Tengah malam saat aku terbangun, aku melihat tubuhku yang polos hanya tertutupi oleh selimut sampai bagian dada. Rupanya Mas Edgar yang menyelimutiku diam-diam, perasaanku menjadi haru dan tersentuh.
Saat melihat ke arah samping, Mas Edgar tidak ada di sampingku. Kain di sampingku pun terasa dingin, itu berarti Mas Edgar sudah sedari tadi kembali ke kamarnya. Aku kembali merasa kesepian.Padahal tadi sewaktu bercinta, dia nampak hangat dan juga mesra.Kenapa sih susah sekali membuatnya ikut tidur di sisiku sampai pagi?Tidakkah dia ingin melakukan hal itu setelah bermesraan denganku?Merasa sedih, aku pun turun dari ranjang lalu menuju ke lemari untuk mengambil baju tidurku. Setelahnya aku menyelinap masuk ke kamar Mas Edgar.Pria itu sudah terlelap di atas kasurnya. Dengan pencahayaan dari lampu tidur, kulihat wajahnya begitu tampan dan damai. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan napasnya yang teratur. Tak kulihat wajahnya yang dingin dan kaku sepertiWow! Dua puluh juta berarti empat kali gajiku dalam sebulan saat masih kerja.Bagiku, uang dua puluh juta sangatlah mahal jika sekedar digunakan untuk membayar jasa merias wajah dan menata rambut.Tapi mau bagaimana lagi? Dunia Mas Edgar memang betul-betul berbeda dengan dunia yang biasa kujalani. Aku sudah pernah memprotes Mas Edgar soal gaya hidupnya yang mewah saat kami baru menikah."Menurutku belanja pernak-pernik untukku setiap minggu itu pemborosan, Mas," ucapku kala itu.Waktu pertama menikah, hampir setiap minggu Mas Edgar selalu memesankan sepatu, tas, dan aksesoris lain untuk ku gunakan saat menghadiri acara apapun bersamanya."Pemborosan gimana? Uangku kan banyak. Tidak akan cepat habis kalau sekedar membeli barang-barang sepele untukmu, Nara," jawabnya begitu sombong."Tapi apa yang kamu lakukan itu sama sekali gak ada rasa simpatik untuk orang-orang yang kurang beruntung secara ekonomi, Mas. Di luar sana masih banyak orang yang kesusahan untuk s
Sekarang sudah jam setengah tujuh saat aku menata hasil masakan yang kubuat dengan ketiga asisten rumah tangga tadi. Selain menata di piring besar yang bagus, aku juga memberi hiasan berupa sayuran yang kubentuk sedemikian rupa hingga membuat tampilan selat racikan dan sambal tumpangku terlihat menarik.Saat ini makanan yang kupesan belum datang juga. Jadi aku meminta Bik Tinah untuk menyuruh karyawannya datang cepat.Setelah itu, aku menata sosis solo dan memberi hiasan. Mas Edgar terlihat datang. Aku melirik sedikit ke arahnya, penampilannya sudah nampak rapi dan tampan. Kalau saja dia tidak menatapku dengan dahi mengernyit, mungkin dia sudah jadi pria tampan yang sempurna."Kenapa kamu belum siap-siap?" tanyanya dingin.Tidakkah dia bisa melihatku yang sudah memakai makeup dan mencium aroma tubuhku yang sudah wangi?"Emang gak lihat aku udah pakai makeup? Ini tinggal pakai gaun," jawabku tanpa menoleh. Amarah masih tersisa di dalam hatiku."Terus, ngapain
Semerbak aroma masakan yang sudah selesai aku buat segera memenuhi ruang dapur. Tepat jam dua siang, dua masakanku sudah selesai. Tinggal memastikan Nuning dan lainnya menyelesaikan menggoreng sosis solo yang sudah diisi dengan daging sapi cincang."Wah, saya gak nyangka kalau Bu Nara bisa masak semua ini dengan enak," ucap Bik Tinah setelah menyelesaikan makan sambal tumpang krecek dengan nasi hangat."Iya, saya aja sampai nambah nasi dua kali." Mbok Sum menimpali. "Sudah lama saya gak makan sambal tumpang seenak ini. Bu Nara emang top.""Mertua lewat jadi gak kelihatan ya, Mbok?" godaku."Gak keliatan lah, kan jalannya lewat pintu belakang."Kami semua tertawa. Suasana di dapur menjadi lebih cair dan kami saling melempar canda tawa. Hari ini menjadi titik awal hubungan yang hangat antara diriku dengan pembantu di rumah ini."Saya jadi lebih kerasan kerja di sini, Bu," ucap Nuning tiba-tiba. "Dulu sebelum ada Bu Nara, saya kerjanya cuma kayak robot. Kalau bu
Tengah malam saat aku terbangun, aku melihat tubuhku yang polos hanya tertutupi oleh selimut sampai bagian dada. Rupanya Mas Edgar yang menyelimutiku diam-diam, perasaanku menjadi haru dan tersentuh.Saat melihat ke arah samping, Mas Edgar tidak ada di sampingku. Kain di sampingku pun terasa dingin, itu berarti Mas Edgar sudah sedari tadi kembali ke kamarnya. Aku kembali merasa kesepian.Padahal tadi sewaktu bercinta, dia nampak hangat dan juga mesra. Kenapa sih susah sekali membuatnya ikut tidur di sisiku sampai pagi?Tidakkah dia ingin melakukan hal itu setelah bermesraan denganku?Merasa sedih, aku pun turun dari ranjang lalu menuju ke lemari untuk mengambil baju tidurku. Setelahnya aku menyelinap masuk ke kamar Mas Edgar.Pria itu sudah terlelap di atas kasurnya. Dengan pencahayaan dari lampu tidur, kulihat wajahnya begitu tampan dan damai. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan napasnya yang teratur. Tak kulihat wajahnya yang dingin dan kaku seperti
Keesokannya.Aku dan Mas Edgar sarapan dalam diam. Untungnya Daniel sedang ada di luar kota, jadi aku tak perlu akting di depannya. Bahkan aku juga tidak mengantar kepergian Mas Edgar saat berangkat kerja. Aku yakin, dia tidak akan menyukai sikapku yang abai.Tapi apa peduliku? Sikapnya tadi malam benar-benar membuatku semakin sakit hati.Malamnya, aku terkejut melihat Mas Edgar yang sudah masuk ke dalam kamar. "Kok bisa masuk? Kamarnya kan udah aku kunci," tanyaku."Ini kan rumahku. Jadi jangan heran kalau aku punya kunci cadangan." Kali ini sikapnya berbeda. Nampak lembut dan suaranya tenang."Mau apa kesini?""Aku ingin menebus perbuatanku yang kasar kemarin, Nara.""Gak perlu. Aku gak butuh hadiah apapun darimu." Sungguh aku tak ingin hadiah apapun. Sebenarnya yang kuinginkan hanyalah permintaan maaf darinya."Aku gak bawa hadiah apa-apa.""Terus?""Aku cuma mau mijit kepalamu atau badanmu yang sakit karena perbuatanku kemarin."
Aku teringat dengan masa kecil, saat Ibu dengan giatnya mengajariku dan ketiga kakak lelakiku untuk memasak. Ibu tidak pernah memandang gender. Baginya, pria ataupun wanita harus bisa memasak karena itu merupakan basic life yang sangat berguna.Selain itu, Ibu berharap dari keempat anaknya ada yang bisa mewarisi restorannya.Dan perjuangan Ibu tidak sia-sia. Keempat anaknya bisa memasak bahkan kakakku yang nomor dua sudah berhasil membuka restoran Solo di Jawa Timur. Mungkin kelak, dia juga yang akan meneruskan restoran Ibu yang ada di Solo."Terus kamu mau masak sendiri untuk acara makan malam nanti?" Terdengar nada skeptis dari Mulut Mas Edgar."Kalau iya, Kenapa?"Kedua tangan Mas Edgar terlipat di depan dada. "Jangan ambil resiko, Nara. Aku gak pernah lihat kamu masak. Jangan sampai buat aku malu di depan tamu-tamuku nanti.""Kamu menghinaku, Mas?" "Faktanya aku gak pernah lihat kamu masak, Nara.""Gimana aku bisa masak kalau di rumah udah ada ya