Share

Suamiku Billionaire
Suamiku Billionaire
Penulis: Ummu Nadin

SB - Part 001

"H-harry? Ternyata kamu begini di belakangku!"

Dada Eleanor Wilson naik turun menahan amarah. Tangannya mengepal erat. Tak percaya dengan penglihatannya sendiri, tapi semuanya nyata. Kekasih yang selama ini bersikap begitu manis padanya, ternyata tak lebih dari pria berengsek.

Eleanor melangkah mendekat dengan geram. Di depan sana, Harry Walker---kekasihnya sedang merengkuh bahu seorang gadis cantik. Tak cukup demikian, pria itu melanjutkannya dengan mendaratkan kecupan kecil di kening gadis tersebut.

"Sayang, aku udah nungguin kamu dari tadi. Akhirnya kamu sampai juga." Suara bariton Harry Walker menggelitik gendang telinga Eleanor Wilson. Memangnya boleh sebucin itu?

Tertegun melihat perselingkuhan kekasihnya, Eleanor sampai lupa kalau dia sedang terburu-buru dengan penerbangan menuju San Francisco. Pemandangan di depannya telah membuatnya perasaannya campur aduk sampai sedemikian rupa.

Saat ini, Eleanor Wilson berada di Heathrow Airport. Bersama dengan tim dari kantor tempatnya bekerja, mereka akan melakukan perjalanan bisnis ke San Francisco. Tak disangka, dalam situasi seperti ini, Eleanor harus melihat Harry Walker berselingkuh.

"Jadi, ini kekasih barumu?" Eleanor tak bisa menahan diri.

Wanita mana yang rela diperlakukan seperti orang bodoh?

Harry terkejut ketika mendengar suara Eleanor. Tanpa sadar, pria itu menoleh ke sumber suara.

"Elle, kamu jangan salah paham. Dia----"

"Dia, dia selingkuhanmu, kan?" potong Eleanor geram.

Di tengah begitu banyak pasang mata orang yang berlalu-lalang di bandara, Harry Walker berdiri membeku tanpa tahu harus berbuat apa. Eleanor sudah memergokinya berselingkuh.

"Ah, Elle. Kamu ... salah paham, ini adiknya Bosku." Harry Walker akhirnya menemukan kalimat untuk menjelaskan.

"Oh, jadi adiknya Bos, enak banget ya adiknya Bos, tapi bisa dipeluk-peluk," sindir Eleanor. Sontak, Harry Walker melepaskan pelukan.

"Aku disuruh jemput, karena Bos sangat sibuk hari ini. Kamu jangan salah paham!" cicitnya tak yakin.

Eleanor tertawa miris. Sudah kepergok, bisa-bisanya masih berusaha untuk menghindar. Harry Walker benar-benar sangat berengsek. Lagipula, kenapa gadis yang disampingnya itu hanya diam saja sambil tersenyum mengejek? Apa dia sengaja merebut Harry Walker?

Melihat tampang gadis yang tak tahu siapa namanya itu, Eleanor benar-benar ingin merobek wajahnya hingga jadi berkeping-keping.

"Elle, kamu kemana saja? Teman-teman sudah menunggu, malah bengong di sini! Kita hampir ketinggalan pesawat!" seru Fiona keras menyadarkan Eleanor kalau dia sedang tergesa.

"Okay, ayo kita pergi!" sahut Eleanor setelah membuang napas gusar.

Tak ada gunanya memperpanjang masalah. Harry Walker sudah berkhianat. Tak ada gunanya dia mempertahankan pria berengsek seperti itu.

Kalau ingin pergi, pergi saja yang jauh! Jangan berharap bisa kembali!

"Tunggu! Elle! Elle, aku bisa jelasin!" seru Harry Walker tidak terima, ditinggal begitu saja.

Fiona urung melangkah ketika mendengar suara Harry Walker. Otak kecilnya berusaha memahami sesuatu. Eleanor terlihat marah. Di belakang Harry ada seorang gadis yang berdiri acuh tak acuh dengan sudut bibir menyeringai puas.

"Jangan bilang kamu berselingkuh di belakang Elle?" cecar Fiona tak sabar. Harry tak tahu harus berkata apa.

Orang-orang yang semula berlalu-lalang, sekarang mulai berkerumun di sekitar mereka, seakan menunggu adegan menarik.

"Fiona, kamu jangan ikut campur!" Harry Walker mendengus tak suka.

"Fiona, ayo pergi!"

Eleanor tak ingin memberi ruang pertengkaran antara Fiona dan Harry Walker yang sejak dulu tidak akur. Fiona tak pernah setuju dengan hubungan Eleanor dan Harry Walker selama ini. Jika melihat Harry berkhianat, Fiona pasti akan menyalahkan Eleanor.

"Jadi ini selingkuhan kamu?" Mengabaikan ajakan Eleanor, Fiona tak akan membiarkan Harry semena-mena pada sahabatnya. Gadis tomboy itu berkacak pinggang di hadapan Harry dengan wajah dingin.

"Fiona, ayo kita pergi! Jangan sampai ketinggalan pesawat karena sesuatu yang nggak penting!" Sekali lagi, Eleanor mengingatkan, tapi Fiona tak memedulikannya.

Eleanor menarik tangan Fiona paksa. Dia tak ingin membuat keadaan semakin tak terkendali. Di depan sekian banyak pasang mata, Eleanor memutuskan untuk segera pergi dari sana. Namun, Harry Walker berusaha menghalangi Eleanor.

"Elle!" seru Harry.

"Kita putus!" Eleanor berkata kejam. Disaksikan oleh begitu banyak pasang mata, dia memutuskan hubungan mereka.

Harry Walker tidak terima, dia mencoba mengejar, tapi Fiona menjegal kaki pria itu hingga jatuh berguling. Lalu, pria itu bangkit dan tertawa keras seperti orang bodoh.

"Putus? Bagus lah, lagian aku juga udah bosan sama kamu. Lihatlah wanita ini, Nona Eleanor Wilson!" Harry Walker berteriak menunjuk gadis cantik yang tadi dipeluknya.

"Dia lebih cantik dari kamu, bukan? Ha-ha-ha...."

Tak memedulikan Harry yang menggila, Eleanor dan Fiona berlalu pergi dari sana. Memang tak ada gunanya berbicara dengan orang yang tidak punya harga diri. Harry Walker adalah salah satu pria toxic. Eleanor menyesal sudah mengenalnya.

****

"Ada apa di sebelah sana? Kenapa mereka berkerumun?" Seorang pria melirik kerumunan sekilas ketika melewati orang-orang yang sedang menonton perselingkuhan pasangan kekasih. Bukan peduli, pria itu hanya rasa penasaran.

Kejadian penting apa yang membuat orang berkerumun seperti itu?

"Sepertinya, ada syuting serial drama televisi, Tuan Aaron Fletcher," sahut asisten pribadinya. Dia juga hanya asal menjawab, karena tahu tuannya tidak terlalu peduli.

Aaron Fletcher, CEO perusahaan properti hanya mendengus acuh tak acuh. Hidupnya sudah terlalu sibuk, tak sempat memedulikan hal remeh seperti itu sama sekali.

Sekilas dia hanya melihat seorang gadis menyeret gadis lain menjauh dari kerumunan.

"Industri hiburan negara kita memang sangat maju, ada begitu banyak wajah baru yang pandai berakting," dengusnya. Dua gadis itu bukan wajah yang kerap malang melintang di layar kaca.

"Iya, mereka sangat cantik. Pasti film-nya akan booming, Tuan." Asisten pribadinya hanya ikut mengomentari sepanjang jalan. Tumben, tuannya banyak bicara hari ini. Mungkin karena keuntungan yang didapatkan dari perjalanan bisnis kali ini sangat besar, hingga Aaron Fletcher yang biasanya tak banyak bicara, jadi lebih banyak bicara sekarang.

Ponsel yang ada di tangan sang Asisten berdering.

"Apa Aaron sudah sampai?" Begitu Edger---sang Asisten pribadi menggeser tombol hijau, suara Nyonya besar sudah menyapa indra dengar.

"Tuan Aaron Fletcher sudah sampai Airport, kami dalam perjalanan pulang, Nyonya," sahut Edger sopan.

"Segera pulang, aku sudah menyerah menghadapi Floretta Dia tidak bisa tidur tiap malam sejak Aaron pergi." Terdengar keluhan dari sana. Setelah memastikan akan segera pulang, Edger menutup panggilan.

Baru pulang dari Washington DC karena perjalanan bisnis, sudah harus diteror oleh orang tuanya karena kehebohan yang diciptakan Floretta sejak beberapa hari terakhir.

Pria yang dipanggil dengan Aaron Fletcher itu meneruskan langkah menuju pintu keluar bandara. Wajah datarnya, seakan tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

"Apa yang terjadi di rumah? Kenapa semua orang begitu panik?" dengus Aaron sedikit kesal. Samar-samar, dia mendengar suara sang Ibu menyuruhnya segera sampai rumah.

"Nona Floretta tidak bisa tidur saat malam selama Anda pergi, Tuan. Nyonya Besar kewalahan menghadapi Nona Floretta." Edger menjawab sambil menundukkan kepala.

"Ada begitu banyak orang, tapi tak bisa mengurus seorang anak berumur tujuh tahun!" lanjutnya sedikit emosi.

Saat ini, dia harus segera sampai rumah. Keponakan tercintanya sudah menunggu.

"Nona Floretta sangat rewel sejak Anda pergi. Tiap malam terus menangis. Nyonya beberapa kali mengeluhkan ini, Tuan Aaron Fletcher."

"Apakah baby sitter tidak bisa membujuknya?" dengkus Aaron sebal.

"Tidak, Tuan. Baby sitter-nya kemarin sudah tidak bekerja lagi, karena tidak sanggup menghadapi Nona Floretta."

Kecelakaan yang terjadi dua bulan yang lalu yang menewaskan Arthur Fletcher dan istrinya telah membuat keponakan semata wayangnya yang masih berusia tujuh tahun terus saja menangis.

Semua keluarga sudah berusaha keras untuk membuat Floretta merasa nyaman, melupakan trauma. Namun, belum ada satu orang pun yang berhasil.

Gadis kecil itu hanya lengket dengan Aaron. Sayangnya, dia sangat sibuk dengan urusan bisnis, tidak bisa full mendampingi Floretta tiap hari.

"Kita langsung pulang!" titahnya kemudian.

Aaron Fletcher tak sabar untuk segera sampai rumah dan bertemu dengan Floretta. Gadis kecilnya yang malang. Di usia sekecil itu harus kehilangan ayah dan ibu sekaligus, tentu saja kesedihannya sangat dalam. CEO tampan itu bergegas masuk mobil, mengabaikan rasa lelah setelah perjalanan bisnis dari luar negeri.

Begitu mobil mewah milik Aaron Fletcher sampai di pelataran kediaman, pria itu bergegas masuk. Hanya memedulikan satu hal saja, keponakannya yang saat ini sedang dilanda kesedihan.

"Paman, Anda sudah pulang?" Floretta berlari menuruni tangga dengan langkah kaki kecilnya. Melihat Aaron datang, senyuman yang selama beberapa hari ini hilang kini kembali bersinar.

"Apa kamu merindukan Paman?" tanya Aaron yang sudah membawa Floretta dalam gendongannya.

"Aku tidak bisa tidur, Paman," keluh Floretta sambil menenggelamkan kepala kecilnya dalam pelukan Aaron Fletcher.

"Kalau begitu, mari kita bermain!" Aaron membawa Floretta ke kamarnya. Beberapa hari tidak bisa tidur akan sangat membahayakan kesehatan gadis kecilnya tersebut. Dia harus menunggui Floretta tidur, tak peduli rasa lelah yang bertumpuk.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kiya 2008
kasian nona kecil...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status