Share

Episode 10. Berhasil

Siang itu, di kediaman keluarga Assa.

"Ayah! Ibu!" Baru saja Rafa keluar rumah, tiba-tiba langsung kembali masuk sambil berteriak memanggil kedua orang tuanya.

"Ada apa Rafa?" Budi dan Mirna menatap anaknya khawatir.

"Ini ada surat sama ponsel Kak Green di dekat pintu." Rafa memberikannya pada papanya.

"Apa ini?" Cepat-cepat Budi membaca isi secarik kertas itu.

"Paman, Bibi dan Rafa. Mulai detik ini, berhentilah mengkhawatirkanku. Jangan mencariku. Aku pergi dan akan mencoba hidup dengan lebih baik. Aku tak ingin menyusahkan kalian lagi. Usiaku sudah 21 tahun. Aku sudah dewasa, dan aku akan hidup mandiri. Terimakasih untuk segala rasa sayang yang telah kalian berikan untukku." 

Green Assa.

Tangan Budi gemetar membacanya. Mirna yang ikut membacanya, langsung memegang dadanya.

"Tidak mungkin!" gumam Mirna. Sementara Budi langsung beranjak berdiri dan berjalan ke kamar Green. Demikian pula dengan istrinya. Budi dan Mirna segera memeriksa isi lemari dan meja juga seluruh isi ruangan itu. Barang-barang dan yang terutama baju milik Green, semua masih lengkap ada di sana.

Budi menggeleng. "Tidak. Green berbohong! Aku takut terjadi sesuatu padanya! Kita harus mencarinya, Mirna!"

Mirna mengangguk cepat. Maka mereka berdua berpencar mencari Green sementara Rafa disuruh untuk tetap berada di rumah menunggu kepulangan mereka. Rafa yang tetap tinggal di rumah, menangis tersedu-sedu. Dia sangat mengkhawatirkan kakaknya yang sakit itu.

***

"Lepaskan aku! Biarkan aku mati!" Hana menangis meronta-ronta. Memukul-mukul lengan lelaki itu yang semakin erat melingkar di tubuhnya. Green tidak tahu harus berbuat apa lagi. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana caranya mencegah gadis ini agar tidak jadi melompat. Apa yang harus dia lakukan?

"Aku, aku tak akan bunuh diri." Satu kalimat yang sebenarnya sangat sulit diucapkan Green, akhirnya dilontarkannya juga. Biar bagaimana pun menyelamatkan nyawa gadis ini lebih mendesak daripada penderitaan apa pun yang akan dia hadapi nanti jika dia memilih untuk terus hidup. Selain itu, tanpa harus bunuh diri pun, kapan dan di mana pun dia bisa saja mati karena penyakit yang dia derita.

"Apa maksudmu? Tolong lepaskan aku." Hana berhenti meronta tetapi tetap berupaya melepaskan diri dari lingkaran pelukan Green. Green menggeleng tak melonggarkan sedikitpun pelukannya.

"Aku tak akan bunuh diri, baik sekarang atau pun di masa depan. Apa kamu mendengarku?" ucap Green menegaskan. Tangan Hana yang menggenggam pergelangan Green untuk melepaskan diri, terhenti begitu saja.

Apa laki-laki ini sungguh-sungguh? Jika benar, berarti rencananya berhasil. Hana tersenyum di dalam hatinya.

"Apa kamu sungguh-sungguh?" tanya Hana menolehkan sedikit wajahnya, melirik Green yang masih memeluknya dari belakang.

"Iya aku sungguh-sungguh. Kamu berhasil menolongku, kamu telah berguna. Jadi jangan akhiri nyawamu," ucap Green cepat.

"Aku terkejut mendengarnya," jawab Hana. Dia berbalik menghadap pada Green. Green otomatis melepas pelukannya.

Hana mendongak menatap Green. Basahan air mata buaya masih melekat di pipi gadis ini. Posisi tubuh mereka begitu sangat dekat. Jika orang lain memandangnya, mereka akan terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang mengobrol dengan manis.

"Jika aku memutuskan untuk tidak bunuh diri di kehidupanku, apa kamu yakin akan bersemangat melanjutkan hidupmu, tidak soal seberapa besar penderitaanmu?" tanya Green sedikit gugup. Dia mencoba menatap kedua mata Hana secara bergantian.

"Tentu saja! Walaupun sulit aku akan tetap berupaya untuk menjalani hidup, karena setidaknya aku telah menyelamatkan nyawa seseorang. Aku bahagia jika menjadi orang yang berguna malam ini." Mata Hana berkaca-kaca, dengan senyum kecil di bibirnya.

"Syukurlah kalau begitu," ucap Green. Mendengar kata-kata gadis ini, Green merasa lega.

Tetapi Hana tiba-tiba memeluk lehernya kembali. "Berjanjilah padaku untuk tidak bunuh diri dan terus berjuang menjalani hidupmu," ucap Hana sambil mengeratkan pelukannya pada lelaki itu, seolah mendesak dengan lembut agar pemuda itu mau berjanji padanya. Pelukan itu terasa begitu hangat bagi Green, kepedulian yang begitu kental sangat tercermin dari warna suara gadis yang dia dengar saat ini.

Seolah terhipnotis, Green membalas pelukan Hana. Dipeluknya pinggang ramping gadis itu tak kalah eratnya. "Aku berjanji. Dan terima kasih.." Green berucap dengan sungguh-sungguh dari lubuk hatinya.

Hana tersenyum puas karena upayanya sepertinya telah berhasil. Dia merasa sudah profesional dalam melakukan penyelamatan. Seandainya saja dia tahu persoalan lelaki ini, tentu dia akan lebih mudah membantunya. Tetapi walaupun tidak seperti itu, pengalaman kali ini benar-benar sangat berharga bagi Hana. Dia akan menyimpan cerita ini dalam perjalanan hidupnya di mana dia telah menyelamatkan nyawa seseorang.

Sekarang, sudah saatnya melakukan teori selanjutnya. Dia akan membesarkan hati lelaki ini.

"Terimakasih Green. Kamu juga telah menyelamatkanku," ucap Hana kemudian, terdengar tulus.

Green terkesima mendengar kata-kata gadis ini. Apa benar dia yang selama ini adalah orang yang tak berguna yang selalu merepotkan orang-orang, saat ini telah menyelamatkan seseorang? Perlahan Hana melepas pelukannya dari Green. Begitu pula dengan Green. Mereka saling berhadapan, saling menatap.

"Kamu rela menjalani penderitaan di hidupmu untuk seterusnya hanya untuk mencegahku bunuh diri. Terima kasih. Aku benar-benar tersentuh. Seseorang yang baru kukenal, ternyata bisa memberikan kasih sebesar ini padaku. Aku rasa aku memang harus mempertahankan hidupku," ucap Hana kemudian.

Melihat Hana tersenyum sangat manis membuat Green juga ikut tersenyum. Kata-kata gadis ini benar-benar berhasil membesarkan hati Green.

"Kata-katamu benar-benar menguatkanku. Terima kasih, Hana. Mari sama-sama menjalani hidup kita masing-masing sebaik-baiknya," tanggap Green.

Mata Hana melebar mendengarnya. Lelaki ini dengan antusias mengatakan semangat hidupnya. Itu berarti dia benar-benar telah berhasil sepenuhnya meyakinkan lelaki ini, bukan?

"Iya, tentu saja. Aku beruntung bertemu denganmu, Green! Ayo ke mobil!" Tanpa canggung Hana meraih sebelah tangan Green. Menggandengnya dan membawa Green menuju mobilnya.

"Ini sudah menjelang malam, bagaimana kalau kita makan malam bersama sebagai tanda pertemanan kita? Setelah itu aku akan mengantarmu pulang. Bagaimana?" Hana berucap lembut tampaknya dia lupa kalau mobilnya sedang rusak. Sementara itu Green diam sejenak. Kemudian dia membuka suara.

"Aku.. aku tidak membawa uang yang cukup. Aku kemari untuk bunuh diri jadi aku tidak membawa cukup uang," jawab Green dengan jujur.

Hana sedikit berpikir, lalu dia berkata, "Aku akan mentraktirmu. Pokoknya kamu harus mau. Aku membawa dompet. Tadinya aku berpikir kalau nanti aku mati karena lompat ke tempat yang curam itu, mungkin mayatku akan hancur, itu sebabnya aku membawa dompet ini supaya polisi segera mengenaliku. Kartu identitasku ada di sini. Haahaha." Hana tertawa garing. Sesungguhnya dia merasa konyol akan penjelasannya sendiri.

"Baiklah. Aku mau. Jika umurku panjang, kupastikan aku juga akan mentraktirmu nanti," ucap Green tenang.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Gondronk Muhtadin
hebat sekali
goodnovel comment avatar
Cahaya Bulan
suka part ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status