Home / Rumah Tangga / Suami & Sepupu Pengkhianat / Rasa Sakit Yang Berlebihan

Share

Rasa Sakit Yang Berlebihan

Author: Anggarani
last update Last Updated: 2022-07-23 18:55:39

Apakah ada perempuan yang lebih sial dari dirinya?

 

 

Pagi hari harus terpukul karena kepergian ayah tercinta. Malam hari harus menyaksikan suaminya selingkuh dengan sepupunya sendiri?

 

Sassi menyesal, kenapa ia harus memilih paviliun belakang untuk beristirahat? Bukankah masih ada dua paviliun lain yang bisa ia tuju? Jika itu ia lakukan, maka ia tak akan menerima rasa sakit yang berlebihan seperti saat ini.

 

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terulang di otak Sassi saat ia sadar bahwa ia sudah berada di atas ranjang rumah sakit. Tubuhnya terasa lemah tak berdaya, sakit di hatinya seakan mencabut semua imunitas yang ada.

 

Kalau seperti ini keadaannya, bukankah lebih baik ia ikut  bersama kedua orang tuanya? Lagi. Sassi merasa keberadaannya di dunia ini adalah sebuah kesalahan. 

 

Sassi memilih tetap memejamkan mata saat Ganendra menghampirinya. Jelas sekali ia ingin menghindar saat Ganendra mengecup pipinya. Namun, kepalanya sulit sekali digerakan. Bahkan air mata saja tak lagi dapat ia keluarkan.

 

Sassi sedikit membuka mata saat mulai berada di dalam ruang rawat. Semua perawat yang mengantarnya telah kembali ke tempat tugas mereka masing-masing. 

 

Sassi bisa menangkap sosok Ganendra, Gie, Abdi dan juga Alleta dalam pandangannya. Alleta. Perempuan itu membuat Sassi memutuskan untuk memejamkan matanya kembali.

 

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Sassi terus mengulang-ulang kalimat itu.

 

Ganendra menghampiri Sassi kemudian menggenggam lembut tangan istrinya. Sassi tetap memejamkan matanya.

 

"Sas. Apa yang kau rasa, Sas? Berbagilah rasa sakit itu bersamaku," ucap Ganendra sambil mencium tangan Sassi berkali-kali.

 

"Aku tak ingin melihat wajahmu. Pergilah. Kau telah menyakitiku. Pengkhianat." Ingin sekali Sassi meneriakkan kalimat itu di depan wajah Ganendra. Namun, ia merasa kembali tak berdaya. Lidah Sassi terasa kelu.

 

"Sas, bangunlah. Buka matamu. Aku  di sini, Sas," ucap Ganendra lagi.

 

"Dokter bilang, Sassi hanya tidur, Mas. Mungkin pengaruh obat yang diberikan," ujar Alleta.

 

"Ya, benar. Tadi aku dan Alleta sempat berbicara dengan dokter di UGD," Gie menimpali.

 

Ganendra menarik napas lega. Setidaknya Sassi tidak berada dalam keadaan berbahaya.

 

"Apa kau akan berada di sini, Gan?" tanya Gie lagi.

 

"Menurutmu, apa kita perlu memanggil salah satu asisten di rumah untuk menjaga Sassi. Kau juga perlu istirahat kan?" tambah Gie lagi.

 

Ganendra terdiam. Satu sisi, dia khawatir dengan keadaan Sassi. Sisi lainnya, ia tak ingin berada di rumah sakit. Rumah sakit adalah tempat yang paling tidak nyaman baginya.

 

"Kalian pulanglah. Hampir tengah malam. Biar aku yang menjaga Sassi," ucap Abdi.

 

"O, ya, Abdi. Kau belum menceritakan apa saja yang kalian lakukan di pemakaman?" tanya Ganendra. Posisi duduknya berubah ke arah Abdi.

 

"Aku hanya duduk dan melihatnya menangis sambil memeluk batu nisan," jawab Abdi.

 

"Sassi sama sekali tak mau bergeser dari sana, mungkin itu yang membuatnya seperti ini. Aku nggak berhasil membujuknya untuk makan," lanjutnya.

 

"Hanya itu?" tanya Ganendra lagi.

 

"Ya hanya itu. Sampai akhirnya dia meminta pulang dengan sendirinya," lanjut Abdi.

 

Ganendra kembali menggenggam tangan Sassi dan menciumnya.

 

'Bagaimana denganmu, Mas Ganendra? Apa saja yang kau lakukan kemarin? Sejak kapan kau tidur dengan Alleta di belakangku?' tanya Sassi di dalam hati sambil menahan perih.

 

"Ya, jelas sekali kalau kehilangan ini begitu berat bagi Sassi," ujar Ganendra.

 

"Baiklah, Abdi. Aku rasa kau bisa menjaga Sassi di sini. Besok aku akan mengirim asisten lain untuk bergantian berjaga denganmu," ucap Ganendra.

 

Gie sedikit kaget dengan keputusan Ganendra. Apakah laki-laki itu tidak paham dengan apa yang telah ia sampaikan tadi?

 

"Ya, benar. Lagipula besok pasti masih banyak tamu yang harus kau temui, Mas," ucap Alleta.

 

Ganendra mencium kening Sassi sebelum melangkah keluar ruang rawat. Gie mengikuti dari belakang. 

 

Alleta memilih untuk tinggal sebentar lagi. Ia berdiri di samping ranjang. Memandangi wajah sepupunya yang malang.

 

"Cepat sembuh ya, Sassi," ucap Alleta,

'Kalau nggak, Mas Ganendra akan kumiliki seutuhnya,' tambah Alleta di dalam hati.

 

Alleta berpaling ke arah Abdi.

 

"Kau benar-benar laki-laki yang setia, Abdi," ucap Alleta.

 

Abdi tidak menjawab, ia hanya menatap Alleta dengan tajam.

 

"Namun, apakah aku boleh tahu kesetiaanmu sebenarnya dalam wujud apa?" tanya Alleta lagi.

 

Abdi bergeming. Ia tahu sedang berhadapan dengan siapa dan ia harus berhati-hati dengan apa yang akan ia ucapkan.

 

"Hmm ... kau ini pendiam atau memang gak mau bicara? Terserah kau saja. Yang pasti kau harus ingat status dan derajatmu di keluarga ini," tambah Alleta yang kemudian berjalan meninggalkan ruangan.

 

Alleta sebenarnya ingin melontarkan kalimat-kalimat pedas itu kepada Sassi. Ia sudah mulai bosan memendam rasa tidak sukanya. Ditambah lagi kehadiran Abdi yang selalu melindungi Sassi.

 

Alleta bergabung dengan Gie dan juga Ganendra yang menunggunya di depan pintu utama rumah sakit. Alleta melihat, mereka sedang terlibat pembicaraan serius.

 

"Jadi kau benar-benar nggak merasa kalau Abdi bukan suatu ancaman untuk pernikahanmu, Gan?" tanya Gie.

 

Ganendra hanya membuang pandangannya ke area parkiran.

 

"Untuk sementara ini nggak. Aku merasa bahwa Abdi hanyalah seorang penjaga untuk Sassi. Dia nggak akan berani macam-macam," jawab Ganendra.

 

"Kalian lagi ngobrolin apa sih?" tanya Alleta yang baru saja bergabung.

 

"Aku sudah bilang sama Ganendra. Kirim saja satu asisten yang ada di rumah untuk menjaga Sassi. Jangan biarkan mereka berdua saja," ujar Gie berusaha meyakinkan Ganendra.

 

"Abdi bukan laki-laki yang seperti itu, Gie," ucap Alleta santai.

 

"Kalau memang mereka mau, pasti sudah ada kejadian di antara mereka dari dulu. Lagipula, banyak perawat yang akan menjaga Sassi," tambah Alleta lagi.

 

"Kalian ini, kenapa nggak percaya sih? Perempuan dan laki-laki berduaan saja,  pasti ada yang ke tiganya. Yaitu ...." ucapan Gie terpotong.

 

"Ya ... ya, aku paham maksudmu, Gie. Sudahlah. Aku lelah sekali malam ini. Jika memang kau mau, kau masuklah kembali. Temani mereka. Aku mau pulang. Kau kan tadi yang menyuruhku beristirahat?" ucap Ganendra yang mulai melangkah menuju parkiran mobilnya.

 

Alleta menepuk bahu Gie pelan, kemudian ikut melangkah meninggalkan Gie sendirian.

 

Gie masih berdiri di depan pintu rumah sakit. Ada bimbang di hatinya. Ia ingin menemani Sassi, tetapi juga ada keraguan yang ia rasakan. Akhirnya ia pun berjalan menyusul Alleta.

 

Ganendra tiba terlebih dahulu di rumah. Tak ada lagi tamu di sana. Cindy dan Lukas menyambutnya.

 

"Bagaimana keadaan Sassi, Ganendra?" tanya Cindy.

 

"Sudah dipindahkan ke ruang rawat inap, Tante. Dokter bilang, Sassi hanya perlu istirahat."

 

 

Cindy lega mendengarnya. Tak lama mobil Alleta tiba. Alleta dan Gie bergabung bersama mereka.

 

"Oya, Tante Cindy. Tolong kirim satu atau dua asisten dari rumah untuk menjaga Sassi. Minta sopir untuk mengantar mereka. Tolong ya, Tante. Kirim saat ini juga!" pinta Ganendra yang mulai melangkah ke lantai atas, menuju ke kamarnya.

 

________________

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kata Hati

    Taya menatap lurus ke arah laki laki yang berdiri di depannya.“Terima kasih telah membawanya kembali, Nak Abdi. Jika enggak ada kamu sudah pasti Ganendra akan menguasai semua harta milik keluarga Darma,” ujar Taya.Saat masih tinggal di rumah ini Abdi dan saya sering menggunakan jalan di ruang rahasia ini untuk bertemu dan mengawasi semua isi rumah. “Terima kasih juga telah menjaga semua yang ada di rumah ini, Pak Taya. Seperti yang Sassi dan Marlina bilang sepertinya mereka belum mengetahui tentang keberadaan ruangan ini,” ujar Abdi.Abdi dan Taya duduk di sebuah bangku yang berada di sana mereka sudah lama tidak bertemu.“Seharusnya saya bisa mencegah perbuatan Ganendra kepada Tuan Darma,” sesal Taya. Abdi menghela napas panjang. Mereka terdiam sejenak, larut ke dalam pikiran mereka masing-masing sosok Darma sangat berkesan di hati mereka berdua.“Jika memang kita harus berandai-andai menyalahkan siapa, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, itu sudah pasti kita akan menyalahka

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sassi dan Pemikirannya

    Wajah Sassi memberengut sebagai jawaban atas rasa kesalnya karena mendengar kata kata Abdi. Marlina yang sedari tadi hanya berdiri terdiam segera mengantar Sassi menuju kamar.“Sebel aku sama Abdi. Enggak punya empati sama orang yang lagi berduka,” omel Sassi.Marlina hanya tersenyum melihat Sassi. Ia segera mengangkat gagang telepon, menghubungi Pak Taya.[Pak Taya, tolong buatkan satu buah jus strawberry, ya. Tolong antar ke kamar,] ucap Marlina.“Apa salahnya sih nolongin Tante? Tante baik loh. Beneran. Beda sama Alleta,” lanjut Sassi.“Tante Cindy merawatku sejak kecil. Papa juga sangat sayang sama Tante. Kalau Tante macam macam, pasti ayah sudah mengusirnya dari dulu.”Marlina kembali tersenyum melihat tingkah Sassi.“Iya. Tau. Tante Cindy itu baik. Bang Abdi itu cuma melaksanakan tugasnya untuk melindungi Non Sassi.”Marlina berusaha meredakan kekesalan Sassi.“Melindungi apa lagi? Kan Ganendra juga sudah dipenjara. Jadi penjahatnya sudah ketangkep kan? Udah gak ada yang perlu d

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kewaspadaan Abdi

    Lukas tetap berdiri di tepi jendela, ia menatap mobil yang berhenti di depan pintu rumah Darma. Ia menatap Abdi dan juga Sassi yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan mata penuh kemarahan.“Kau harus membalaskan kematian Alleta dengan cara apa pun, Cindy,” ujar Lukas tanpa menoles ke arah istrinya yang masih menangis tersedu di belakangnya.“Datangilah keponakanmu itu. Bersedih dan merataplah, minta maaf padanya. Katakan jika kau sama sekali enggak tahu apa yang telah Alleta lakukan kepadanya. Ambil hati dan kepercayaannya, supaya Abdi enggak curiga sama kita. Itu adalah tugasmu. Biarkan aku dan kedua anak laki lakimu mengerjakan urusan lain,” tambah Lukas. Cindy kembali mengusap air mata. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Alleta adalah putri satu satunya. Bohong jika ia berkata dirinya tidak sakit hati karena kehilangan Alleta. Cindy ikut menatap ke arah jendela. Melihat Abdi dan Sassi yang masih berjalan masuk ke rumah. Ia mengenal kedua anak itu sejak kecil, tentu saja mengena

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Dewa & Ganesha

    Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Amarah Lukas

    Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Akhir Dari Sebuah Kejahatan

    Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status