SUAMI WARISAN
146 – Mojang Sunda
Makan malam mereka sangat sederhana; nasi setengah gosong dengan ayam bakar minim bumbu. Narendra lupa membeli bumbu, yang ada di dapur hanya garam jadinya mereka harus puas makan seadanya.
Keduanya sama-sama cemberut. Makan dalam diam.
Rengganis mengunyah perlahan-lahan, aroma nasi yang gosong berpadu dengan bakaran ayam yang hanya berasa asin sama sekali bukan seleranya, namun terpaksa dia telan karena lapar.
Narendra sebaliknya, dia mengganyang sisa potongan ayam sebagai kompensasi nasi yang gosong. Seandainya tadi dia sempat memetik sayur untuk lalapan dan cabai, pasti makan malam mereka bisa diselamatkan rasanya.
Setelah berjibaku menyalakan tungku api untuk bakar ayam dan menyelamatkan sisa nasi yang masih bisa dimakan, diselingi oleh omelan Narendra dan Rengganis yang membela diri, akhirnya pasangan itu duduk di atas dipan menikmati makan malam mereka.
Ini malam pertama merek
SUAMI WARISAN147 – Perlindungan Leluhur“Punten, abdi…” duh, Rengganis menyesal kenapa enggak les Bahasa Sunda dulu sama Narendra untuk memulai percakapan.Citra memandang perempuan cantik yang kelihatan kebingungan itu. Dia bisa menangkap garis wajah yang terasa tidak asing, sepertinya pernah melihat di suatu tempat, namun entah dimana.“Abdi…” Rengganis memeras otaknya mencari kosakata bahasa Sunda yang dia ingat. Namun semakin otaknya dipaksa untuk mengingat semakin kosong isinya.(Citra berbicara dalam bahasa Sunda, namun untuk memudahkan pembaca dari luar daerah, author tulis dalam bahasa Indonesia)“Neng tersesat?” tanya Citra dengan lembut, suaranya halus dan mendayu. Matanya bergerak mencari-cari seseorang yang kira-kira bisa dia mintai bantuan.Rengganis menggeleng, “Saya cari kamu.” Rengganis merasa kurang ajar menyebut Citra dengan sebutan ka
SUAMI WARISAN 148 – Bahasa Cinta “Hah…! Hah…! Hah…!” napas Rengganis tersengal-sengal bersaman dengan langkah kakinya yang mulai terseok-seok menerobos semak-semak. Narendra menariknya tanpa berperasaan, memaksanya mengikuti ritme langkah kakinya yang cepat. Mereka berdua berlari layaknya dikejar setan. Kaki Rengganis berkali-kali terantuk batu dan tergores oleh belukar yang diterobos mereka. “Stop! STOP!” pinta Rengganis dengan napas terengah-engah, dia menyentakkan tangan Narendra. Langkah mereka berhenti di tengah hutan, namun Narendra kelihatan masih gusar. Kepalanya menoleh kiri-kanan memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka. Sementara itu Rengganis berusaha mengatur napasnya. Kedua tangannya bertumpu pada lutut ketika dia menghardik Narendra, “Kenapa tadi kabur, hah?!” Narendra melonjak kaget. Dia menoleh dan langsung bertatapan dengan pelototan Rengganis yang bengis. “Saya tidak kabur…”
SUAMI WARISAN149 – Pasangan SejiwaAngin malam menerpa wajah Narendra ketika dia melompati tembok dan langsung berhadapan dengan dua orang prajurit yang sedang berpatroli mengelilingi tembok Istana.Mereka memandang Narendra sejenak sebelum menyadari bahwa lelaki yang memakai caping itu adalah seorang penyusup.Belum sempat mereka melakukan sesuatu, Narendra sudah bergerak cepat melumpuhkan keduanya. Kakinya seakan terbang tak menjejak tanah ketika dia berlari meninggalkan dua prajurit yang terkapar pingsan.Dia berhasil mengelabui prajurit yang berjaga di depan gerbang desa kemudian masuk ke hutan. Bunyi kresek-kresek terdengar ketika dia menerobos semak-semak menuju tengah hutan. Jantungnya bertalu-talu di dada ketika dia memacu kakinya untuk berlari lebih cepat. Walaupun tau bahwa tidak ada yang mengejarnya, Narendra ingin buru-buru kembali ke pondok sebelum Rengganis menyadari dia tidak ada.Istrinya itu pasti bakal
SUAMI WARISAN150 – Napak TilasCinta pertama Narendra memang Citra Prameswari, dia pikir kisah mereka akan bertahan selamanya.Namun Narendra tidak pernah mengucapkan kata cinta pada Citra.Di masa itu, mengucapkan kata cinta bagaikan hal yang tabu. Mereka disatukan oleh ikatan yang sakral, yang seringkali diikat bukan karena keinginanan pribadi.Ikatan antara Narendra dan Citra memang semestinya di mata masyarakat. Bahkan jika mereka tidak bersama, seakan itu adalah dosa.Narendra menerima hubungannya dengan Citra karena sepertinya salah jika menolak perjodohan itu. Lagipula dia masih terlalu muda dan naïve. Melihat calon istrinya yang datang dari keluarga bangsawan dan cantik sudah membuatnya puas ketika itu.Hidupnya memuaskan. Semua orang mengaguminya. Semua lelaki di Kerajaan iri padanya. Namun manusia tidak pernah merasa cukup.Terlalu sering menghabiskan waktu di Istana membuatnya jatuh cinta pa
SUAMI WARISAN151 – Terjebak di Masa Lalu“Nyai, tunggu disini, saya akan mencari—”Narendra setengah merangkak menuju cerukan hendak berenang mencari merah delima yang hilang, namun Rengganis menahannya, “Jangan, Naren!”Perempuan itu memegangi Narendra dengan kedua tangannya, menahan lelaki itu agar tidak menceburkan diri ke cerukan “Kamu kecapekan, jangan memaksakan diri…”“Tapi ….”Rengganis menggeleng, “Lebih baik kita ke pondok, mengeringkan diri dan makan, Kang. Kamu perlu memulihkan diri dulu.”Narendra kelihatan bimbang, dia memandang permukaan air yang beriak. Berpikir dimana kira-kira dia bisa menemukan merah delima yang lenyap begitu saja.“Ayo.” Rengganis membantu Narendra bangkit dan memapah lelaki itu berjalan kembali ke pondok.Jalan Narendra tertatih-tatih, sebelah lengannya berada di pundak Re
SUAMI WARISAN152 – BarterHujan turun semalaman.Rengganis terbangun di dalam selimut bersama Narendra yang masih lelap. Dia menoleh dan tersenyum.Pagi ini begitu indah ketika dia membuka mata dan melihat wajah tampan suaminya.Rengganis mendekatkan dirinya dan memeluk Narendra. Suaminya itu merespons dengan mengecup keningnya. Walau matanya terpejam, Narendra menyadari tangan Rengganis yang memeluk pinggangnya. Dia balas merangkul perempuan itu dan bergumam, “Selamat pagi, Sayang…”“Pagi, Kang…” balas Rengganis manis.Telapak tangan Narendra meraba kulit punggung Rengganis yang telanjang. Semalam, di antara derasnya suara hujan, mereka kembali bercinta hingga pagi menjelang.“Perih?” tanya Narendra, merujuk pada selangkangan Rengganis. Tangannya menyusup ke dalam selimut dan meraba pusat Rengganis.“Sedikit,” balas Rengganis sambil mengg
SUAMI WARISAN153 – Istri PinjamanDi masa modern, Mahesa sedang khawatir dengan keberadaan Rengganis.Ponsel istrinya itu tidak bisa dihubungi.Tiga hari sudah lewat dan Mahesa belum bisa pulang karena terjebak oleh meeting yang tak berkesudahan.Dia mencoba menghubungi Rengganis; menelepon, mengirim pesan, mengirim email sampai DM di laman media sosialnya. Semuanya tak ada respons.Akhirnya Mahesa menempuh jalan terakhir, meminta bantuan keluarganya untuk mencari keberadaan Rengganis.“Ibu udah ke apartemen kamu, Nak. Tapi enggak ada yang bukain pintu.” Ibu menjawab telepon Mahesa pada suatu malam, suaranya terdengar khawatir karena menantu kesayangannya pun tak membalas pesannya “Hapenya mati.”“Iya, Bu. Makanya aku minta bantuan Ibu untuk cari Rengganis. Sekarang aku dalam perjalanan ke bandara.”“Hm, ya. Sebaiknya kamu segera pulang. Mamanya Rengganis jug
SUAMI WARISAN154 – Manusia Biasa“Oh, syukurlah kamu baik-baik saja!”Narendra mendorong Rengganis melewati pintu dan memeluk perempuan itu erat-erat.Dia melepaskan pelukannya kemudian menghujani Rengganis dengan ciuman-ciuman kecil di seluruh bagian wajahnya.Rengganis sempat terhenyak dengan serangan tiba-tiba dari Narendra, namun akhirnya dia menemukan suaranya dan bertanya, “Naren, apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya Rengganis yang tenggelam dalam pelukan Narendra.“Kita berhasil pulang, Nyai. Syukurlah saya berhasil membawa kita pulang dengan selamat.” Terdengar helaan napas lega yang bergema di dada Narendra.“Tapi kenapa begini?” Rengganis masih heran “kenapa aku enggak ingat kita pulang? Sekarang jam berapa? Hari apa? Tanggal berapa?”“Tenang, Nyai. Sebenarnya kita sempat hilang hampir seminggu, tapi saya bisa memut