SUAMI WARISAN
143 – Istri Terakhir
Mobil SUV hitam dengan kaca gelap itu berhenti di depan pintu basement. Rengganis keluar dari dalaml lift dengan kepala tertunduk yang tertutupi topi baseball. Sebuah tas gym tersampir di bahunya, kelihatan penuh dan berat.
Tanpa banyak bicara dan toleh kiri-kanan, Rengganis membuka pintu bagasi dan menaruh tas gymnya kemudian bergegas membuka pintu penumpang depan.
“Hai,” sapanya begitu duduk di jok depan dan meraih seatbealt.
“Sayangku.” Narendra mencondongkan kepalanya dan mencium Rengganis tanpa permisi.
“Ooops…!” Rengganis terkaget-kaget tapi kemudian tertawa, dia mendorong dada Narendra sedikit menjauh darinya agar dia bisa bernapas “cepat pergi dari sini sebelum ada yang lihat.”
Narendra tersenyum dan mengangguk. Moodnya yang beberapa hari ini berantakan, kini membaik begitu ada penawarnya. Dia bergegas menyetir mobil k
SUAMI WARISAN144 – Mesin WaktuKicau burung melayang menggoda pendengaran Rengganis ketika akhirnya kesadaran menerpa dirinya. Sinar mentari pagi yang hangat jatuh di atas kulitnya yang terbuka. Rengganis membuka matanya dan menyadari bahwa dia tertidur di atas dada Narendra.Kepalanya naik turun seiring dengan dada Narendra yang menarik dan mengembuskan napas teratur. Lelaki itu masih lelap dalam tidurnya. Sebelah tangannya memeluk punggung Rengganis, telapak tangannya yang hangat terasa di atas kulitnya.Selimut tipis hanya menutupi setengah badan mereka. Rengganis bisa merasakan ‘morning wood’ Narendra di dekat pahanya.Rengganis mengerjapkan matanya, kantuk masih mendekapnya, namun perlahan-lahan peristiwa semalam membanjiri ingatannya. Dia mengembuskan napas lelah namun puas.Narendra tidak pernah gagal memuas hasratnya. Semalaman lelaki itu menikmati tubuhnya, memberikan kehangatan yang didambakan Rengg
SUAMI WARISAN145 – Pakuan PajajaranMemburu menjangan bukan hal yang sulit bagi Narendra.Dia tau harus mencari kemana dan bagaimana cara menangkapnya. Tidak kurang dari dua jam, dia sudah berhasil menangkap seekor menjangan muda yang dia panggul di atas bahunya.Darah menetes-netes di belakang langkahnya ketika Narendra membawa menjangan yang sudah mati itu turun gunung menuju pasar.Bola matanya yang besar terbuka lebar memandang langit ketika kepala menjangan itu lunglai berada di atas bahu Narendra. Menjangan yang ditangkapnya kebetulan jantan, jadi harganya bisa lebih tinggi. Narendra berencana membeli satu stel pakaian dan sandal untuk Rengganis, aksesoris rambut dan kain agar Rengganis bisa berbaur dengan wanita-wanita lainnya.Dia juga akan membeli lauk pauk untuk persediaan makan mereka.Pasar yang ramai ketika Narendra melangkahkan kaki memasuki kawasan jual-beli. Orang-orang sibuk melakukan transaksi. N
SUAMI WARISAN146 – Mojang SundaMakan malam mereka sangat sederhana; nasi setengah gosong dengan ayam bakar minim bumbu. Narendra lupa membeli bumbu, yang ada di dapur hanya garam jadinya mereka harus puas makan seadanya.Keduanya sama-sama cemberut. Makan dalam diam.Rengganis mengunyah perlahan-lahan, aroma nasi yang gosong berpadu dengan bakaran ayam yang hanya berasa asin sama sekali bukan seleranya, namun terpaksa dia telan karena lapar.Narendra sebaliknya, dia mengganyang sisa potongan ayam sebagai kompensasi nasi yang gosong. Seandainya tadi dia sempat memetik sayur untuk lalapan dan cabai, pasti makan malam mereka bisa diselamatkan rasanya.Setelah berjibaku menyalakan tungku api untuk bakar ayam dan menyelamatkan sisa nasi yang masih bisa dimakan, diselingi oleh omelan Narendra dan Rengganis yang membela diri, akhirnya pasangan itu duduk di atas dipan menikmati makan malam mereka.Ini malam pertama merek
SUAMI WARISAN147 – Perlindungan Leluhur“Punten, abdi…” duh, Rengganis menyesal kenapa enggak les Bahasa Sunda dulu sama Narendra untuk memulai percakapan.Citra memandang perempuan cantik yang kelihatan kebingungan itu. Dia bisa menangkap garis wajah yang terasa tidak asing, sepertinya pernah melihat di suatu tempat, namun entah dimana.“Abdi…” Rengganis memeras otaknya mencari kosakata bahasa Sunda yang dia ingat. Namun semakin otaknya dipaksa untuk mengingat semakin kosong isinya.(Citra berbicara dalam bahasa Sunda, namun untuk memudahkan pembaca dari luar daerah, author tulis dalam bahasa Indonesia)“Neng tersesat?” tanya Citra dengan lembut, suaranya halus dan mendayu. Matanya bergerak mencari-cari seseorang yang kira-kira bisa dia mintai bantuan.Rengganis menggeleng, “Saya cari kamu.” Rengganis merasa kurang ajar menyebut Citra dengan sebutan ka
SUAMI WARISAN 148 – Bahasa Cinta “Hah…! Hah…! Hah…!” napas Rengganis tersengal-sengal bersaman dengan langkah kakinya yang mulai terseok-seok menerobos semak-semak. Narendra menariknya tanpa berperasaan, memaksanya mengikuti ritme langkah kakinya yang cepat. Mereka berdua berlari layaknya dikejar setan. Kaki Rengganis berkali-kali terantuk batu dan tergores oleh belukar yang diterobos mereka. “Stop! STOP!” pinta Rengganis dengan napas terengah-engah, dia menyentakkan tangan Narendra. Langkah mereka berhenti di tengah hutan, namun Narendra kelihatan masih gusar. Kepalanya menoleh kiri-kanan memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka. Sementara itu Rengganis berusaha mengatur napasnya. Kedua tangannya bertumpu pada lutut ketika dia menghardik Narendra, “Kenapa tadi kabur, hah?!” Narendra melonjak kaget. Dia menoleh dan langsung bertatapan dengan pelototan Rengganis yang bengis. “Saya tidak kabur…”
SUAMI WARISAN149 – Pasangan SejiwaAngin malam menerpa wajah Narendra ketika dia melompati tembok dan langsung berhadapan dengan dua orang prajurit yang sedang berpatroli mengelilingi tembok Istana.Mereka memandang Narendra sejenak sebelum menyadari bahwa lelaki yang memakai caping itu adalah seorang penyusup.Belum sempat mereka melakukan sesuatu, Narendra sudah bergerak cepat melumpuhkan keduanya. Kakinya seakan terbang tak menjejak tanah ketika dia berlari meninggalkan dua prajurit yang terkapar pingsan.Dia berhasil mengelabui prajurit yang berjaga di depan gerbang desa kemudian masuk ke hutan. Bunyi kresek-kresek terdengar ketika dia menerobos semak-semak menuju tengah hutan. Jantungnya bertalu-talu di dada ketika dia memacu kakinya untuk berlari lebih cepat. Walaupun tau bahwa tidak ada yang mengejarnya, Narendra ingin buru-buru kembali ke pondok sebelum Rengganis menyadari dia tidak ada.Istrinya itu pasti bakal
SUAMI WARISAN150 – Napak TilasCinta pertama Narendra memang Citra Prameswari, dia pikir kisah mereka akan bertahan selamanya.Namun Narendra tidak pernah mengucapkan kata cinta pada Citra.Di masa itu, mengucapkan kata cinta bagaikan hal yang tabu. Mereka disatukan oleh ikatan yang sakral, yang seringkali diikat bukan karena keinginanan pribadi.Ikatan antara Narendra dan Citra memang semestinya di mata masyarakat. Bahkan jika mereka tidak bersama, seakan itu adalah dosa.Narendra menerima hubungannya dengan Citra karena sepertinya salah jika menolak perjodohan itu. Lagipula dia masih terlalu muda dan naïve. Melihat calon istrinya yang datang dari keluarga bangsawan dan cantik sudah membuatnya puas ketika itu.Hidupnya memuaskan. Semua orang mengaguminya. Semua lelaki di Kerajaan iri padanya. Namun manusia tidak pernah merasa cukup.Terlalu sering menghabiskan waktu di Istana membuatnya jatuh cinta pa
SUAMI WARISAN151 – Terjebak di Masa Lalu“Nyai, tunggu disini, saya akan mencari—”Narendra setengah merangkak menuju cerukan hendak berenang mencari merah delima yang hilang, namun Rengganis menahannya, “Jangan, Naren!”Perempuan itu memegangi Narendra dengan kedua tangannya, menahan lelaki itu agar tidak menceburkan diri ke cerukan “Kamu kecapekan, jangan memaksakan diri…”“Tapi ….”Rengganis menggeleng, “Lebih baik kita ke pondok, mengeringkan diri dan makan, Kang. Kamu perlu memulihkan diri dulu.”Narendra kelihatan bimbang, dia memandang permukaan air yang beriak. Berpikir dimana kira-kira dia bisa menemukan merah delima yang lenyap begitu saja.“Ayo.” Rengganis membantu Narendra bangkit dan memapah lelaki itu berjalan kembali ke pondok.Jalan Narendra tertatih-tatih, sebelah lengannya berada di pundak Re