Masih terekam dengan jelas saat Bunda Lita memberi nasihat yang mengatakan, jika ingin hubungan pernikahan selalu harmonis meski diterpa masalah berat sekalipun, maka haruslah menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan.Dan kini Gea mengerti betapa pentingnya sebuah kejujuran. Tidak lain agar kesalah pahaman tak akan menjadi boomerang bagi kehidupan pernikahan mereka. Sekali lagi Gea dibuat bersyukur. Bayangan perang dingin yang mungkin terjadi ketika Nata mengetahui semuanya, nyatanya tak pernah terjadi. Justru pria itu memberikan tangannya dengan suka rela demi bisa mengeluarkan Gea dari lubang keputus asaan.Sudah kah dia mengatakan, bahwa dia beruntung menikah dengan seorang Adinata Baskara?Mungkin jika suaminya bukan pria itu dapat dipastikan Gea akan dihakimi secara sepihak atau yang lebih parah dituntut dengan segala tuduhan tak mengenakan hati.Tukk!"Aawww!" Gea berjengit kaget saat rasa panas diiringi sakit menerpa bagian keningnya yang terekspos.Bibirnya mengerucut seb
Karena kelelahan Nata terpaksa melewati kegiatan sarapan bersama dan memilih melanjutkan tidurnya usai melaksanakan sholat subuh.Sementara pagi-pagi sekali Ayah Basakara, Bunda Lita beserta Dion sudah berangkat menuju lokasi peternakan ikan lele milik sang Ayah mertua. Kecintaan pria paruh baya itu pada salah satu jenis ikan air tawar dengan ciri khas berkumis, membuat Ayah Baskara memutuskan untuk memeliharanya dalam skala besar.Setiap masa panen tiba, puluhan bahkan ratusan ton ikan lele akan dikontribusikan ke rumah-rumah makan bahkan restoran. Yang nantinya uang hasil penjualan akan diberikan pada orang-orang yang bertugas menjaga empang tersebut.Tidak ada sepeserpun uang yang diambil Ayah Baskara dari keuntungan penjualan ikan, karena sejak awal dia mencetuskan ide membuat empang ya hanya untuk dikonsumsi sendiri. Jika ada lebih dan dijual, maka itu menjadi urusan dan hak para pekerja.Kalau kata Gea. Apalah arti uang recehan hasil penjualan ikan dibandingkan nominal kartu kre
Tanpa terasa waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini perusahaan sedang sibuk-sibuknya mengingat pembangunan kantor cabang baru sudah berlangsung sejak 3 bulan lalu. Belum lagi dengan proyek-proyek lain yang bekerja sama dengan BASKARA GROUP, membuat Nata yang pada dasarnya sudah sibuk menjadi semakin sibuk.Pekerjaan yang semakin menggunung tak ayal berimbas pada jam kerjanya yang juga turut bertambah. Entah kapan terakhir kali dia pulang tepat waktu, rasanya Nata sudah lupa. Mengingat dirinya yang selalu dipaksa untuk lembur.Hal itu bukan hanya dialami oleh Nata seorang, tapi juga sekretaris sekaligus istrinya.Meski jam kerja Gea masih terbilang cukup normal, namun tetap saja wanita itu merasa sangat kelelahan karena pekerjaannya yang membludak.Dan sekarang, entah sudah keberapa kalinya dalam beberapa minggu terakhir, Gea harus mengisi meja makan seorang diri tanpa di dampingi sang suami.Kesibukan pria itu membuatnya jarang ada di rumah saat jam makan malam tiba dan baru akan pu
Gea menatap sendu orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya. Matanya kian meredup seiring dengan langkah kaki yang membawanya masuk ke dalam Bandara yang sangat padat.Akhirnya masa itu telah tiba. Masa dimana jarak akan memisahkan dia dengan sang suami, membentang jauh sampai ke bagian Indonesia yang lain.Sejak semalam Gea sudah merasa sangat gelisah. Dirinya bahkan tak bisa memejamkan mata meski hanya untuk sesaat, membuat Nata akhirnya turun tangan untuk membantu wanita itu agar segera terlelap karena malam semakin larut.Bukan perkara lebay atau semacamnya. Pasalnya seumur-umur selama mereka menikah, Gea tidak pernah ditinggal Nata pergi keluar kota dalam kurun waktu berminggu-minggu. Paling cuma sehari, itu pun malamnya Nata sudah berada di rumah. Jadi bisa dikatakan ini adalah kali pertamanya."Jangan genit-genit, jangan ganjen. Awas kalau berani macem-macem di sana," pesan Gea dengan nada penuh peringatan sesaat sebelum melepas kepergian sang suami.Nata bergumam pelan. Dir
"Gila!" Komentar itu keluar begitu saja dari mulut Gea ketika dia sedang menyelesaikan pekerjaan Nata yang tertunda. Dikarenakan pria itu yang masih berada di Sumatra, jadilah Gea yang mengambil alih sementara tugas Nata sampai pria itu kembali.Pikirnya menjadi seorang Direktur Utama semudah kelihatannya. Hanya duduk, tanda tangan dan pergi sana sini untuk menghadiri meeting.Namun sial. Ekspetasi yang ada di dalam kepala Gea rupanya tak seindah realita. Dia seperti merasa tertipu selama ini karena menganggap pekerjaan Nata terlalu mudah. Ingin sekali Gea membenturkan kepalanya ke tembok yang mendadak diserang migren hebat. Tiap barisan kata yang tersusun apik yang dikemas dalam bentuk berkas, tak ubahnya seperti rentetan rumus kimia yang membuat Gea seketika mengalami hipertensi dadakan. Alias bikin emosi.Gea seketika bergidik ngeri menyadari kalau suaminya ternyata satu dari sekian banyak orang yang gila kerja. Menyerah. Gea menyandarkan kepalanya ke punggung sofa demi untuk
Nata sedang memeriksa beberapa email yang masuk di laptopnya saat indra pendengarnya tiba-tiba mendengar suara erangan yang berasal dari brankar rumah sakit. Tanpa melirik pun dia sudah tahu siapa pemilik suara tersebut.Dengan langkahnya yang lebar, Nata bergerak menghampiri Gea yang tengah bergerak-gerak dalam tidurnya. Perlahan kedua mata wanita itu terbuka bertepatan dengan Nata yang berhasil mendudukkan diri di ranjang tempat Gea berbaring saat ini."Kenapa?" tanya Nata lembut. Jemarinya terangkat ke depan untuk merapihkan rambut sang istri yang tampak berantakan.Gea mengerucutkan bibirnya, "Pengen pulang," rengeknya seraya menunjukan ekspresi bosan yang tak dibuat-buat.Bagaimana tidak. Sudah seminggu dirinya di kurung di dalam ruangan serba putih itu tanpa bisa melakukan apapun dan hanya berbaring sepanjang hari. Padahal kondisi tubuhnya sudah bisa dikatakan baik. Tapi suami dan mertuanya malah bertindak berlebihan dengan memperpanjang masa rawat inapnya."Iya, nanti pulang,
Gea menghirup udara pagi dengan perasaan teramat bahagia. Setelah berhari-hari hanya terkurung dalam ruangan serba putih, kini dia bisa menikmati sinar mentari secara langsung. Menembus pori-pori kulit yang kemudian memberi efek hangat yang entah sejak kapan terasa menyenangkan.Tidak ada lagi selang infus yang membelit tangan kirinya, juga bubur rasa hambar seperti perasaan mantan yang mampir di indra pengecapnya. "Udah siap?" Gea melirik ke samping dimana sang suami tampak mempesona dengan setelan khas bos-bos pengusaha.Ditambah tatanan rambutnya yang tak segondrong kemarin karena sudah dipotong, semakin menambah kharisma pria itu di mata Gea."Biasa aja ngeliatinnya," ucap Nata tanpa menoleh sedikit pun karena fokusnya saat ini pada jam tangan yang sedang dia pasang."Idih... Ge-er. Siapa juga yang ngeliatin kamu, Mas," sangkal Gea sembari mendengus pelan.Setelah rapi, keduanya pun berjalan beriringan menuju mobil yang siap mengantar mereka menuju kantor.Mulai hari ini, Gea su
Dion memijit keningnya yang berdenyut nyeri sambil sesekali meringis saat kakak iparnya yang kelewat cantik namun cerewet itu terus saja mengomel di dalam ruangannya dengan suara yang naudzubillah merdu sekali.Kegiatan merecoki tersebut sudah Gea lakukan sebelum jam makan siang tiba. Saking tak maunya berpindah alam ke ruangan Nata, Dion sampai terpaksa memesan makanan dari luar karena Gea tak mengizinkan dia beranjak barang sedikit pun.Padahal kan dia sudah berencana akan makan di kantin karena ngiler makan soto ayam buatan Ibu Yeni yang terkenal paling digemari karyawan kantor, tapi Gea justru mengacaukan semuanya."Yon, kamu dengerin Mbak ngomong gak sih?!" Dion gelagapan. Secepat kilat dia mengangguk-anggukan kepalanya persis seperti boneka annabelle. Loh?"Iya, Mbak. Gue dengerin kok," Gea mendengus keras. Tubuhnya dia hempaskan ke atas sofa dengan gaya paling bar-bar, membuat Dion yang melihatnya harus sering-sering mengelus dada.Bener-bener ketempelan nih bini Mamas gue.D