Share

Episode 11. Bermalam Berdua

Hana menyalakan mobilnya, dan di saat itulah dia ingat bahwa mobilnya mengalami mogok. Dia menatap Green.

"Mobilku tidak bisa menyala. Aku tidak begitu paham soal mobil."

"Aku...juga tidak begitu paham tapi biar aku periksa sebentar," ucap Green agak ragu. Dia lalu memeriksanya. Green sedikit memahami mesin lantaran Paman Budi adalah karyawan bengkel mobil dan motor, dan Green terkadang suka membantu pamannya jika lembur.

Hana menghela nafas berat. Dia kembali teringat pada Marcell. Semua rencana gagal begitu saja. Marcell pasti akan marah padanya. Papanya juga pasti akan marah. Ini semua karena mobil ini mogok. Tidak, tidak. Bukan semata karena mobil saja. Ini karena dia mampir ke rumah Sartika. Hana kemudian melirik makanan dari Sartika yang ia letakkan begitu saja di belakang, di kursi penumpang. Sepertinya makanan itu akan ia makan saja bersama Green. Hana sudah merasa lapar rasanya. Dia pun keluar dari mobil dan menatap Green yang sedang sibuk memperbaiki mobilnya.

"Apa masih lama, Green? Bagaimana kalau kita makan dulu. Kebetulan aku membawa makanan di mobil," tawar Hana.

"Ini sudah selesai," ucap Green.

"Ah syukurlah. Terima kasih, Green."

Setelah memastikan mobil bisa hidup kembali, Hana dan Green memakan makanan yang ia bawa dari tempat Sartika tersebut. Siapa sangka rasanya enak sekali. Hana benar-benar tidak akan percaya kalau Sartika sepintar ini membuat kue jika saat ini dia tidak memakannya.

"Kita menghabiskan semuanya. Apa tidak apa-apa?" tanya Green, kemudian meminum minuman buah segar dalam botol.

Hana terkekeh. "Tidak apa-apa. Aku kenyang sekali."

"Sama. Aku juga kenyang. Tampaknya kamu tidak perlu mentraktirku lagi malam ini," ucap Green tersenyum.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang. Kamu tinggal di mana?" tanya Hana dengan wajah ceria.

Green menggeleng. "Aku tidak punya tempat tinggal sekarang."

"Keluargamu tinggal di mana?"

"Aku sendirian. Aku tidak punya siapa-siapa," jawab Green.

"Bagaimana mungkin? Selama ini kamu tinggal di mana?" tanya Hana merasa tak percaya. Apa benar Green sendirian?

"Selama ini aku menumpang dengan satu keluarga yang baik hati. Tapi aku merasa sudah terlalu merepotkan mereka, padahal kami tidak memiliki hubungan darah. Jadi aku pamit melalui surat dan pergi."

Mulut Hana terbuka. "Jadi kamu yatim piatu?"

Green menunduk dan tersenyum kecut, bukankah itu berarti dia memang anak yatim piatu? Hana merasa kasihan pada Green. Dia pun teringat dengan apartemen yang ia miliki, yang dihadiahkan papanya padanya belakangan ini. Hana menawarkan Green untuk bermalam di sana sebelum nanti mereka akan mencari dan menemukan tempat kos yang cocok untuk Green. Green setuju untuk menginap semalam di sana. Sebenarnya Green sendiri merasa tidak enak. Tetapi situasinya pun tidak bisa diajak berkompromi. Dia benar-benar membutuhkan seseorang untuk membantunya, dan Hanalah yang kebetulan ada di dekatnya saat ini untuk membantunya.

Mereka pun sampai di apartemen Hana, dan tampaknya ada seseorang yang sedang mengikuti mereka secara diam-diam, tidak tahu sejak kapan.

Green dan Hana memasuki apartemen. Apartemen milik Hana hanya satu lantai tetapi cukup luas. Green mengedarkan pandangannya pada keseluruhan apartemen. Tempat itu cukup cantik dan tampak mewah, tetapi masih relatif kosong.

"Apa tidak apa-apa kamu menumpangiku di sini?" tanya Green sedikit ragu, biar bagaimana pun dia adalah orang yang tidak dikenal Hana. Bagaimana kalau orang tuanya marah?

"Tidak apa-apa, ini apartemen milikku," ucap Hana santai. Tetapi kemudian kepalanya terasa pusing. Dia sedikit oleng.

"Hana? Kamu kenapa?" Green segera meraih tangan Hana. Kening Hana mengerut. Dia merasakan pusing yang berbeda dan seluruh tubuhnya mulai terasa panas.

"Aku..." Kening Hana semakin mengerut, pikirannya mulai mengabur.

"Kamu tidak apa-apa?" Green mendekat dan menundukkan wajahnya memperhatikan wajah Hana yang tampak memerah. Apa Hana sakit?

Wajah Hana mendongak dan matanya tertuju pada bibir Green yang tampak merah dan ranum. Hana menelan ludahnya. Tanpa menjawab, dia langsung berjinjit memeluk leher Green dan memagut bibirnya. Mata Green pun seketika terbelalak merasakannya.

Sementara itu di tempat lain, Sartika sedikit merasa cemas karena tidak bisa menghubungi Hana. Hana sendirilah yang sengaja mematikan ponselnya karena dia sudah terlambat ke acara dan papanya pasti akan langsung menghubunginya dan marah-marah lewat telepon. Hana tidak suka menghadapi hal seperti itu. Lebih baik dia menghadapi papanya secara langsung.

Apakah semua berjalan dengan lancar? Sartika sebenarnya memiliki kejutan dalam makanan dan minuman yang ia buat. Dia menambahkan sedikit dosis obat perangsang di dalamnya, sekali lagi, hanya sedikit saja. Maksud hatinya baik. Dia ingin agar Hana setidaknya berhasil mendapat ciuman pertamanya dengan Marcell ketika bersama. Pasti Hana akan berterima kasih sekali padanya akan hal itu. Sartika sudah tidak sabar menunggu Hana bercerita tentang kejadian hari ini bersama Marcell. Sartika akan menjadi pahlawan Hana di sini.

***

Pagi hari tiba.

BRAKKK!

Sebuah pintu kamar dibuka dengan kasar hingga terbanting ke tembok. Hana dan Green yang masih tertidur lelap, seketika itu juga terbangun mendengar suara keras tersebut. Tuan Anton Winatalah yang membuka pintu dengan kasar. Wajahnya langsung memerah padam melihat apa yang dia saksikan saat ini.

Apa yang tampak di sana benar-benar sulit untuk dijelaskan. Hana dan Green tidur di ranjang yang sama dan hanya mengenakan pakaian dalam. Para bawahannya hanya bisa berpaling melihat keadaan memalukan dari putri bosnya. Mereka mengira bahwa Hana sedang telanjang.

"Apa yang terjadi!" tanya Hana gugup sambil cepat-cepat menarik selimutnya. Sesungguhnya tidak ada yang terjadi antara Hana dan Green. Tadi malam karena pengaruh obat Sartika, mereka kepanasan dan membuka baju luar mereka masing-masing. Dan walaupun mereka sempat berciuman tetapi mereka hanya tertidur begitu saja di ranjang yang sama.

Tuan Winata emosi seketika. "Dasar binatang!" Dia menarik Green dan melemparkannya keluar kamar. Bruakk!! Terdengar bunyi keras. Green meringis kesakitan. Dia hanya mengenakan celana dalam saja. Dia sendiri bingung, tidak mengerti apa yang sedang terjadi sekarang. Tuan Winata melangkah cepat dan mulai menghajarnya. Hana sempat tercengang, dan begitu sadar dia lekas-lekas memakai pakaiannya dan berlari menghalangi papanya

"Pa, Green tidak salah. Kami tidak melakukan apa-apa. Percaya padaku!" teriak Hana. Walaupun dia cukup ragu akan apa yang dia katakan, tetapi dia merasa tidak ada satu kekurangan pun dalam tubuhnya. Ucapannya membuat Tuan Anton Winata berhenti memukulinya.

"Apa kamu sedang membelanya sekarang?"

"Tidak, Pa. Kalau kami melakukannya pasti akan terasa sakit. Aku merasa tidak ada kekurangan pada tubuhku. Aku merasa baik-baik saja," ucap Hana meyakinkan. Dengan singkat dia menceritakan apa yang terjadi tadi malam. Mulai dari kunjungannya ke rumah Sartika hingga akhirnya dia berakhir di ranjang bersama Green.

"Pa, maafkan aku," lirih Hana. Dia tahu papanya pasti sangat kecewa padanya. Dia tidak jadi pergi ke acara itu dan bahkan melanggar peraturan lalu lintas. Tuan Winata duduk lemas di kursi sofa. Dia tahu bahwa Hana saat ini berucap jujur. Tuan Anton Winata pun menatap tajam pada Green yang saat ini duduk di lantai dengan beberapa memar di wajahnya. Walaupun agak kurus tetapi Green sangatlah tampan dan tinggi. Green memiliki bola mata hazel, hidung mancung, alis rapi dan tebal, bibir yang tampak penuh dan berwarna merah, juga bentuk rahang yang sempurna. Tadinya Anton sempat berpikir bahwa Green adalah orang suruhan untuk menggoda dan menjebak Hana, tetapi itu jelas tidak mungkin. Hana melanggar lalu lintas dengan memasuki area jembatan layang adalah sesuatu yang tidak terduga, dan lelaki ini sudah berada di sana sebelumnya. Ini adalah kebetulan, tetapi masalahnya tidak sesederhana itu. Seseorang telah menguntit Hana dan mengirimkan beberapa foto Hana dengan Green pada Tuan Winata. Ini pasti akan dijadikan alat untuk membuat skandal besar agar mempermalukan dan menjatuhkan keluarga Winata di hadapan masyarakat.

"Makanan dan minuman buah. Papa yakin temanmu itu telah menaruh sesuatu di dalam sana," ucap Tuan Anton Winata dengan geram. "Temanmu itu benar-benar bodoh! Lebih baik mulai sekarang hindari temanmu yang bodoh itu. Kalau tidak, kamu akan lebih celaka lagi." Mendengar keseluruhan cerita Hana tentang makanan yang sempat mereka makan sebelum melaju ke apartemen tadi malam, membuat Tuan Anton menebak penyebabnya dengan benar.

Tentu saja Tuan Anton bisa menyimpulkan bahwa Sartika bermaksud baik melakukannya. Tuan Anton cukup mengenali Sartika, sahabat putrinya itu yang selalu mendukung Hana. Tetapi tindakannya kali ini adalah tindakan yang gegabah dan sangat merugikan putrinya.

Hana hanya bisa tercengang mendengarnya. Dia setuju, sudah pasti karena itu. Sartika sungguh berlebihan kali ini.

Tuan Winata memelototi Green. "Bawa anak itu dan kurung di satu tempat!"

"Tuan," ucap Green dengan suara bergetar. Dia sangat terkejut karena akan dikurung.

"Pa, tolong jangan sakiti dia!" Hana sangat keberatan. Green sendiri ingin kembali membuka mulut tetapi dia tidak berani berkata apa-apa. Saat ini dia sangat takut. Dia juga tidak yakin apakah dia telah meniduri Hana atau tidak. Yang dia ingat mereka sempat berciuman sampai matanya terbelalak tadi malam.

"Papa hanya menahannya sampai semuanya jelas!" tegas Tuan Anton Winata. Maka Green diberi kesempatan memakai pakaiannya lalu digiring dari tempat itu.

"Tolong obati lukanya dan beri makan. Perlakukan dia dengan baik!" Hana sempat berkata demikian sebelum Green berlalu.

"Baik, Nona," jawab para bawahan itu.

Setelah mereka berlalu, Tuan Anton pun menunjukkan foto Hana dan Green yang saling berpelukan di jembatan layang. Hana sungguh tercengang melihatnya.

"Ini..?"

"Semua sudah kacau, Hana. Ini semua karena sifatmu yang terlalu impulsif dan bodoh!" bentak Tuan Winata.

Hana sempat terdiam. Dia tahu papanya sangat marah saat ini. Tetapi dia tetap harus menanyakan apa yang ada di dalam hatinya.

"Apa Papa sudah menyelidiki siapa yang menguntitku?"

"Tidak perlu. Sudah jelas mereka adalah salah satu dari pesaing bisnis Papa. Mereka menguntit dan berhasil mendapat celamu kali ini. Sebentar lagi dia pasti menghubungi Papa."

Dan benar saja, orang yang dimaksud meneleponnya sekarang.

***

Bersambung..

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gondronk Muhtadin
masalah baru
goodnovel comment avatar
Cahaya Bulan
menarik dan menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status