SUAMI WARISAN
154 – Manusia Biasa
“Oh, syukurlah kamu baik-baik saja!”
Narendra mendorong Rengganis melewati pintu dan memeluk perempuan itu erat-erat.
Dia melepaskan pelukannya kemudian menghujani Rengganis dengan ciuman-ciuman kecil di seluruh bagian wajahnya.
Rengganis sempat terhenyak dengan serangan tiba-tiba dari Narendra, namun akhirnya dia menemukan suaranya dan bertanya, “Naren, apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya Rengganis yang tenggelam dalam pelukan Narendra.
“Kita berhasil pulang, Nyai. Syukurlah saya berhasil membawa kita pulang dengan selamat.” Terdengar helaan napas lega yang bergema di dada Narendra.
“Tapi kenapa begini?” Rengganis masih heran “kenapa aku enggak ingat kita pulang? Sekarang jam berapa? Hari apa? Tanggal berapa?”
“Tenang, Nyai. Sebenarnya kita sempat hilang hampir seminggu, tapi saya bisa memut
SUAMI WARISAN155 – Dua Garis BiruPapan jadwal penerbangan menunjukkan bahwa pesawat yang ditumpangi Mahesa sudah mendarat dengan selamat, yang artinya sebentar lagi Mahesa akan keluar dari gerbang kedatangan setelah klaim bagasi.Rengganis menunggu dengan harap-harap cemas di antara kerumunan orang-orang yang menunggu dan menjemput teman, sanak saudara, keluarga atau pasangan mereka di gerbang kedatangan.Matanya mencari-cari sosok suaminya di antara banyaknya manusia yang keluar dari gerbang, tangannya memegang sebuah papan yang disiapkannya sebelumnya. Rengganis berinisiatif untuk menjemput Mahesa tanpa sepengetahuan suaminya, sengaja hendak memberi kejutan.Namun, tunggu punya tunggu, Mahesa belum juga kelihatan batang hidungnya.Rengganis jadi gelisah, berkali-kali dia memastikan jadwal penerbangan yang dilihatnya tidak salah, berkali-kali juga dia mengamati satu per satu orang yang lewat depannya. Detik berganti me
SUAMI WARISAN156 – Pertanda“RENGGANIS HAMIL!”Mahesa berteriak di telepon pada ibunya. Terdengar jeritan memekikkan telinga sebagai respon dari seberang telepon.Mahesa terbahak, terdengar puas dan bahagia “YES! Bu, apa kubilang, kalau kita sabar, kita akan mendapatkan berkah yang tidak terduga!”“Oh… ya, ya, Sayang! Syukurlah…! Gimana Ganis sekarang? Morning sickness?” tanya Ibu berapi-api. Beliau memberi gestur pada ayah Mahesa yang baru saja datang.“Ada apa?” tanya Ayah heran melihat istrinya tertawa sampai hampir menangis.Ibu menyerahkan ponselnya pada suaminya dan berbisik, “Mahesa punya berita besar buat kita…”“Huh?” Ayah menerima ponsel dan bertanya pada Mahesa, “Ya, Mahesa. Ada berita apa sampai ibumu nangis begini?”Mahesa tertawa pelan, “Ah, Ayah… Rengganis hamil, Yah.&r
SUAMI WARISAN157 – Garis Keturunan“Naren …. Mmmm…. Mmmhhh…” Rengganis menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan dan ciuman panas Narendra yang langsung menyerangnya begitu mereka aman berada di dalam apartemennya.Selama beberapa saat keduanya langsung bercumbu mesra begitu bertemu. Narendra tak henti-hentinya menghujani Rengganis dengan kecupan-kecupan di sekujur tubuhnya. Belum sampai sepuluh menit Rengganis di apartemen itu, pakaiannya sudah jatuh ke lantai.“Ya Tuhan…” Rengganis meremas sprei, matanya terpejam kuat-kuat ketika dia meringis, merasakan kehebatan lidah Narendra yang sedang menggodanya di bawah sana “Stop, Naren… akh! Yes! Oh, My God! Naren, please… stop… ahhh~ yes, yes… mmmmhhhh… Naren!”Rengganis tidak bisa memutuskan apakah dia benar-benar ingin Narendra berhenti mencumbunya atau dia ingin lelaki itu te
SUAMI WARISAN158 – Dekap HarapSuasana di rumah sakit selalu membuat Narendra gelisah.Kehidupan dan kematian terasa dekat di sini.Di satu ruangan, ada yang menangisi keluarganya yang meninggal, di ruangan lainnya orang berseru girang atas kelahiran bayi mungil yang memberi harapan.Kali ini, Narendra merasa tambahan emosi yang belum pernah dirasakannya. Harapan yang menggebu bertabrakan dengan logika dan ketidak-mungkinan yang selama ini diyakininya.“Minum?” Rengganis datang sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Narendra.Lelaki itu menerimanya dengan lesu. Ekspresinya dengan mudah terbaca oleh Rengganis, “Dokternya sudah datang, sebentar lagi pasti dipanggil.”Narendra hanya mengangguk, botol air mineralnya dipeganginya tanpa berselera untuk minum.Tangan Rengganis terasa di atas punggungnya, mengusap-usapnya perlahan, menenangkan Narendra yang kelihata
SUAMI WARISAN159 – Hidup Tanpa Rasa Takut“Tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja, Pak Narendra. Anda sehat ….”Rengganis menoleh pada Narendra yang duduk di sebelahnya menghadap dokter. Lelaki itu pias, tercengang dengan kalimat dokter, ekspresinya campur aduk, tak bisa terbaca bahkan oleh Rengganis sendiri.“Naren?” Rengganis meraih tangan Narendra di atas lututnya. Kulitnya lembab diselimuti selapis es.“Pak Narendra, anda baik-baik saja?” tanya Dokter yang kelihatan khawatir dengan kondisi mental pasiennya.“Ah ….” Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Narendra yang kering.Rengganis meremas tangannya di bawah meja, dia tersenyum pada dokter dan bertanya lagi, “Bisa dijelaskan sekali lagi, Dok?”Dokter berdeham kemudian melirik pada layar komputer yang menampilkan hasil pemeriksaan lab yang dilakukan Narendra beberapa h
SUAMI WARISAN160 – Bermain dengan Dosa-Beberapa bulan kemudian-Seringkali ketika mencinta, kita lupa akan logika.Begitu pun dengan Rengganis.Pernikahannya dengan Mahesa perlahan namun pasti menukik tajam walaupun ada jabang bayi di kandungannya. Dia tak lagi antusias setiap kali Mahesa mengajaknya untuk bermesraan.Rengganis mendambakan Narendra, walau setiap malam dia tidur satu ranjang dengan suaminya sendiri. Suami yang dinikahinya secara sah di depan keluarga dan temannya.Dan dia mempunyai keyakinan bahwa bayi dalam kandungannya adalah bayi Narendra.“Aku keji, bukan?” tanyanya suatu kali pada Sarah yang duduk di hadapannya di salah satu restoran Italia di Jakarta.Restoran Madre pilihan Sarah yang sedang hamil besar dan mengidam makan Lemon Chicken Piccata dari Chef ganteng asli Italia itu. Sarah menyedot minumannya dengan suara keras, perempuan itu kembali ke Jaka
SUAMI WARISAN161 – Musuh dalam SelimutMahesa mengorek telinganya yang mendadak terasa gatal.Ugh, seperti ada yang berdenging di dalam rongga telinganya. Sekali lagi dia mengecek jam tangannya, mereka terlambat sepuluh menit.Namun Mahesa tidak marah karena Jeno sudah mengiriminya pesan bahwa mereka terjebak kemacetan.Mahesa kembali memusatkan perhatiannya pada tablet di atas meja. Lagi-lagi email dari perempuan Jepang itu kembali mengusik hari juga hatinya. Mahesa memandangi email yang belum dia baca.Setelah kepulangannya dari Jepang, Ayumi dan dirinya jadi makin sering berkirim pesan. Bukan hanya berdiskusi mengenai pekerjaan, namun hal yang lainnya. Bahkan, mereka saling memfollow akun media sosial masing-masing.Mahesa berpikir bahwa hubungannya dengan Ayumi masih dalam batas normal. Walaupun mereka sering bercakap lewat aplikasi perpesanan, topik pembicaraan mereka tidak sampai kelewat batas. Mereka tidak
SUAMI WARISAN162 – Tak Terjangkau“Aku udah nitipin kamu ke Narendra, kalau ada apa-apa, kamu minta tolong dia aja ….”Rengganis yang sedang mengoles mentega di atas selembar roti tawar menoleh pada Mahesa. Tengah malam begini, dia mengidam makan roti bakar sementara suaminya itu baru pulang kantor.Dasi yang melilit di lehernya seharian ini terlempar ke udara, melayang sejenak kemudian jatuh di atas lengan sofa. Mahesa menghempaskan dirinya di atas sofa dan mengembuskan napas. Tangannya meraih remote TV, mengganti channel sesuka hati.“Kenapa?” tanya Rengganis, dia menaruh roti yang setengah jadi di atas piring. Suaranya terdengar waspada, namun Mahesa sama sekali tidak sadar dengan perubahan mood istrinya.“Besok ngedadak aku harus pergi ke Kyoto. Ibu sama Ayah lagi ke Makassar, kondangan anak kawan lama Ayah dulu waktu di Birmingham.” Mahesa memijit-mijit pangkal hidungnya &l