Suami & Sepupu Pengkhianat

Suami & Sepupu Pengkhianat

By:  Anggarani  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
30Chapters
4.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Apa yang kalian lakukan di belakangku?" batin Sassi menjerit. Namun lidahnya kelu. Otot-otot di tubuhnya terasa tercabut. Pandangannya berkunang. Di saat ia kehilangan orang yang paling dicintai, ia harus menerima kenyataan, suaminya berada di atas ranjang bersama sepupunya.

View More
Suami & Sepupu Pengkhianat Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Maya Al-arsyad
baru mengikutiii semoga sesuai ekspektasi
2023-02-25 15:09:11
0
30 Chapters
Awal Mula
"Apa yang kalian lakukan di belakangku?" batin Sassi menjerit. Namun lidahnya kelu. Otot-otot di tubuhnya terasa tercabut. Pandangannya berkunang. Di saat ia kehilangan orang yang paling dicintai, ia harus menerima kenyataan suaminya berada di atas ranjang bersama sepupunya.***Awal mula.Langit penuh dengan awan hitam. Perlahan namun pasti, tanah-tanah mulai digugurkan. Menutupi lubang yang menjadi tempat persemayaman terakhir seorang pengusaha nomor satu di Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa mengenakan gaun hitam sebatas betis. Sebuah syal hitam tergulung di lehernya. Angin memainkan sedikit rambut cokelatnya. Sassi berdiri terisak di samping pusara yang hampir tertutup rapat. Matanya sembab. Wajah putihnya terlihat semakin pucat. Bibirnya terus bergetar menyebut nama ayahnya. Hatinya terasa perih. Inilah pemakaman kedua yang ia rasa paling menyakitkan setelah pemakaman ibunya. Kenapa ia harus tinggal lebih lama di dunia ini tanpa kedua orang yang amat ia cintai?"Selamat jalan, Papa
Read more
Pengkhianatan di Depan Mata
Mobil telah memasuki halaman rumah. Ganendra merapikan baju yang ia pakai dengan sedikit kesal. Alleta melihatnya sambil tersenyum nakal kemudian tertawa kecil karena ia sengaja tidak menuntaskan semua hasrat Ganendra yang telah ia bangkitkan. Setelah yakin semua pakaiannya rapi, Ganendra turun dari mobil. Tamu masih banyak yang berdatangan. Bukan hanya kerabat dan teman-teman bisnis saja, utusan pejabat bahkan pejabat itu sendiri pun banyak yang hadir. Koneksi yang dimiliki Darma bukan main-main. Ganendra pun menemui mereka satu per satu. Memberi salam serta berbagi sedikit kenangan tentang Darma dengan orang yang ia temui. Tak lupa juga kalau ia harus terus menerus memberi jawaban atas keberadaan Sassi saat ini. Batinnya berucap, sungguh hari yang membosankan.Ganendra melirik ke arah Alleta, gadis itu pun sama sibuknya dengan dirinya. Sesekali pandangan mereka bertemu. Menyiratkan hasrat terlarang dan mendesak untuk disalurkan. Dalam keadaan seperti ini, entah mengapa adrenali
Read more
Sebuah Batas
Alleta mengambil gawainya yang bergetar di atas nakas, samping ranjang. Nama Gie tertera di sana, ia sama sekali tidak berniat menjawabnya. Alleta kembali menarik selimut kemudian ia pandangi wajah Ganendra yang ada di sebelahnya.Ganendra laki-laki hebat, ucapnya dalam hati.Gawainya kembali bergetar, Alleta masih segan menjawab. Ia hanya membuka pesan whatsaap yang Gie kirimkan.'Sassi pingsan. Sekarang ada di rumah sakit.' Alleta menarik napas, kesal. Apalagi sekarang? Sepupu satu-satunya itu selalu saja merepotkan.Alleta bangkit dengan enggan dari ranjang kemudian berpakaian. Ingin sekali ia tidur pulas malam ini. Namun, kenyataannya keadaan belum memungkinkan. Alleta melihat ke arah Ganendra. Laki-laki itu sepertinya sama letihnya dengan dirinya. Ingin sekali Alleta membiarkannya tertidur malam ini. Namun, ia paham bahwa kepantasan atas nama keluarga masih harus diutamakan."Mas. Mas Ganendra," bisik Alleta pelan sambil mengguncang bahu Ganendra."Aww ..." jerit Alleta saat Ga
Read more
Rasa Sakit Yang Berlebihan
Apakah ada perempuan yang lebih sial dari dirinya?Pagi hari harus terpukul karena kepergian ayah tercinta. Malam hari harus menyaksikan suaminya selingkuh dengan sepupunya sendiri?Sassi menyesal, kenapa ia harus memilih paviliun belakang untuk beristirahat? Bukankah masih ada dua paviliun lain yang bisa ia tuju? Jika itu ia lakukan, maka ia tak akan menerima rasa sakit yang berlebihan seperti saat ini.Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terulang di otak Sassi saat ia sadar bahwa ia sudah berada di atas ranjang rumah sakit. Tubuhnya terasa lemah tak berdaya, sakit di hatinya seakan mencabut semua imunitas yang ada.Kalau seperti ini keadaannya, bukankah lebih baik ia ikut bersama kedua orang tuanya? Lagi. Sassi merasa keberadaannya di dunia ini adalah sebuah kesalahan. Sassi memilih tetap memejamkan mata saat Ganendra menghampirinya. Jelas sekali ia ingin menghindar saat Ganendra mengecup pipinya. Namun, kepalanya sulit sekali digerakan. Bahkan air mata saja tak lagi dapat ia keluark
Read more
Bertahanlah Untuk Dirimu Sendiri
'Perempuan Berbisa," umpat Abdi saat Alleta pergi meninggalkan ruangan Sassi.Dari dulu, Abdi memang selalu waspada dengan keberadaan Alleta. Bukan karena Alleta yang tak pernah dapat menerima keberadaannya dalam keluarga Darma. Namun karena Abdi bisa merasakan sifat licik yang dimiliki Alleta.Abdi menatap ke arah Sassi yang masih berada di atas ranjang rumah sakit. Ia sangat menyesal kenapa Darma harus memberinya tugas keluar negeri sendiri selama dua minggu.Sekarang saat kembali, ia merasakan kehilangan yang sangat besar. Kepergian Darma dan juga keadaan Sassi yang terluka."Kau sudah bisa membuka matamu, Sas," ucap Abdi saat semua orang telah pergi.Sassi menurut walau ia sedikit malu karena ulahnya yang pura-pura tidur diketahui oleh Abdi. Abdi duduk di sebuah kursi yang ada di samping ranjang. Ia menghadap ke arah Sassi. "Untuk saat ini, utamakan saja dirimu. Tak usah pikirkan yang lain. Kau harus bisa melewatinya, Sas. Bertahanlah," ujar Abdi."Untuk apa, Di? Untuk siapa aku
Read more
Awal Penyelidikan
Abdi melihat ke arah Lies dan Indri secara bergantian. Kedua asisten rumah tangga ini tidak terlalu ia kenal. Mereka masuk atas rekomendasi Alleta setelah Sassi dan Ganendra menikah."Keputusan saya dan juga peraturan rumah sakit nggak akan berubah. Kalau kalian tetap di sini, bukan nggak mungkin keamanan rumah sakit akan turun tangan. Jadi lebih baik saya antar kalian beristirahat," ujar Abdi.Abdi mengarahkan Lies dan Indri ke pintu keluar rumah sakit. Membuat Lies dan Indri, mau tidak mau mengikuti Abdi. Mereka bertiga berjalan keluar menuju hotel yang tak jauh dari rumah sakit. Setelah mengurus semuanya, Abdi berjalan menuju parkiran mobil.Abdi mengambil laptop dan juga tas yang berisi beberapa berkas pekerjaannya. Ada banyak hal yang harus ia periksa. "Abdi."Abdi menoleh ke arah suara. Seorang dokter yang sudah berumur menantinya di depan ruang UGD."Dokter Glen. Maaf saya baru bisa menemui sekarang," ujar Abdi setelah berlari kecil menghampiri Glen. Glen, laki-laki berusia s
Read more
Serangan Tak Terduga
Pagi menjelang, tepatnya pukul tujuh lewat lima belas menit. Sassi telah bangun dari tidurnya."Kamu nggak tidur, Di?" tanya Sassi saat melihat Abdi yang masih sibuk menatap laptop."Sudah bangun?" jawab Abdi sambil melemparkan senyuman."Sarapanlah dulu. Petugas rumah sakit telah membawakannya untukmu," ucap Abdi. Ia kemudian berjalan menghampiri Sassi.Sassi bangun dan duduk bersandar di tepi ranjang. Ia hanya menatap berbagai makanan yang berada di atas nampan."Aku nggak ingin makan, Di," ucap Sassi."Makan sajalah. Supaya kau cepat sembuh dan bisa kembali memasak. Aku sudah lama nggak makan masakanmu," ujar Abdi yang mencoba menyuapi Sassi.Sassi membuka mulut dengan terpaksa, saat ini Abdi sama sekali tidak dapat ditolak."Minumlah obatnya," perintah Abdi lagi."Jadi bagaimana, Di? Kamu mau kan bantu aku?" tanya Sassi."Kau harus sehat dulu sebelum memikirkan hal lain. Kesehatanmu lebih penting," jawab Abdi tak peduli dengan pertanyaan Sassi.Sassi memalingkan wajahnya saat Abdi
Read more
Mencari Tempat Bersembunyi
"Di, apa yang terjadi?" tanya Sassi dengan suara sedikit bergetar.Sassi terbangun karena mendengar keributan yang terjadi dalam ruang inapnya. Sassi bertambah bingung saat membuka mata, ia melihat Abdi berkelahi dengan dua orang suster."Kau baik-baik saja, Sas?" tanya Abdi."I-iya ... aku baik-baik saja. Kamu? Kenapa dengan suster-suster itu?" tanya Sassi yang duduk bersandar di atas ranjang, masih diliputi rasa takut."Di sini, Pak!" ucap Anita yang muncul di pintu ruangan dengan napas tersengal-sengal.Tiga orang petugas keamanan muncul di belakang Anita. Abdi langsung menghampiri mereka. Rasa marah menyelimuti diri Abdi. "Mana manajer kalian? Bagaimana bisa pasien VVIP mendapat ancaman pembunuhan seperti ini?" tanya Abdi sambil mencengkeram kerah baju salah satu petugas keamanan."Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Pak. Kami akan perbaiki semuanya," ucap salah seorang petugas keamanan."Nggak perlu!" bentak Abdi sambil melepaskan cengkeraman tangannya dengan kasar."Lebih
Read more
Sasaran Kambing Hitam
Ganendra berjalan bolak balik di dalam ruang kerjanya. Pagi tadi, ia berangkat ke rumah sakit mendapati bahwa Sassi sudah keluar dari sana dan sampai sekarang belum sampai di rumah. Jelas. Ini pasti ulah Abdi.Ganendra merasa bodoh. Ia sama sekali tidak memperhitungkan keberadaan Abdi dalam menjalankan rencana-rencananya. Sekarang bisa-bisanya Abdi membawa pergi Sassi begitu saja.Saat ia menikahi Sassi, Abdi memang tak lagi mengawal Sassi. Darma meminta Abdi menjadi asisten pribadinya. Menjadi tangan kanan pengusaha tua itu. Namun, sebelum itu, pasti banyak hal yang telah dilewati Sassi dan Abdi bersama-sama. Laki-laki itu pasti rela mengorbankan nyawa untuk Sassi.Saat datang ke rumah sakit tadi, ia berpikir akan mendapatkan berita duka cita lainnya. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Memikirkan hal itu membuat emosi Ganendra naik.Ganendra duduk bersandar di belakang meja kerjanya. Matanya menerawang sejauh pikirannya saat ini. Bayangan wajah Sassi muncul membuat Ganendra
Read more
Tempat Yang Aman Untukmu
"Nggak! Nggak, Di. Bercandamu nggak lucu sama sekali. A-aku ... aku nggak mau mengandung anak Ganendra."Sassi menjambak rambut dengan kedua tangannya sendiri kemudian menutup wajahnya. Ia tak dapat menahan air mata dan duduk meringkuk di dalam mobil.Abdi mengepalkan kedua tangannya, menahan sesak melihat kondisi Sassi saat ini."Anak itu nggak bersalah, Sas," ujar Abdi pelan."Kamu gampang bicara seperti itu, Di. Karena kamu nggak tau kelakuan Ganendra di belakangku!" ucap Sassi emosi."Selain dia merebut anak perusahanmu?" tanya Abdi.Sassi berpaling dari Abdi. Abdi tak pantas menjadi tempat pelampiasan amarahnya kepada Ganendra."Aku tau, Sas. Aku tau apa yang membuatmu jatuh pingsan," ujar Abdi berhati-hati."Pintu paviliun kau buka begitu lebar malam itu. Begitu pula pintu kamarnya. Aku sempat melihat semuanya saat kau mulai limbung malam itu," sambung Abdi.Abdi mencoba membuang jauh segala amarah yang ada saat mengingat kejadian itu. Ia harus fokus pada keadaan Sassi.Sassi be
Read more
DMCA.com Protection Status