Dokter sudah memeriksa keadaan nyonya Amber yang sudah sadarkan diri setelah jam 3 pagi berlalu. Di dalam ruangan rawat itu sudah berkumpul tuan Harrison dan Melvin yang menatap cemas wajah pucat nyonya Amber.
"Mom!""Kau disini?!" Tanya nyonya Amber seraya meraih tangan Melvin yang berdiri di samping ranjang.Dokter Farhat menatap nyonya Amber lalu bergulir pada tuan Harrison yang heran, kenapa bisa istrinya pingsan padahal sebelumnya baik-baik saja?!"Apa yang terjadi padanya?""Nyonya..""Aku baik-baik saja. Tak ada yang serius!" Sela nyonya Amber membuat Melvin dan tuan Harrison saling pandang."Mom! Kau kenapa? Apa yang terjadi?""Mommy sehat-sehat saja, nak! Hanya kelelahan menyambut tamu tadi malam."Namun, dokter Farhat tampak ingin mengatakan sesuatu yang serius. Tentu saja mereka jadi tak percaya ucapan nyonya Amber barusan."Apa yang terjadi pada mommyku?""Tuan! Nyonya..""Aku baik-baik saja. Kenapa kalian begitu heboh?!" Decah nyonya Amber ingin bangkit tapi segera di tahan oleh Melvin yang sudah sangat khawatir."Mom! Apa yang kau sembunyikan dari kami?" Tanya Melvin mengintimidasi. Tuan Harrsion juga bingung karna selama ini nyonya Amber terlihat sehat dan baik-baik saja."Aku..""Nyonya sudah lama mengidap penyakit jantung dan komplikasi paru-paru."Degg ...Sontak Melvin terkejut begitu juga tuan Harrison yang tak menduga hal ini terjadi. Mereka memandang tajam nyonya Amber yang menunduk seperti merasa bersalah."Mom! Apa-apaan ini, haa?? Kau sakit parah dan tak memberitahu kami??""Melvin! Mommy tak mau kalian khawatir. Apalagi kau dan Viona saat itu akan menikah dan mommy tak mau menjadi beban, nak!" Jawab nyonya Amber sungguh membuat Melvin merasa bersalah."Mom! Pernikahanku bisa di tunda dan yang terpenting itu kesehatanmu. Aku..""Sudahlah. Mommy minta maaf karna pingsan saat malam pernikahanmu. Seharusnya kau sekarang menemani istrimu, nak!" Sesal nyonya Amber menggenggam tangan Melvin yang menggeleng."Aku sudah memberitahu Viona! Dia akan kesini menjeguk mommy.""Tidak. Kalian seharusnya menghabiskan malam pernikahan kalian. Mommy baik-baik saja dan.."Nyonya Amber tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa pusing. Ia menggenggam erat tangan Melvin yang sungguh sangat khawatir."Mom!""Aku baik-baik saja. Hanya perlu istirahat," Gumam nyonya Amber memejamkan matanya tapi tak melepas genggamannya ke tangan kekar Melvin.Tuan Harrsion diam sejenak. Ia di ajak dokter Farhat untuk bicara di ruangannya tentang kesehatan nyonya Amber yang menurutnya semakin menurun.Saat tiba di luar. Mereka berpapasan dengan Viona yang tampak terburu-buru ke ruang rawat nyonya Amber seraya menyapa ayah mertuanya yang hanya mengangguk saja.Gadis cantik bertubuh mungil dan berambut lurus hitam sampai ke pinggang itu berlari kecil dengan paper-bag coklat di genggamannya."Mom!" Panggilnya saat sudah di depan pintu ruangan rawat. Ia dorong pintu itu pelan hingga ia melihat Melvin yang duduk di kursi dekat ranjang seraya memandang sendu ke arahnya."Sayang!""Bagaimana keadaan Mommy?" Tanya Viona mendekati Melvin yang segera meraih pinggang ramping seksi Viona berdiri di dekatnya."Mommy mengidap penyakit jantung dan komplikasi paru-paru. Dia terlalu memaksakan dirinya, Sayang!"Seketika Viona merasakan kesedihan Melvin. Ia pandang lembut wajah pucat nyonya Amber yang sejatinya tak tidur sama sekali.Wanita paruh baya itu sangat geram mendengar suara lembut Viona yang hadir di telinganya."Kenapa gadis sialan ini harus datang ke sini?!" Batinnya mengumpat tapi masih dalam drama barunya.Tentu sangat berbeda dengan Viona yang memang tulus hadir dan cemas akan dirinya. Gadis cantik itu mengusap rambut Melvin lembut seraya menyodorkan paper-bag di tangannya."Bersihkan tubuhmu dulu! Aku bawa pakaian ganti!""Tapi, mommy..""Aku akan menemaninya," Pungkas Viona memberi pengertian. Alhasil Melvin menurut segera berdiri mengambil paper-bag di tangan Viona seraya melepas pelan genggaman tangan sang ibu."Aku ke kamar mandi dulu, Sayang!""Iya," Jawab Viona beralih duduk di kursi Melvin tadi. Saat pria itu sudah masuk ke kamar mandi barulah Viona beraktifitas merapikan selimut nyonya Amber."Mommy cepat sembuh, ya!" Tulus Viona menggenggam tangan nyonya Amber yang jujur sangat jijik ingin menepisnya tapi ia tahan.Viona dengan telaten membenarkan posisi tidur ibu mertuanya. Gadis belia yang suka sekali memakai pita kain di rambut panjangnya itu tak ada rencana jahat apapun bahkan hanya ada sebuah kehangatan.Setelah beberapa lama mengurus nyonya Amber, Viona berinisiatif mengupas buah yang ada di nakas. Ia seorang desainer tentu tahu apa saja rangkaian dan desain yang indah yang akan ia ukir pada buah apel di tangannya.Ia tak sadar jika Melvin sudah keluar dari kamar mandi dibaluti kaos lengan pendek dan celana Jogger santai yang melekat gagah di tubuh kekarnya.Rambut basah itu ia usap dengan handuk seraya menutup pintu kamar mandi lalu memandang Viona yang asik mengukir buah apel yang ia bentuk seperti mawar.Tatapan fokus imut Viona membuat Melvin jatuh cinta. Ia mendekati gadis ini dan segera duduk di pinggir ranjang."Istriku sedang apa?""Husst!!" Desis Viona meletakan telunjuk di tengah bibirnya pertanda harus pelankan suara."Mommy sedang istirahat. Jangan di ganggu!""Baiklah," lirih Melvin segera menarik Viona yang masih membawa pisau dan keranjang buahnya ke sofa di sudut ruangan.Viona duduk di samping Melvin yang mengambil keranjang buah dan pisau di tangan mungil Viona lalu ia letakan di atas meja sofa di depan.Viona diam masih bingung membiarkan Melvin duduk di lantai tepat di sela kedua kakinya lalu memberikan handuk tadi ke tangan gadis itu."Keringkan rambutku!"Seketika Viona bersemu. Dengan malu ia mengusap kepala Melvin yang menaikan kedua kaki Viona ke atas pahanya.Apalagi, Viona hanya memakai dress selutut hingga Melvin bebas mengusap lembut betis mulus dan lembut sang istri."Maaf, ya?""Untuk apa?" Tanya Viona seraya mengusap rambut Melvin yang wangi. Hawa orang kaya memang sangat melekat di tubuh seorang Melvin."Aku tadi meninggalkan-mu sendirian disana.""Tak masalah. Lagi pula itu keadaan darurat, mommy harus cepat di tangani," Jawab bijak Viona mengerti.Seketika Melvin menarik halus kedua tangan Viona untuk turun ke bahunya. Kepala gadis itu membungkuk dengan mata menyipit tak mengerti akan tatapan Melvin padanya."Apa?""Tundukan kepalamu lagi!" Pinta Melvin dan Viona menurut. Dalam sekejap mata Melvin mengecup bibir mungil merah berisi Viona yang sontak langsung meneggakkan tubuhnya."Kauu.." Syok Viona memegangi area bibir yang tadi di kecup nakal Melvin.Semrawut merah di kedua pipinya tak bisa dielakkan karna Melvin tahu itu ciuman pertama untuk Viona."Itu milikku! Sudah ku ambil!""Ehmm.. jangan aneh-aneh," Gerutu Viona memukul kecil bahu Melvin yang berbalik menghadapnya.Ia belit pinggang seksi Viona yang canggung karna takut jika seseorang melihat keintiman ini."Kau.. kau jangan aneh-aneh!""Apanya?! Aku hanya seperti ini saja. Mommy juga tidur," Jawab santai Melvin segera membaringkan kepalanya ke paha Viona yang tersigap."Elus kepalaku!""Kau ini manja sekali," Rutuk Viona tapi ia tetap melakukannya dengan sepenuh hati. Ia benar-benar membuat Melvin nyaman hingga tertidur di pangkuannya.Hal itu bisa di sadari oleh nyonya Amber yang nyatanya mendengar semua perbincangan mesra Viona dan Melvin.Sungguh, kedua tangannya mengepal ingin sekali melenyapkan gadis tak tahu diri itu."Lihat saja! Ini baru permulaan. Tak akan-ku biarkan kau melahirkan penerus Harrison apalagi mengandungnya," Batin nyonya Amber sudah menyusun rencana sejak lama.Tangan Viona gemetar memeggang test pack yang menampilkan dua garis merah. Viona bukanlah orang awam sampai tak tahu maksud dari tampilan benda itu sampai matanya mulai berkaca-kaca. "Kau sudah selesai?" Suara dokter Niko di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Bibir Viona bergetar hingga isak tangisnya luruh di depan kaca wastafel. Dokter Niko yang mendengar itu dari luar bergegas membuka pintu. "Viona!" Menghampiri wanita itu. Kedua tangannya memeggang bahu Viona yang bergetar sampai pupil matanya melihat dua garis test pack di tangan Viona. "A..aku..aku hamil.." Lirih Viona bergetar menatap dengan air mata wajah tenang dokter Niko. Sakit saat mendengar kabar jika wanita yang ia cintai hamil anak orang lain. Tetapi, di samping itu dokter Niko bahagia. "Yah. Kau hamil. Lalu, kenapa menangis, hm?" Mengusap pipi cubby menggemaskan Viona yang menggeleng tak tahu harus bagaimana. Antara senang dan s
Viona sudah di bawa ke apartemen miliknya oleh dokter Niko. Sesampainya di sana Viona berbaring sedangkan kopernya sudah dibawa ke walkcloset oleh dokter Niko yang menata pakaian Viona di lemari karena wanita itu sedang istirahat. "Apa kepalamu masih pusing?" Tanya dokter Niko dari ruang ganti. Viona tak menjawab. Dokter Niko buru-buru menyelesaikan pekerjaannya lalu keluar. Tapi, Viona tak ada di atas ranjang dan suara muntah seseorang di kamar mandi menyita perhatian dokter Niko. "Viona!" "Hoeekmm!!" Muntah di wastafel dengan keadaan lemah.Dokter Niko segera menopang bahu Viona yang ingin tumbang hingga tubuh wanita itu bersandar padanya. Wajah Viona pucat dengan perut bergejolak dan kembali memuntahkan isi perutnya walau hanya lendir putih yang keluar. "Hoeekmm..p..pergilah. A..aku muntah," Lirih Viona berusaha mendorong bahu kokoh dokter Niko yang tak bergerak sama sekali. Tak ada rasa jijik atau muak karena perasaan cemas lebih mendominasi. "Keluarkan saja. Aku akan memij
Sudah satu minggu lamanya Melvin mendampingi nyonya Amber di kediaman Harrison. Wanita paruh baya itu tak bisa keluar dari kamarnya dan hanya berbaring di atas ranjang dengan selang infus melekat. "Mom! Apa sudah baikan?" Tanya Melvin duduk di samping ranjang seraya menyuapi nyonya Amber bubur. "Kau pasti sangat repot ya, nak?" Mulai berkaca-kaca dengan wajah pucat dibuat-buat. "Mom! Bukan seperti itu. Aku ingin mommy sehat seperti semula," Ucap Melvin menggenggam tangan nyonya Amber penuh kasih sayang. Yah, Melvin memang sangat dekat dengan nyonya Amber di banding dengan adiknya yang sampai sekarang tak pernah memberi kabar apapun. "Seandainya Vero sama sepertimu, mommy pasti akan sangat bahagia." "Vero masih kuliah di luar negeri. Dia akan pulang sebentar lagi, mom! Jangan khawatir," Jelas Melvin mengusap lembut punggung tangan wanita itu. Nyonya Amber mengangguk. Sebenarnya ia jiga berharap seperti itu tapi Vero tak pernah mau pulang sama sekali. "Mom! Istirahatlah. Aku akan
Cahaya mentari di atas sana dengan lantang mengusik sepasang manusia yang masih asik berpelukan. Viona membuka matanya perlahan terbuka dan mengernyit karena tubuhnya terasa lumayan pegal.Namun, Viona terkejut saat dada bidang dokter Niko langsung terpampang jelas di wajahnya. Benar-benar seksi dan kekar sampai wajah Viona memerah namun ia dengan cepat sadar menarik diri dari dekapan dokter Niko yang terusik akan pergerakan Viona. "Kau sudah bangun?" Serak khas bangun tidur dokter Niko mengusap wajahnya. Viona sedikit menjauh. Tampilan dokter Niko terlihat lebih tampan dengan rambut acak-acakan dan kacamata masih bertengger rapi. "Maaf. Semalam kau demam dan kedinginan. Aku tak bermaksud untuk.." "Aku tahu. Terimakasih," Sela Viona percaya pada dokter Niko karena sekarang ia memakai kemeja pantai pria itu jadi tak ada yang terbuka atau berantakan. Dokter Niko duduk. Ia lega Viona tak berburuk sangka padanya. "Jik
Langit sudah berubah gelap tak berujung. Taburan bintang dan rembulan abu di atas sana bersinar dan cukup memberi penerangan bagi sepasang manusia yang sedang menikmati santapan seafood di panggang di atas bara api unggun. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan team penyelamat sampai keduanya pasrah dan fokus mengisi perut. "Hati-hati. Masih panas," Ucap dokter Niko meniup-niup udang yang di tusuk dengan ranting kecil sudah matang lalu memberikannya pada Viona. "Kau juga makan. Jangan asik meniupkan makananku saja!" "Iya," Jawab dokter Niko mengambil kerang yang sudah matang dengan dedaunan basah sebagai alasnya. Dokter Niko makan tapi matanya menatap dalam dan hangat Viona yang sedang menikmati udang bakarnya. Vions makan dengan lahap walau bisa di katakan semua rasa yang ada memang begitu alami dan segar. "Kau seperti orang yang tak makan satu bulan," Kelakar dokter Niko seraya mengunyah daging kerangnya. Viona malu tapi ia tak bisa menghentikan mulutnya untuk mengu
Langit sudah mau berubah gelap. Bayang-bayang mentari akan terbenam di ufuk barat terlihat sangat indah di pandang. Nuansa jingga pekat yang sebentar lagi akan menghitam membentang di seluruh langit pulau. Sudah lama Viona dan Niko menunggu dengan duduk di tengah-tengah tulisan yang mereka buat tadi. Wajah keduanya terlihat lelah bahkan Viona bersandar ke bahu dokter Niko yang dengan senang hati membiarkan hal itu. "Ini sudah lama. Kenapa tak ada satu-pun orang mencari kita?" Gumam Viona memandangi mentari terbenam yang mengobati rasa bosannya. "Mungkin pulau ini memang terpencil. Mereka kesusahan mencari kita." Grrr.. Suara perut Viona berbunyi hingga membuat wajah cantiknya bersemu malu. Dokter Niko tersenyum gemas kala Viona menunduk seraya memeggangi perutnya yang sudah membuat kegaduhan. "Lapar?" "I..iya," Gumam Viona mengangguk malu-malu. Dokter Niko mengusap lembut kepala Viona lalu mengedarkan pandangan ke area laut dan pesisir pulau. "Tunggu disini. Aku akan coba men