Share

Melakukan 'Itu'

“Kakak pikir dia laki-laki macam apa? Jangan Kakak kira Alsya pacaran sama cowok nggak bener, dan melanggar aturan di luar sana ya, Kak.”

“Satu lagi! Kita nggak akan melakukan ‘itu’ karena Alsya cuma mau serahin kesucian Alsya ke orang yang mencintai dan Alsya cintai juga. Dan orang itu bukan kakak,” beber Alsya kemudian berjalan dengan menghentakkan kakinya ke kamar mandi.

Baru bangun tidur kepalanya sudah dibuat mendidih oleh pertanyaan tidak bermutu dari suaminya.

‘Baru sehari. Gimana kalo seminggu? Sebulan? Setahun? Nggak! Kayaknya pernikahan ini nggak akan bertahan lama,’ erang Alsya sambil mengguyur kepalanya di bawah shower.

Aiden yang melihat istrinya berlalu begitu saja, hanya dapat mengelus dada dan berusaha sabar. Akan tetapi, ada hal yang tetap ia takutkan. Karena dirinya paham bagaimana jalan pikiran sesama pria.

“Iya kalau cinta dia ke kamu memang tulus, Sya. Tapi, lain halnya kalau cinta itu berubah menjadi obsesi. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kamu,” gumam Aiden tidak kuasa melihat Alsya yang tengah dibutakan akan cinta.

*** 

Kini pasangan pengantin baru itu tengah duduk di ruang keluarga bersama kedua orang tua mereka.

“Alsya, bunda mau tanya sesuatu sama kamu,” ujar Maya.

Pandangan anak dan ibu itu bertemu. Sorot mata bundanya seolah pedang yang siap menghunus dirinya. Namun, Alsya mencoba untuk tetap santai.

“Tanya apa, Bunda?”

“Kenapa semalam kamu tidur di kamar Keyra? Bunda sudah susah payah lho, minta orang ngedekor kamar kamu secantik mungkin,” oceh Maya.

“Aiden kan tadi sudah bilang sama Bunda, kalau itu semua karena permintaan Aiden sendiri. Aiden yang ingin kami tidur di kamar Keyra. Iya kan, Sya?” Mendelikkan mata saat Alsya hanya diam dan linglung.

Aiden menjepit ujung kaki Alsya dengan kakinya yang berada di bawah meja.

“I—iya, Bunda. Kak Aiden yang minta,” jawab Alsya tersenyum lebar. Tidak tahu apa yang terjadi.

“Di mana hati nurani kamu Aiden? Alsya sudah sah menjadi istri kamu. Tapi, kenapa kamu bawa bayang-bayang Keyra? Hati Alsya pasti terluka, Nak,” keluh Liana kecewa akan sikap Aiden yang tidak dewasa.

“Apa selama ini papa tidak mengajarkan kamu cara menghargai perempuan? Papa tau kamu belum bisa merelakan Keyra begitu saja. Tapi, paling tidak pikirkan perasaan dia sebelum bertindak Aiden,” sambut Ilham tak kalah kecewanya.

Alsya menatap bingung semua orang yang ada di ruang keluarga termasuk suaminya. Hatinya pun tidak tega melihat Aiden yang kini disudutkan oleh kedua orang tuanya.

“Maaf, Tante. Eh, Mama,” panggil Alsya masih tidak terbiasa dengan panggil mereka yang sudah berubah.

“Kak Aiden juga nanya dulu sama Alsya. Kami berdua sepakat tidur di kamar itu, agar merasakan kalau kak Key ada di sekitar kami, dan melihat dengan jelas kalau Alsya dan Kak Aiden sudah menikah. Jadi, Alsya nggak papa,” elak Alsya.

“Lagi pula Alsya nggak bisa tidur di kamar itu, karena rasanya aneh banget,” lanjutnya menatap Maya dengan rasa bersalah.

“Bukan Alsya nggak mau, Bun. Alsya cuma nggak biasa aja,” jujur Alsya.

“Ya sudah. Nanti bunda buka dekorannya. Biar kamu dan Aiden bisa tidur di sana,” pungkas Maya.

Alsya mengibaskan tangan dan menggeleng kuat. “Nggak, Bun. Hari ini Alsya nggak tidur di sini. Karena Alsya sama Kak Aiden akan langsung tinggal di rumah sendiri,” tolak Alsya.

“Sya, kamu serius?” bisik Aiden.

“Syuut! Udah, tenang aja,” balas Alsya menepuk pelan lengan suaminya.

“Alsya dan Kak Aiden nggak mungkin terus sedih sampai berlarut-larut seperti ini. Kami berdua harus mencari kesibukan dan kegiatan agar pikiran kami dapat teralihkan. Jadi, lusa Alsya udah putusin untuk balik ke luar kota. Kak Aiden juga pasti sibuk. Iya, kan Kak?” tanya Alsya tersenyum manis ke arah Aiden yang jelas tidak sependapat dengan dia.

“Sya, kita belum bahas ini,” bantah Aiden terus merendahkan suaranya.

“Ya ini kan lagi dibahas. Apa bedanya dibahas sekarang dan nanti,” sahut Alsya lugas.

“Sebentar Bun, Yah. Aiden mau bicara empat mata sama Alsya,” pamit Aiden menarik tangan istrinya dan pergi ke taman belakang rumah.

“Iiih! Apa sih, Kak? Sakit tau.” Mengusap pergelangannya yang digenggam kuat oleh Aiden.

“Kamu yang kenapa! Bukannya kamu kuliah bisa daring dulu untuk sebulan ini? Kenapa kamu tergesa-gesa gini, Sya? Apa kamu nggak mikirin gimana kesepiannya orang tua kamu dan aku kalau kita pergi jauh,” urai Aiden mencoba untuk membuka jalan pikiran wanita di hadapannya.

Alsya terkekeh mendengar perkataan suaminya. “Kita? Kakak nggak salah? Bukannya Kakak masih urus pembangunan kafe baru di daerah ini?”

“Memang betul. Tapi aku nggak akan biarin kamu pergi sendirian lagi. Karena kamu istriku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status