Share

Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss
Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss
Author: Siti Aisyah

Kejutan

"Jadi, calon suami kamu itu Rizal?" tanya Mia.

Dari nada bicaranya terdengar sinis dan merendahkan setelah aku mengangguk.

Hari ini aku baru saja kedatangan tamu. Rizal dan orang tuanya datang melamarku pada ayah ibu secara resmi. Rupanya ucapannya beberapa hari yang lalu itu tidak main-main.

Dia bilang menyukaiku dan jika aku mau menerimanya, maka dia akan menjadikan aku sebagai istri bukan pacar.

"Ternyata pepatah yang mengatakan dunia itu sempit memang benar, ya?" kata Mia lagi seraya mengambil stoples yang berisi potil ketumbar di atas meja lalu membawanya dalam pangkuan. Tidak lama kemudian terdengar suara mulutnya yang mengunyah makanan itu dengan keras.

"Memangnya kenapa?" Aku yang sedang mencuci piring bekas makan tadi menoleh.

Mia berhenti mengunyah lalu mendekatiku. "Rizal itu mantan pacarku, tetapi aku putusin dia karena dia itu adalah lelaki yang sangat pelit dan perhitungan. Mana mau aku dengan lelaki yang setiap kali makan harus bayar sendiri-sendiri. Nggak pernah ngajakin jalan-jalan ke mall, apalagi ngajak nonton layaknya pasangan kekasih pada umumnya."

Aku menelan ludah mendengar ucapan gadis yang merupakan sepupuku dan rumahnya bersebelahan denganku itu. Apa yang dia katakan memang benar, tiga bulan aku kenal dengan Rizal. lelaki itu sama sekali tidak pernah mentraktirku makan.

Aku dan Rizal bekerja di sebuah toko sepatu yang sama. Setiap hari aku selalu membawa bekal untuk makan siang, dia pun sama. Kadang kami berbagi bekal.

Seingatku, baru dua kali dia mengajakku makan, itu pun kami bayar sendiri-sendiri. Namun, aku tidak pernah mempermasalahkan itu.

"Baru pacaran aja sudah terlihat kalau pelit. Bagaimana setelah jadi suami istri nanti? Jangan-jangan nanti kamu disuruh kerja dan dia tidak mau nafkahin kamu," lanjut Mia.

Aku tersenyum. "Itu tidak mungkin terjadi. Aku rasa Rizal itu lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Dia bersikap seperti itu karena dia masih punya tanggung jawab untuk menafkahi keluarga. Lagi pula selama pacaran nggak ada kewajiban untuk ngasih uang atau traktir, kan? Beda kalau udah nikah."

Mia mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Kalau emang pelit ya pelit aja. Tetapi nggak apa-apa juga, sih, kalau kamu sudah siap untuk hidup susah setelah nikah lagi. Dari dulu, kamu, kan, memang sudah terbiasa hidup susah."

***

"Oh my God, jadi sampai sekarang kamu masih pakai motor?" tanya Mia dengan suara lantang. Aku yang berada di dalam kamar saja bisa mendengar suaranya dengan jelas.

"Iya, aku memang lebih suka naik motor," jawab Rizal.

Aku mendengar Mia tertawa menghina Rizal.

Jarak rumah kami yang begitu dekat membuat Mia bisa datang ke rumahku kapan saja. Seperti ini hari ini, cucu kesayangan nenekku itu datang saat Rizal hendak menjemputku.

Aku yang sedang bersiap di kamar hanya diam mendengar ocehan Mia. Pun dengan Rizal, lelaki itu juga tidak menanggapi ucapan mantan kekasihnya itu.

"Untung, ya, kita udah putus.Jadi, aku tidak perlu merasa kepanasan duduk di atas motor bersamamu. Calon suamiku nanti harus orang kaya, dan punya mobil mewah." Mia masih mencerocos meski tidak ada yang menanggapi.

Setelah menyematkan peniti ke kerudung yang aku pakai, gegas aku keluar dan mendapati Mia yang masih mencerocos menghina calon suamiku.

"Mau ke mana El?" Mia menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Jangan lupa bawa duit kalau pergi sama Rizal." Wanita itu tertawa sinis.

"Aku mau mengajak Elly foto prewedding sekaligus pesan baju pengantin." Rizal mewakiliki menjawab pertanyaan Mia.

Mia tertawa. "Ya Ampun, ngapain pakai foto prewedding segala? Mau buat undangan? Beli aja yang udah jadi, harganya nggak nyampai lima ribu. Terus, ngapain baju pakai pesan? Untuk kamu, beli di pasar atau toko obralan sudah cukup. Tinggal pilih ukuran S, M, atau L. Hemat, lah. Dari pada buat undangan sama baju mahal, mending buat bekal setelah nikah nanti, kan?"

Aku memutar bola mata malas. Anak budeku itu memang senang sekali merendahkanku.

Rizal berdiri dan mengibaskan kerah jaketnya. "Aku ingin Elly tampil istimewa saat acara pernikahan kami nanti. Jadi, beli bajunya harus diukur dulu, nggak bisa hanya beli di pasar."

Lagi, Mia tertawa mendengar ucapan Rizal. "Elly ini mau pakai baju apa pun tetap jelek karena dasarnya emang jelek. Ya udah, buruan sana berangkat!"

Aku menanggapi ucapannya dengan tersenyum tipis. Lalu bergegas naik ke atas motor Rizal yang sudah siap.

"Jangan lupa bawa duit, El. Takutnya nanti disuruh bayar sendiri saat makan. hahahaha." Mia berteriak saat motor sudah mulai melaju meninggalkan halaman.

***

Aku menahan tangan Rizal saat ia mengajakku memasuki sebuah butik yang sangat bagus.

"Kenapa? Ayo masuk," tanyanya dengan dahi berkerut. Lelaki yang akan menjadi suamiku sebentar lagi itu siap membuka pintu kaca itu.

"Kita beli bajunya di sini?"

Rizal tersenyum. "Iya, Kenapa? Nggak suka?"

Aku menggigit bibir bawah dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tampak dari luar, banyak sekali pakaian yang dipajang di dalam sana dan semuanya bagus-bagus.

"Em, kayaknya kita cari di tempat lain saja, Zal. Tempatnya aja bagus kayak gini. Pasti bajunya mahal-mahal, Kan? Kita beli di tempat penjahit langganan aku aja. Lebih murah." Aku meringis.

Lelaki berhidung bangir itu tertawa. "Kenapa? Kamu takut disuruh bayar sendiri? Enggak, lah, kali ini aku akan bayarin dan kamu bisa pilih mana pun yang kamu suka."

"Serius?" Aku masih tidak percaya dengan ucapannya.

Lagi-lagi dia tertawa. "Dengar, ya, kalau dulu aku tidak pernah mau bayarin saat kita makan bersama, itu karena kita tidak ada hubungan apa-apa, tetapi sekarang kamu adalah calon istriku. Jadi, kamu tidak usah khawatir aku memintamu bayar sendiri."

Rizal menepuk pundakku dengan lembut. "Maaf, pernah membuatmu illfeel dan jadi olokan Mia karena nggak mau bayarin waktu itu, tetapi aku janji, setelah kita nikah nanti aku pastikan tidak akan seperti itu lagi."

"Ya udah, yuk. Kita masuk." Rizal menarik tanganku, tetapi aku masih bergeming.

"Kenapa lagi? Takut aku nggak bisa bayar?" tanyanya lagi.

Aku nyengir.

Rizal mengambil dompet dan menunjukkan isinya yang sukses membuat mataku membulat sempurna.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
agust.n2n
salah posisi update nya mbak.... beda judul
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status