Share

Suami Wasiat dari Kakakku
Suami Wasiat dari Kakakku
Author: Nona Sagitarius

Tawaran Menikah dengan Kakak Ipar

“Menikahlah dengan suamiku, Sya.”

Kesunyian beberapa saat begitu mendominasi ruangan steril dengan aroma obat. Suara AC yang berada di sudut ruangan itu pun terdengar jelas mengiringi. Kelopak mata Alsya melebar. Tidak menyangka kedatangannya justru menuai permintaan paling berat dari sang kakak. Keyra memintanya untuk menikahi Aiden yang berstatus sebagai kakak iparnya.

Alsya menatap Aiden yang membisu tepat di seberang ranjang pasien yang Keyra tempati. Keduanya saling bertukar pandang tanpa mengerti apa yang dirasakan satu sama lain.

“Kak Key nggak boleh ngomong gitu. Kakak pasti sembuh,” ucap Alsya tidak mengetahui penyakit yang diidap oleh kakaknya.

Hingga akhirnya Aiden menceritakan penyakit yang diidap oleh istrinya saat mereka berada di luar ruang rawat Keyra.

“Kanker otak stadium akhir, Kak?” tanya Alsya berharap telinganya salah dengar.

Aiden mengangguk pelan. “Iya, Sya. Kita semua sudah berusaha. Dan kamu lihat sendiri gimana keadaan Keyra sekarang. Yang bisa kita lakuin cuma menuruti permintaan-permintaan terakhir dia.”

“Nggak, Kak! Untuk kali ini aku nggak bisa. Ini tentang masa depanku, Kak. Tentang laki-laki yang akan jadi imamku! Aku nggak bisa nurut gitu aja. Laki-laki itu harus kucintai dan mencintaiku pula,” tolak Alsya tegas.

Hal itu sukses membuat Aiden terkejut, sekaligus merasa jika dirinya tak cukup baik untuk menjadi seorang suami. Meski saat ini hanya Keyra yang ia cinta.

“Tapi, Sya. Bukannya dulu kamu…”

“Dulu, Kak. Itu semua masa lalu,” sela Alsya langsung berlalu meninggalkan Aiden seorang diri di ujung anak tangga.

Kepalanya langsung dipenuhi oleh sosok pria yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta untuk kedua kali, setelah cinta pertamanya dipatahkan begitu saja. Air mata sudah bercucuran membasahi wajah, seiring makin cepatnya derap langkah gadis berhijab cokelat itu melewati lorong-lorong rumah sakit. Tidak pula dia pedulikan banyak pasang mata yang menatap dirinya.

Hingga akhirnya sepasang kaki kecil beralaskan sepatu kets itu berhenti di taman rumah sakit yang cukup sepi. Tak dapat Alsya bayangkan dirinya harus menoreh luka yang sama pada pria yang sangat mencintai dirinya, seperti yang dia alami dulu.

Tubuh Alsya seketika berjingkat saat ponsel dalam sling bagnya berdering. Cepat-cepat ia menyambar benda pipih seukuran telapak tangan itu, menatap nama pemanggil yang tertera. Disekanya air matanya dengan cepat. Berdeham beberapa kali, dan memastikan suaranya tidak bergetar.

“Assalamualaikum, calon makmum. Gimana? Kamu udah ketemu sama kakak kamu?” Panggilan sayang dari pria di telepon menggetarkan hati Alsya.

Mati-matian ia menahan sesak di dadanya. “Udah, kok,” jawab Alsya singkat.

“Eeum, aku mau pulang dulu. Kamu juga ada kampus kan hari ini?” tanya Alsya ingin panggilan mereka cepat diakhiri.

“Ada. Ini aku sudah siap-siap mau berangkat,” balas Cakra masih ingin berlama-lama bicara dengan kekasihnya.

“Ya udah. Hati-hati, aku tutup dulu ya teleponnya. Assalamualaikum,” pamit Alsya langsung memutuskan panggilan mereka sepihak.

“Maafin aku Cakra. Aku nggak bisa kasih tahu kamu sekarang,” lirih Alsya tertunduk dalam, dan menutupnya dengan telapak tangan.

*** 

Alsya tidak lagi memasuki ruang rawat Keyra, dan memilih untuk langsung pulang. Namun, bukannya merasa tenang. Gadis yang baru beranjak dewasa itu justru semakin mendapat tekanan dari orang tuanya ketika mereka berkumpul di ruang keluarga.

“Jadi, Ayah sama Bunda udah tau tentang perjodohan ini?” tanya Alsya. Pandangannya berubah nanar. Tertutup oleh cairan bening yang mengkristal.

“Iya, Sya. Bunda sama Ayah udah tau mengenai perjodohan kamu dan Aiden,” jujur Maya.

“Terus kenapa Bunda diem aja? Kenapa nggak ada yang kasih tau Alsya tentang ini semua?” teriak Alsya tidak terima. Dia merasa seperti gadis bodoh yang tidak tahu apa-apa.

Maya mendekati si bungsu dan hendak mendekapnya. Namun, dia justru menjauh dan menghalau ibunya.

“Jelasin semuanya sama Alsya, Bun. Alsya nggak bisa diginiin,” desak Alsya. Cairan bening yang sejak tadi ia tahan, akhirnya tumpah seiring mengalirnya cerita dari sang ibunda.

“Disamping permintaan Keyra yang ingin merahasiakan penyakit dia selama ini, bunda dan ayah juga tidak ingin menganggu konsentrasi kamu kuliah, Sya. Tapi, melihat keadaan dia yang semakin memburuk, mana mungkin ayah membiarkan adiknya terus dalam ketidaktahuan ini,” ungkap Tirta menyesal tidak memberitahu putri bungsunya sejak awal.

“Dia menyayangi kamu dan Aiden, Sya. Kakak kamu nggak bisa memastikan kalian akan baik-baik aja. Jadi, dia ingin kalian saling menjaga dan saling mencintai,” jelas Maya sembari mengusap pundak Alsya yang bergetar.

Hatinya benar-benar rapuh. Perasaannya sangat terguncang, hingga Alsya berharap semua yang terjadi hari ini hanyalah mimpi.

“Alsya nggak bisa, Bunda,” lirih Alsya.

“Jangan tergesa-gesa, Nak. Tolong, kamu pikirkan semuanya baik-baik malam ini,” bujuk Maya.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status