kalau kalian bukan keluargaku, aku enggak akan ikut campur. Sayangnya kamu kakakku!""Enggak usah macam-macam kamu, Han!" ancam Arka."Kebalik! Harusnya aku yang bilang begitu!" Hanan menoleh dan menatap tajam ke arah kakaknya yang sedang menyetir. "Jangan macam-macam kamu, Mas! Karena kalau sampai kamu nyakitin Nabila, aku enggak akan tinggal diam!"Arka kemudian menurunkan sedikit egonya. Ia tidak mau bersitegang dengan adiknya saat mereka baru bertemu lagi setelah sekian lama. "Ayolah, Han. Kita sama-sama laki-laki. Enggak munafik kalau ada cewek cantik yang deketin. Kamu kalau udah di posisiku, juga pasti bakal kayak aku sekarang."Hanan mendengkus. "Kamu pikir semua laki-laki kayak kamu, Mas?""Kamu cuma belum ngerasain aja ada di posisiku, Han." Arka masih berusaha membela diri. "Coba bayangin aja! Di kantor aku ketemu cewek yang semuanya itu cantik, seksi, dan wangi, Han. Bahkan pakaian mereka begitu menggoda hasrat lelaki. Sementara begitu pulang, apa yang aku lihat?"Hanan memang terakhir bertemu Nabila sekitar tiga tahun yang lalu. Bahkan saat ini menginjak tahun keempat karena pandemi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini dan juga kesibukannya sebagai fotografer. Jadi, di kepalanya Nabila adalah gadis selalu tampil rapi meski sederhana."Kamu udah lama, kan, enggak ketemu Nabila?" tanya Arka lagi.Hanan mengangguk."Kamu lihat sendiri lah nanti. Kayak gimana dia sekarang."Dua kakak beradik itu akhirnya sama-sama terdiam sampai tiba di rumah Arka.Nabila yang sejak tadi sangat tidak tenang karena Arka tidak menjawab panggilan teleponnya sama sekali, bergegas keluar rumah begitu terdengar deru mobil memasuki halaman rumahnya. Wanita berusia 30 tahun itu bernapas lega saat melihat Arka turun dari mobil bersama Hanan.Nabila tersenyum lebar melihat kedatangan suami dan adik iparnya. Ia berdiri di teras rumah menunggu dua laki-laki itu berjalan mendekat.Sementara Hanan yang baru turun dari mobil tertegun sejenak. Ia mengerti apa yang dimaksud Arka tadi. Sungguh, Hanan sangat tidak menyangka kalau perempuan yang sedang berdiri di teras itu adalah Nabila. Badannya kurus, wajahnya pucat dan kusam. Nabila bahkan mengenakan daster yang warnanya sudah pudar. Bahkan motifnya sudah tidak simetris lagi. Sepertinya daster itu tadinya sobek dan ia jahit berkali-kali."Astaga, Nabila! Kenapa penampilanmu beda sekali dengan Mas Arka?" Hanan membatin sembari memandangi Arka yang sudah berjalan terlebih dahulu di depannya. Hanan tahu betul kalau kemeja, celana, dan sepatu yang dikenakan Arka harganya cukup mahal."Aku harus tahu apa yang terjadi. Kalau memang Mas Arka yang semena-mena sama Nabila, aku enggak akan tinggal diam! Aku janji, Na, aku akan buat kamu cantik lagi! Kita lihat, gimana Mas Arka nanti!" tekad Hanan dalam hati.Hanan kemudian menyusul langkah Arka, setelah cukup dekat dengan Arka, ia setengah berbisik, "Mas yakin udah enggak tertarik sama Nabila? Gimana kalau ada pria lain yang suka sama dia?"Langkah Arka terhenti kemudian menoleh ke arah Hanan. "Ngaco aja kamu! Mana ada yang mau sama perempuan dekil seperti itu!""Astaga! Adikku datang, kamu cuma nyiapin ini buat makan malam?" geram Arka ketika melihat makanan yang terhidang di atas meja makan.Nabila menatap heran pada suaminya. "Bukannya tadi pagi aku udah bilang, Mas. Aku udah enggak punya uang. Sisa kemarin aku beliin gas yang habis. Jadi, hari ini aku masak apa yang tersisa di kulkas."Arka menggeleng-gelengkan kepalanya. "Benar-benar boros kamu, ya, Na! Masa aku kasih seratus ribu enggak cukup seminggu? Emang kamu belanja apa aja, sih, tiap harinya? Aku juga cuma makan pagi doang, kan, di rumah ini?"Nabila berjalan ke arah lemari dapur dan mengambil buku catatan belanjanya. Diserahkannya buku itu kepada Arka. Karena Nabila hafal betul dengan sikap Arka yang suka mengungkit pemberiannya itu. Jadi, Nabila selalu mencatat apa saja yang ia beli setiap harinya.Sementara Arka membaca catatan belanja istrinya, Nabila menatap cah kangkung dan tahu goreng yang ada di meja makan. Sehari-hari bahkan Nabila jarang makan lengkap dengan sayur dan la
Hanan sangat terkejut mendengar perkataan Arka. Lelaki itu langsung menoleh ke arah Arka sembari menyipitkan matanya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau kakaknya ternyata memperlakukan Nabila seburuk itu. Tanpa mengalihkan tatapannya dari Arka, Hanan memerintah Nabila dengan tegas. "Na, cepat ganti baju!""Ta-tapi ....""Udah! Jangan membantah!" potong Hanan saat Nabila hendak menolak. Tatapan lelaki itu masih fokus kepada kakaknya yang tidak tampak bersalah sama sekali.Meski takut kepada Arka, Nabila menuruti perintah adik iparnya itu. Wanita itu beranjak menuju kamar dan mengganti dasternya dengan setelan tunik dan celana panjang. Tak lupa ia juga mengenakan jilbab karena hendak keluar rumah."Kamu ini apa-apaan, sih, Han? Kenapa pakai ajak Nabila segala?" tanya Arka sembari menatap adiknya tidak suka."Kamu Mas yang apa-apaan. Nabila itu istri kamu! Kayak gini kamu ternyata perlakuin dia?" Arka menghela napas. Ia memilih diam dan tidak berdebat dengan adiknya. Lelaki itu kemudi
"Kamu ngapain nyusul ke sini?" geram Arka. Meski setengah berbisik dan dengan gigi terkatup rapat, nada kesal dari suaranya tetap bisa ditangkap oleh Salma. Apalagi dengan tampang Arka yang dinginnya melebihi salju yang telah membeku ribuan tahun."Aku ...."Belum juga Salma menyelesaikan ucapan, Arka sudah memotongnya. "Kamu tau, kan? Kita harus hati-hati?"Salma mengangguk. Ia tidak menyangka kalau Arka akan memarahinya seperti ini. "Tapi, aku kangen sama kamu, Mas." Salma berusaha mencairkan kebekuan Arka dengan rengekan manjanya."Iya, aku tahu. Tapi, enggak gini juga. Kalau istriku tahu gimana, coba?""Tapi, kan, dia enggak tau."Arka menghela napas kasar."Aku masih kangen banget sama kamu, Mas ...." Salma mengambil telapak tangan Arka dan menempelkannya di pipi mulusnya lalu menciumi punggung tangan itu berkali-kali."Tadi, kan, udah." Sesuai perkiraan Salma, pegunungan es yang tadi menghiasi wajah Arka akhirnya mencair. Teori Salma tentang lelaki kembali berhasil. Kini nada b
Mata Salma menyipit dengan bibir tersungging sebelah saat mendengar pertanyaan Nabila. Dengan licik ia ingin mengatakan sesuatu yang membuat Nabila curiga sekaligus rendah diri. Karena setelah bisa mengendalikan Arka, keinginan Salma saat ini hanya satu, yaitu membuat Nabila mundur dari posisinya sebagai istri Arka.Namun, baru saja Salma hendak membuka mulut, Arka keluar dari kamar mandi dan menatapnya penuh tanya. Tatapan lelaki itu langsung tertuju pada ponsel yang menempel di telinga Salma. Ia hafal betul dengan casing ponselnua.Segera Arka mengambil ponsel itu dari tangan Salma. Sekilas ia menatap Salma dengan tidak suka. Lalu dilihatnya siapa yang menelepon. Sekali lagi Arka menatap tajam kepada Salma karena ternyata Nabila yang menelepon. "Halo, Na!" ucap Arka setelah menempelkan ponsel di telinganya. Ia melangkah menjauhi Salma menuju kaca kamar yang terbentang lebar."Halo, Mas! Tadi kenapa Salma yang angkat telpon? Kamu masih sama dia? Kalian baik-baik aja, kan?" cecar Nab
"Loh, Na, kamu kenapa?" Hanan langsung berdiri mencegat Nabila, saat melihat kakak iparnya itu kembali ke rumah sembari menangis.Hati Nabila teramat hancur, sehingga ia tidak bisa lagi menahan cairan hangat yang berdesakan untuk keluar dari pelupuk matanya. Ia merasa tertipu, dibohongi, bahkan kemungkinan besar dikhianati. Hatinya remuk redam saat ini."Aku mau masuk," ucap Nabila dengan suara tercekat. Hanan bahkan nyaris tidak bisa mendengarnya.Hanan menyingkir, membiarkan Nabila memasuki rumah. Lelaki itu mengikuti langkah kakak iparnya, meninggalkan secangkir teh yang sebelumnya sedang ia nikmati di teras rumah. Hanan mengamati Nabila dari belakang. Nabila mematung di depan pintu kamarnya yang masih terbuka. Dadanya bergemuruh melihat Arka yang masih bergelung di bawah selimut. "Suami kejam!" geram Nabila dengan suara tertahan karena tenggorokannya serasa tercekat.Karena Nabila mematung cukup lama, Hanan kemudian mengambil kantong belanjaan yang bahkan masih dipegang Nabila,
"Masak apa kamu?" tanya Arka. Lagi-lagi dengan nada sinis dan tidak bersahabat. Nabila enggan menjawab. Saat ini ia tidak akan lagi mau diperlakukan seenaknya oleh Arka. Ia memilih menyiapkan sayur asam permintaan Hanan dan mengabaikan Arka.Arka menaikkan sebelah alisnya, karena tidak biasanya Nabila mengabaikannya seperti itu. Lelaki itu kemudian berjalan mendekati meja makan dan mencomot ayam goreng yang masih hangat. Setelah menghabiskan satu potong, Arka tersenyum sinis. "Ck! Kamu sengaja masak berlebih gini biar bisa makan enak banyak-banyak, ya?" Arka mendengkus, lebih tepatnya dengkusan yang terdengar merendahkan Nabila. "Mentang-mentang aku kasih uang belanja lebih, udah enggak terkendali belanjaanmu ini!"Nabila langsung meletakkan sendok sayur yang sedang ia pegang dengan keras. Sampai menimbulkan bunyi yang membuat perhatian Arka teralihkan seketika.Arka menoleh dan menatap Nabila penuh tanya. Selama lima tahun pernikahan, ini kali pertama Nabila bersikap seperti itu."
Pergi dari rumah, Arka menyetir mobil dengan pikiran kacau. Perubahan sikap Nabila membuat kepalanya mau pecah. Ia takut kalau ke depan Nabila tidak bisa ia kendalikan lagi.Berkali-kali Arka mengumpat kasar. Berkali-kali juga ia memukul stir yang tidak bersalah apa-apa.Lelaki itu kemudian membunyikan musik di mobilnya. Memutar lagu rock dengan volume yang cukup keras. Ia melampiaskan kekesalannya dengan ikut bernyanyi sembari berteriak-teriak sepuasnya."Aaa! Aaaa!"Pertanyaan mengapa Nabila berubah terus berputar di kepalanya. Arka terus berpikir dan mencari cara agar Nabila bisa ia tundukkan lagi seperti sebelumnya. Sampai Arka tidak fokus pada jalanan karena kebetulan jalanan memang sedang sangat sepi. Ia tidak menyadari kalau di depan ada perempatan dan lampu lalu lintas sudah menyala merah. Ia terus melajukan mobilnya, sampai akhirnya bunyi tabrakan dan benturan kepalanya dengan stir mobil membuat kesadaran Arka kembali."Oh, damn! Shitttt!" teriak Arka sembari memegang keningn
Arka kebingungan begitu berada di rumah sakit. Ia perlu dirawat, tetapi tidak ada yang membantunya mengurus administrasi. Ia ingin menghubungi Hanan, tetapi adiknya itu tentu belum begitu paham dengan daerah situ. Sementara Nabila, menurut Arka istrinya itu tidak bisa diandalkan. "Mana mungkin Nabila yang cuma lulusan SMA bisa urus administrasi rumah sakit," gumam Arka sembari tersenyum sinis. Lelaki itu kemudian memilih menghubungi Salma. Terlebih mereka tadi memang sudah janjian untuk bertemu."Iya, Mas. Kamu udah sampai?" tanya Salma lagi-lagi dengan suara mendayu."Belum, Sal. Aku kecelakaan. Sekarang aku di rumah sakit. Kamu bisa ke sini, kan?""Apa? Kamu kecelakaan, Mas? Astaga! Terus gimana kondisi kamu? Kamu enggak kenapa-kenapa, kan, Mas? Sekarang kamu sama siapa?" cerocos Salma membuat kepala Arka yang sakit semakin pening."Sendiri, kamu ke sini, ya!" Arka kemudian menyebutkan nama rumah sakit dimana dirinya dirawat."Ya udah, kamu tunggu sebentar, aku ke situ sekarang."A