Home / Rumah Tangga / Suami & Sepupu Pengkhianat / Bertahanlah Untuk Dirimu Sendiri

Share

Bertahanlah Untuk Dirimu Sendiri

Author: Anggarani
last update Huling Na-update: 2022-07-23 18:56:27

'Perempuan Berbisa," umpat Abdi saat Alleta pergi meninggalkan ruangan Sassi.

 

 

Dari dulu, Abdi memang selalu waspada dengan keberadaan Alleta. Bukan karena Alleta yang tak pernah dapat menerima keberadaannya dalam keluarga Darma. Namun karena Abdi bisa merasakan sifat licik yang dimiliki Alleta.

 

Abdi menatap ke arah Sassi yang masih berada di atas ranjang rumah sakit. Ia sangat menyesal kenapa Darma harus memberinya tugas keluar negeri sendiri selama dua minggu.

 

Sekarang saat kembali, ia merasakan kehilangan yang sangat besar. Kepergian Darma dan juga keadaan Sassi yang terluka.

 

"Kau sudah bisa membuka matamu, Sas," ucap Abdi saat semua orang telah pergi.

 

Sassi menurut walau ia sedikit malu karena ulahnya yang pura-pura tidur diketahui oleh Abdi. Abdi duduk di sebuah kursi yang ada di samping ranjang. Ia menghadap ke arah Sassi. 

 

"Untuk saat ini, utamakan saja dirimu. Tak usah pikirkan yang lain. Kau harus bisa melewatinya, Sas. Bertahanlah," ujar Abdi.

 

"Untuk apa, Di? Untuk siapa aku bertahan?" tanya Sassi sambil menatap Abdi.

 

Mata Sassi berkaca-kaca dan Abdi tidak suka melihatnya. Inikah gadis kecil yang selalu ia jaga setiap saat? 

 

Sassi kini hampir terlihat kembali keadaannya seperti saat awal mereka bertemu, saat gadis kecil itu baru saja kehilangan ibunya. Wajah pucat dengan mata cekung. 

 

Dulu, Darma menugaskan dia untuk menjaga Sassi dalam hal apapun, termasuk mencegah Sassi menangis.

 

Pekerjaan yang sulit memang. Ditambah lagi, Abdi bukanlah orang yang banyak bicara. Saat itu yang ia lakukan hanyalah menemani Sassi. Baik di rumah atau pun di sekolah. Namun, Abdi selalu mengetahui norma batasan-batasan mana yang tak boleh ia langgar.

 

"Kau nggak perlu alasan untuk siapa kau bertahan, Sas. Karena sebagai manusia, kita dilarang untuk berputus asa," ucap Abdi.

 

Sassi memandang Abdi. Hanya pemuda inilah yang memahami dirinya. Abdi hanya sering berbicara saat dia berada dalam keterpurukan. Abdi jugalah yang selalu ada saat dirinya membutuhkan teman.

 

'Papa, terima kasih telah memberikan Abdi untuk menjadi temanku," batin Sassi.

 

Sassi memalingkan pandangannya dari Abdi, pikirannya melayang. Apakah Abdi telah mengetahui perselingkuhan Ganendra dengan Alleta. Apakah orang-orang lain juga banyak yang telah mengetahuinya? Apa hanya dirinya yang baru saja mengetahui hal ini?

 

Sungguh, dirinya merasa menjadi wanita paling bodoh sedunia.

 

"Di, apa kau tahu tentang ...?" ucap Sassi terpotong. Ia ragu untuk melanjutkan pertanyaannya.

 

Abdi menaikkan kedua alisnya, mencoba menyimak apa yang Sassi ucapkan. Namun, Sassi tidak melanjutkan ucapannya.

 

"Istirahatlah dulu. Jangan memikirkan masalah lain. Nanti kalau kau sudah sehat, kau bisa memikirkan apa pun yang kau mau."

 

Itulah Abdi. Ia selalu mengucapkan hal yang intinya sama saja kepada Sassi. Mungkin akan terdengar membosankan bagi orang lain, tetapi tidak bagi Sassi. Kalimat-kalimat Abdi yang seperti itu selalu berhasil membuat Sassi bertahan. 

 

Sassi perlu seseorang yang tidak menggurui. Namun, bukan juga seseorang yang terlalu membebaskannya melakukan apa pun yang ia mau. Abdi selalu berhasil mendorongnya untuk melakukan perbuatan yang membuat hatinya gembira dan juga berhasil mencegahnya melakukan perbuatan yang merugikan.

 

'Menikahlah, maka kau akan berbahagia.' Itulah ucapan Abdi saat Sassi bertanya apakah ia harus menerima laki-laki yang melamarnya melalui Darma.

 

'Kali ini, kau salah, Di. Pernikahan ini tidak membuatku bahagia. Aku telah menikahi seorang pengkhianat, Di. Apakah aku harus memintamu bertanggung jawab karena ucapanmu waktu itulah yang telah menjerumuskanku dalam keadaan ini?'

Batin Sassi terus menangis.

 

Ingin sekali ia mengumpat, menyumpah bahkan meludahi wajah Ganendra. Namun, ia tak akan pernah bisa melakukan hal yang seperti itu. Darma tak pernah mengizinkan dirinya melakukan sesuatu yang melanggar tata krama pada siapapun.

 

Obrolan mereka terputus saat telefon ruang rawat berbunyi. Dari seberang pesawat telefon, Abdi diminta datang ke ruang pos jaga perawat.

 

"Aku harus keluar sebentar. Kau tidurlah. Jangan memikirkan hal macam-macam," pinta Abdi.

 

Sassi hanya terdiam kemudian memalingkan wajahnya saat Abdi pergi meninggalkan ruangan.

Abdi berjalan ke ruang jaga perawat. Di sana telah menunggu dua orang asisten rumah tangga yang diminta menjaga Sassi.

 

"Pak Abdi. Saya disuruh Pak Ganendra menjaga Bu Sassi," ucap Lies asisten rumah keluarga Darma.

 

"Saya juga, Pak," Indri menimpali. Wanita ini lima tahun lebih muda dari Lies.

 

Abdi mengangguk mengerti.

 

"Saya sudah jelaskan pada mereka, Pak Abdi. Hanya satu orang yang boleh menemani di dalam ruangan. Seharusnya saat ini pun mereka nggak boleh masuk  ke sini karena melewati jam besuk," ucap salah satu perawat yang sedang berjaga.

 

"Tapi mereka nggak mau mengerti, Pak. Mereka memaksa untuk masuk ke ruangan Bu Sassi atau akan menetap di ruangan ini," lanjut perawat itu lagi.

 

"Kami nggak mungkin kembali ke rumah, Pak Abdi.

Pak Ganendra marah besar. Saya juga nggak mengerti ada apa. Mungkin Pak Ganendra pusing karena hari ini terlalu banyak musibah" ucap Indri.

 

"Pak Ganendra bilang akan memecat kami kalau kami nggak menjaga Bu Sassi malam ini," tambah Lies.

 

Abdi mengeryitkan keningnya. Ada masalah apa dengan Ganendra? Laki-laki itu mendadak bersikap seperti ini. Tadi Ganendra tidak keberatan jika Abdi menjaga Sassi.

 

"Pak Abdi, tolong jangan minta kami untuk pulang, kami masih ingin bekerja, Pak," ucap Lies memohon.

 

"Kalau mereka menjenguk sebentar saja, boleh 'kan, Sus?" tanya Abdi pada perawat yang berjaga.

 

"Ini sudah tengah malam, Pak Abdi. Pasien harus istirahat."

 

Abdi mengangguk. Kemudian ia meminta Lies dan Indri mengikutinya keluar dari lobby ruangan VVIP.

 

"Saya nggak paham dengan maksud kalian tentang Ganendra yang marah besar. Karena sebelum Ganendra pulang dari sini tadi, Ganendra sama sekali nggak menyetujui untuk memanggil kalian ke sini. Ganendra setuju jika saya yang menemani Sassi," ucap Abdi.

 

Lies dan Indri hanya menunduk mendengar ucapan Abdi. Mereka tidak tahu harus memberi jawaban apa kepada Abdi.

 

"Begini saja, kalian ikut saya. Di depan rumah sakit ini ada hotel kecil. Malam ini kalian beristirahatlah di sana. Kalian pasti letih sekali seharian ini," ucap Abdi membuat Lies dan Indri saling pandang.

 

"Tenang. Saya yang akan bayar. Kalian juga nggak perlu terlalu pagi jika mau menjenguk Sassi. Datanglah pukul sebelas, saat jam besuk," ucap Abdi yang mulai melangkah ke arah yang ia maksud.

 

Langkah Abdi terhenti saat menyadari ternyata Lies dan Indri tidak mengikuti dirinya.

 

"Lho? Kenapa? Kalian nggak setuju?" tanya Abdi.

 

"Em ... itu, Pak Abdi. Apa nggak boleh ya kalau salah satu dari kami yang menjaga Bu Sassi? Bagaimana kalau Pak Abdi saja yang beristirahat?" tanya Indri berhati-hati.

 

"Kenapa memangnya?" tanya Abdi.

 

"Itu, Pak. Em ...." 

 

"Kalau kalian nggak memberitahukan alasannya, bagaimana saya bisa menjawab?" 

 

"Itu perintah Pak Ganendra ..." ucap Indri, tangannya tak berhenti menyenggol-nyenggol tangan Lies.

 

"Pak Ganendra bilang, kami yang harus menunggu Bu Sassi. Bukan Pak Abdi," jawab Lies dengan kepala menunduk.

 

Abdi menarik napas panjang. Apalagi maunya Ganendra? Semakin aneh saja ulahnya.

 

"Nggak! Saya yang akan tetap menjaga Sassi. Kalian yang beristirahat. Saya tahu seharian ini kalian sangat lelah. Sedangkan saya, hanya duduk seharian menemani Sassi. Untuk masalah itu, kita bisa pikirkan besok!" ucap Abdi tegas.

 

Banyak hal yang mulai mengusik Abdi. Dari keadaan Sassi dan juga keanehan sikap Ganendra. Mulai saat ini hanya dirinya yang akan menjaga Sassi karena sekarang tak ada yang bisa mereka percaya.

 

________________

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kata Hati

    Taya menatap lurus ke arah laki laki yang berdiri di depannya.“Terima kasih telah membawanya kembali, Nak Abdi. Jika enggak ada kamu sudah pasti Ganendra akan menguasai semua harta milik keluarga Darma,” ujar Taya.Saat masih tinggal di rumah ini Abdi dan saya sering menggunakan jalan di ruang rahasia ini untuk bertemu dan mengawasi semua isi rumah. “Terima kasih juga telah menjaga semua yang ada di rumah ini, Pak Taya. Seperti yang Sassi dan Marlina bilang sepertinya mereka belum mengetahui tentang keberadaan ruangan ini,” ujar Abdi.Abdi dan Taya duduk di sebuah bangku yang berada di sana mereka sudah lama tidak bertemu.“Seharusnya saya bisa mencegah perbuatan Ganendra kepada Tuan Darma,” sesal Taya. Abdi menghela napas panjang. Mereka terdiam sejenak, larut ke dalam pikiran mereka masing-masing sosok Darma sangat berkesan di hati mereka berdua.“Jika memang kita harus berandai-andai menyalahkan siapa, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, itu sudah pasti kita akan menyalahka

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sassi dan Pemikirannya

    Wajah Sassi memberengut sebagai jawaban atas rasa kesalnya karena mendengar kata kata Abdi. Marlina yang sedari tadi hanya berdiri terdiam segera mengantar Sassi menuju kamar.“Sebel aku sama Abdi. Enggak punya empati sama orang yang lagi berduka,” omel Sassi.Marlina hanya tersenyum melihat Sassi. Ia segera mengangkat gagang telepon, menghubungi Pak Taya.[Pak Taya, tolong buatkan satu buah jus strawberry, ya. Tolong antar ke kamar,] ucap Marlina.“Apa salahnya sih nolongin Tante? Tante baik loh. Beneran. Beda sama Alleta,” lanjut Sassi.“Tante Cindy merawatku sejak kecil. Papa juga sangat sayang sama Tante. Kalau Tante macam macam, pasti ayah sudah mengusirnya dari dulu.”Marlina kembali tersenyum melihat tingkah Sassi.“Iya. Tau. Tante Cindy itu baik. Bang Abdi itu cuma melaksanakan tugasnya untuk melindungi Non Sassi.”Marlina berusaha meredakan kekesalan Sassi.“Melindungi apa lagi? Kan Ganendra juga sudah dipenjara. Jadi penjahatnya sudah ketangkep kan? Udah gak ada yang perlu d

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kewaspadaan Abdi

    Lukas tetap berdiri di tepi jendela, ia menatap mobil yang berhenti di depan pintu rumah Darma. Ia menatap Abdi dan juga Sassi yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan mata penuh kemarahan.“Kau harus membalaskan kematian Alleta dengan cara apa pun, Cindy,” ujar Lukas tanpa menoles ke arah istrinya yang masih menangis tersedu di belakangnya.“Datangilah keponakanmu itu. Bersedih dan merataplah, minta maaf padanya. Katakan jika kau sama sekali enggak tahu apa yang telah Alleta lakukan kepadanya. Ambil hati dan kepercayaannya, supaya Abdi enggak curiga sama kita. Itu adalah tugasmu. Biarkan aku dan kedua anak laki lakimu mengerjakan urusan lain,” tambah Lukas. Cindy kembali mengusap air mata. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Alleta adalah putri satu satunya. Bohong jika ia berkata dirinya tidak sakit hati karena kehilangan Alleta. Cindy ikut menatap ke arah jendela. Melihat Abdi dan Sassi yang masih berjalan masuk ke rumah. Ia mengenal kedua anak itu sejak kecil, tentu saja mengena

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Dewa & Ganesha

    Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Amarah Lukas

    Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Akhir Dari Sebuah Kejahatan

    Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status