Share

Suami Selingkuh, Adik Ipar Ku Rengkuh
Suami Selingkuh, Adik Ipar Ku Rengkuh
Author: Srirama Adafi

Kamar Hotel

[Aku udah di hotel biasa. Kamar nomor 512.]

Arka membaca pesan dari Salma, sekretarisnya. Segera jari-jari panjangnya mengetik balasan untuk wanita yang sudah menjadi kekasih gelapnya beberapa bulan terakhir ini.

[Oke. Sebentar lagi aku ke situ.]

Diletakkannya ponsel itu kembali di meja. Lalu lelaki berambut cepak itu menyandarkan kepala di kursi kebesarannya. Kursi manager yang sudah sepuluh tahun lamanya ia impikan.

Sebelum beranjak dari kursi empuk itu, Arka mengambil ponsel kembali dan mengetik sebuah pesan.

[Na, aku pulang telat. Hari ini Hanan datang. Aku jemput dia dulu di stasiun.]

Usai mengirim pesan, laki-laki berkemeja cokelat muda itu memasukkan ponsel ke saku, membereskan meja dan meninggalkan ruang kerjanya. Disapanya dengan ramah beberapa anak buahnya yang sedang lembur. Ia ingin menjaga image sebagai atasan yang ramah dan baik hati.

Begitu Arka keluar dari kantor, langit sudah gelap. Ia langsung berjalan menuju tempat parkir mobil inventaris dari perusahaan. Arka sudah tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama sekretarisnya yang seksi itu.

Dulu, jangankan ada wanita yang mau mendekat. Mencari istri saja Arka kesusahan. Sampai akhirnya harus dijodohkan oleh orang tua. Karena memang dulu kondisinya belum mapan dan wajahnya pun pas-pasan. Namun, dengan kemapanannya sekarang hanya dengan kedipan mata, Arka bisa menggaet siapapun yang diinginkan.

Arka juga menjadi sangat peduli dengan penampilan. Meski laki-laki, ia rajin melakukan perawatan. Baik itu wajah ataupun tubuhnya. Sehingga dengan uang yang dimiliki, wajahnya yang dulu pas-pasan, sekarang cukup indah dipandang mata.

Dengan suasana hati yang begitu senang, Arka melajukan mobil menuju hotel di mana Salma berada. Sejak pertama menyentuh sekretarisnya itu, Arka benar-benar ketagihan. Seolah-olah hidupnya ada yang kurang kalau belum menyentuh Salma. Bahkan terkadang jika ada kesempatan, saat di kantor pun ia nekat bermain dengan sekretarisnya itu.

Sebenarnya Arka juga merasa khawatir kalau-kalau anak buahnya ada yang tahu dan melapor pada atasannya, tetapi justru hal itu menciptakan sensasi yang berbeda untuk Arka. Seolah-olah ada tantangan dan sensasi tersendiri saat menyentuh Salma di ruangannya. Dan Salma benar-benar seperti candu untuknya.

Arka benar-benar seperti merasakan sesuatu yang baru dan berbeda saat bersama Salma. Hidupnya makin bergairah dan ia merasa kembali muda meski dua tahun lagi usianya memasuki kepala empat. Sesuatu yang sama sekali tidak ia dapatkan saat bersama Nabila. Bahkan saat pertama kali Arka menyentuh istrinya itu.

Mungkin karena pernikahan mereka hasil dari perjodohan. Sehingga Arka merasa kehidupan pernikahannya monoton dan sangat datar. Membosankan malah. Rutinitasnya dari bangun tidur sampai tidur lagi itu-itu saja.

Nabila bangun terlebih dahulu, lalu membangunkan Arka untuk shalat subuh. Setelahnya Arka kembali tidur, sementara Nabila menyiapkan sarapan untuk mereka. Setelah siap, Nabila membangunkan Arka lagi untuk mandi, sarapan, lalu ke kantor.

Selalu seperti itu.

Pulang kerja pun hal yang sama selalu Arka temui setiap hari. Begitu membuka pintu Nabila akan menyambutnya dengan penampilan yang sangat biasa. Tidak ada aroma parfum yang menggoda ataupun bibir merah menggoda yang membuat matanya terpesona.

Nabila mengenakan daster lusuh yang hanya berbeda motif dan warna. Rambut diikat kebelakang dan wajah kusam tak terawat. Sangat berbeda dengan penampilan Salma yang seksi dan wangi. Hal itu membuat Arka sangat bosan. Padahal pernikahan mereka baru memasuki tahun ke lima.

Tiba di hotel, segera Arka memarkir mobilnya di basemen. Sebelum keluar dari mobil, ia menyalakan ponsel kembali. Lalu segera menghubungi Hanan agar nanti menemuinya di hotel ini. Setelahnya, Arka kembali mematikan ponselnya. Ia tidak ingin waktunya bersenang-senang dengan Salma, terganggu oleh telepon dari Nabila, Hanan, ataupun rekan kerjanya.

Bahkan balasan pesan dari Nabila pun tidak Arka baca. Malas.

Bergegas Arka memasuki lift setelah keluar dari mobil untuk menuju kamar yang sudah dipesan Salma. Begitu lift terbuka di lantai lima, ia langsung mencari kamar tersebut. Tak butuh waktu lama Arka langsung menemukan kamar nomor 512. Segera ia ketuk pintu itu, dengan ketukan yang sudah menjadi kode mereka berdua.

Tok tok, tok tok tok.

Tak sampai satu menit, wanita yang saat di kantor selalu mengenakan blazer dan rok span, menyambut Arka dengan pakaian seksinya. Sebuah lingerie berwarna hitam yang begitu kontras dengan kulitnya yang seperti pualam. Lingerie yang Arka belikan dua hari yang lalu.

"Lama banget, sih?" rajuk Salma dengan suara manja sembari menutup kembali pintu kayu itu.

"Mana ada? Dari kantor aku langsung ke sini." Arka langsung merangkul dan meremas pinggul sekretarisnya itu. "Kamu cantik banget pakai itu," bisiknya tepat di daun telinga Salma. Kontan bulu kuduk wanita itu meremang tanpa aba-aba.

"Besok belikan lagi, ya?" pinta wanita itu dengan manja sembari menggelayut pada lengan bosnya.

"Tentu. Besok kita pilih model dan warna yang lain. Malam ini aku ingin menyobek ini dari tubuh kamu." Arka menoleh ke arah Salma. Jemarinya memainkan tali lingerie yang menggantung di pundak Salma, lalu wajahnya mengendus pundak mulus dan wangi parfum sekretarisnya itu.

Salma sampai menengadahkan wajah karena kepala bosnya itu nyaris menyentuh lehernya. "Geli," rajuk Salma.

Namun, bukannya melepas sekretarisnya itu, Arka justru menggoda dengan cuping hidungnya.

"Aku lapar. Kita makan dulu, ya?" bujuk Salma yang memang belum makan malam.

"Nanti. Aku sekarang jauh lebih lapar." Arka tak memberi kesempatan pada Salma untuk menjauh satu senti pun. Ia langsung menarik lingerie hitam itu sampai akhirnya terkoyak dari tubuh Salma. Sesuai ucapan Arka tadi.

Malam ini Arka ingin mereguk kenikmatan yang hanya bisa ia dapat dari Salma dengan buas. Meski baru satu malam, Arka tidak mencicipi keranuman Salma. Namun, lelaki itu sudah merasa begitu dahaga. Hingga bibirnya tak bisa berhenti mengecap setiap senti keindahan yang ada di depan matanya.

Arka lupa waktu, ponsel yang seharusnya ia aktifkan karena ada janji dengan Hanan pun luput dari perhatian. Sehingga Hanan yang sudah tiba di lobi hotel tempat Arka menikmati malam bersama Salma pun kebingungan.

Berkali-kali Hanan mencoba menelepon kakaknya, tetapi ponsel Arka tidak bisa dihubungi. Hanan ingin bertanya pada resepsionis, tetapi ia tidak yakin kalau kakaknya sedang cek in. Dalam kepala Hanan, saat ini Arka sedang ada meeting di resto atau meeting room di hotel ini. Ia tidak menyangka kalau sang kakak sedang bergumul di salah satu kamar hotel itu bersama sekretarisnya.

Sekitar setengah jam Hanan menunggu ponsel Arka aktif atau Arka mendatanginya. Namun, yang ditunggu tidak menunjukkan tanda-tanda akan datang. Hanan kemudian memutuskan untuk menghubungi kakak iparnya. Karena ia belum pernah berkunjung ke rumah Arka yang baru.

"Assalamualaikum." Suara Nabila terdengar di ujung ponsel Hanan begitu telepon mereka terhubung.

"Waalaikumsalam, Na." Hanan memang tidak memanggil kakak iparnya itu dengan panggilan Kak atau Mbak. Menurut Hanan wajar karena Nabila memang adik kelasnya dan usia Nabila dua tahun lebih muda dari Hanan.

"Kamu udah ketemu Mas Arka, Han?"

"Belum, Na. Aku datang ke hotel tempat janjian sama Mas Arka, tapi enggak tahu kemana itu orang. Dari tadi aku hubungi HP-nya enggak aktif."

"Loh, kok, di hotel? Tadi Mas Arka bilangnya mau jemput kamu di stasiun, loh, Han."

Hanan merasa ada yang tidak beres dengan kakaknya. Akhirnya meski ia tetap menanyakan alamat rumah baru Arka dan Nabila, Hanan memutuskan untuk menunggu Arka di tempat ini. Ia penasaran mengapa kakaknya sampai berbohong dengan Nabila.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status