Share

SB - Part 002

Eleanor Wilson beberapa kali menekan bel apartemen Harry Walker dengan geram. Beberapa hari ini, ada pria yang selalu datang ke rumahnya menagih hutang. Pria itu memberi ancaman kalau Eleanor tidak membayar tagihan bulanan, mereka akan mengambil alih rumahnya.

Enam bulan yang lalu, Harry meminjam banyak uang pada pria yang menurut pengakuannya adalah teman lamanya. Sialnya, Harry menjadikan sertifikat rumah milik Eleanor untuk dijadikan jaminan hutang.

"Harry Walker, buka pintunya!" seru Eleanor tak sabar. Sudah lebih dari lima belas menit menunggu seperti orang bodoh, tapi pria itu masih tidak mau membuka pintu.

Jika tidak terpaksa, Eleanor tidak akan menginjakkan kakinya di apartemen pria berengsek ini lagi. Keadaannya sekarang akan sangat sulit. Gajinya hanya 3.800 dollar, dia masih harus mengirimi uang untuk dua adiknya yang masih kuliah di kota lain. Jika dipaksa untuk membayar hutang tiap bulan dengan nominal sebesar 1.800 dollar tiap bulan, dia tentu saja tidak sanggup.

Mau tidak mau, Eleanor harus berurusan dengan Harry Walker hari ini. Meski dia sangat benci.

Tiba-tiba pintu terbuka, wajah Harry menyembul dari balik pintu.

"Ada apa?" tanya Harry datar begitu melihat Eleanor.

Semenjak kejadian di bandara, keduanya tak saling menghubungi satu sama lain. Harry Walker sudah menetapkan pilihan untuk bersama dengan selingkuhannya yang merupakan adik dari Bosnya tempat dia bekerja.

Eleanor juga tidak sudi untuk mempertahankan hubungan dengan pria toxic seperti Harry.

Sialnya, kali ini dia harus datang karena masih ada urusan yang belum selesai antara Eleanor dengan Harry.

Tak menjawab pertanyaan pria berengsek tersebut, Eleanor menyerahkan surat tagihan hutang yang diberikan oleh pria yang beberapa hari ini menerornya.

"Kamu lupa dengan kewajibanmu?!" tukas Eleanor kesal.

Harry Walker membaca surat itu acuh tak acuh. Dengan wajah menyebalkan, dia melempar kembali surat itu pada Eleanor.

"Kita sudah putus, apakah aku yang harus membayar hutang-hutangmu?" ucap Harry sambil menatap Eleanor meremehkan. Eleanor tertegun mendengarnya. Apa pria ini menderita alzheimer?

"Ini hutangmu. Apa kamu lupa?" Eleanor kaget melihat reaksi Harry yang berusaha mangkir dari tanggung jawab.

Harry menyeringai, "apa kamu tidak bisa membacanya? Bukankah tagihan itu atas namamu?"

"Kamu mau lari dari tanggung jawab setelah membawa uangnya?" Harry sama sekali tidak menyangka, pria yang selama ini dianggapnya paling baik sedunia ternyata setoxic ini.

"Tunjukkan buktinya padaku, Elle! Jika tidak bisa menunjukkan bukti, aku bisa menuntutmu melakukan pencemaran nama baik!" sahut Harry menyeringai.

"Shit!" Sepasang netra Eleanor melotot saking kesalnya.

Harry tertawa keras, "sebaiknya Anda segera pergi dari rumah saya, Nona Eleanor Wilson. Kekasih saya akan segera datang. Jangan sampai dia berpikir macam-macam tentang kita!"

"Begitu? Bahkan uang yang kamu pinjam ini untuk membeli apartemen sialan ini, kamu meminjam memakai namaku dengan jaminan rumahku!" Baru kali ini Eleanor merasa menjadi orang bodoh sedunia.

"Nona Eleanor Wilson, saya ingatkan sekali lagi. Jika Anda tidak mempunyai bukti, sebaiknya jangan menyebarkan berita bohong ini. Atau saya akan menuntut Anda!" Harry sama sekali tidak mempunyai rasa bersalah.

Ini adalah definisi pria tidak tahu diri dan tidak tahu berterimakasih.

Sial!

Tak ada gunanya berdebat dengan Harry Walker. Dia sudah tidak ada niat baik, Eleanor tak bisa berbuat apa-apa. Selama ini dia terlalu bodoh. Selalu memberi kelonggaran apa yang diinginkan pria itu tanpa rasa curiga sedikitpun.

Eleanor mendengus. Ternyata, pria seperti ini yang telah dipacarinya selama dua tahun ini. Dia baru tahu watak asli Harry yang sebenarnya tidak lebih dari seorang pecundang.

Eleanor Wilson pergi dari sana dengan kepala berdenyut. Kemana dia akan mendapatkan uang $1.800 untuk cicilan tiap bulan.

****

"Kalian udah denger berita tentang Eleanor Wilson yang dicampakkan kekasihnya?" Bisik-bisik di kantor tempat kerja Eleanor makin santer terdengar.

Kejadian perselingkuhan Harry Walker disaksikan beberapa rekan kerja di kantornya. Di kantor, Eleanor cukup populer. Dia dianggap mempunyai kecantikan paling sempurna dibanding yang lainnya. Ternyata bisa juga seroang gadis tercantik diselingkuhi kekasihnya. Tentu saja ini menjadi gosip paling hangat di kantor.

"Eh, apa, iya? Gimana-gimana, aku ketinggalan berita!"

"Ya, gitu. Dia dicampakkan Mr. Harry Walker di Airport. Ish, kasihan banget sih. Apa gunanya wajah cantik seperti bidadari, kalau ternyata tetap saja dicampakkan!" sahut pembawa berita.

"Nah bener, mendingan aku yang cantik biasa, tapi kekasihku setia!"

Bisik-bisik di kantor pasca kejadian putusnya Eleanor dengan Harry menjadi headline di setiap sudut kantor. Bahkan mereka bergerombol meninggalkan kubikel masing-masing demi acara gosip yang terlalu menarik untuk dilewatkan.

"Kerjaan sih lancar, sayang banget nasibnya sangat buruk dalam percintaan."

Fiona yang baru saja sampai kantor mendengarkan semua itu dengan geram. Dimana empati dan simpati semua orang?

"Kalian ini kerja apa gosip sih?!" Fiona yang baru saja datang menegur kelakuan orang-orang ini. Kalau sudah bergosip, tidak tahu tempat. Dimana aja tetap gosip.

"Lagian kenapa kamu yang sensi, kita nggak ngomongin kamu!"

"Iya, kenapa kamu sewot?"

"Eh, berisik! Kalian mau aku laporin Bos?!" Fiona berkata galak.

Semua orang kembali ke kubikel masing-masing dengan wajah kesal, setelah mendapatkan teguran dari Fiona. Mereka tahu Fiona tidak hanya mengancam.

Setelah memastikan semua orang kembali ke meja masing-masing, Fiona baru duduk di kubikelnya segera. Tak berapa lama kemudian, Eleanor yang sedang digosipkan datang. Mereka masih bisik-bisik dengan bangku sebelahnya, ketika Eleanor berjalan melewati mereka.

"Lagi ada gosip baru?" tanya Eleanor.

Tak menjawab pertanyaan Eleanor, mereka semua lebih tertarik untuk melanjutkan gosip yang tadi sudah reda.

"Aneh banget sih!" gumamnya sambil melewati mereka.

"Mereka gosipin kamu," sahut Fiona dengan wajah badmood.

"Aku?"

"Ya, karena kamu diselingkuhin, dicampakkan."

"Lah, ini baru out of the box," sahut Eleanor terkekeh.

"Sesama wanita, dia harusnya marah sama gadis yang merebut kekasih orang, kenapa malah aku dihujat gara-gara diselingkuhi?"

Eleanor merasa amazing dengan nasib yang menimpanya. Teman-temannya bukannya bersimpati padanya karena diselingkuhi, malah dihujat ramai-ramai.

Bener-bener sial. Nasibnya hari ini sangat sial.

Bukan hanya diselingkuhi, Eleanor bahkan masih harus menanggung hutang Harry Walker ratusan ribu dollar.

Eleanor tak bersemangat kerja hari ini. Baginya, ini adalah hutang yang sangat besar. Dia tak mampu menanggung cicilan sebanyak itu dengan gajinya hari ini. Masalahnya, dia masih harus mengirim uang untuk keluarganya juga.

"Kamu kenapa?" Fiona menatap Eleanor curiga.

"Fiona, aku butuh pekerjaan paruh waktu," sahutnya.

"Kenapa? Gajimu sekarang bukankah sudah cukup untuk menjalani hidup?" Fiona merasa kehidupan Eleanor tidak terlalu mengejar kemewahan, kenapa masih harus bekerja paruh waktu?

"Aku harus membayar cicilan hutang $1.800 tiap bulan."

"Hutang? Kamu punya hutang?" tanya Fiona tak percaya. Sahabatnya tidak pernah bercerita jika dia mempunyai hutang sebelumnya.

Eleanor malu untuk bercerita. Jika Fiona tahu, dia pasti akan memarahinya habis-habisan karena terlalu bodoh. Namun, jika tidak cerita, Fiona masih akan mengejar.

"Hutangnya pria brengsek itu," bisiknya sambil menutupkan telunjuknya di bibir.

"Brengsek!" Fiona membanting tumpukan buku menimbulkan suara keras. Semua orang yang sibuk bekerja seketika berhenti. Kini, Fiona dan Eleanor menjadi perhatian semua pasang mata.

"Eeh, maaf. Kalian lanjutkan pekerjaan kalian!" Fiona berdiri meminta maaf.

"Trus gimana?"

"Bantu aku cari pekerjaan paruh waktu!" pinta Fiona.

Tak ada gunanya menyesali nasib. Sekarang, dia harus memperjuangkan habis-habisan untuk mendapatkan rumahnya kembali. Pengalaman pahit yang didapatkannya dari Harry Walker akan menjadi pelajaran yang tidak akan dilupakan seumur hidup.

Beberapa tahun dia bekerja. Bahkan, dia rela hidup hemat. Ketika mendapatkan bonus dari perusahaan, selalu ditabung supaya bisa merenovasi rumah peninggalan orang tuanya itu. Sekarang nasibnya sedemikian buruk.

"Harry harus bertanggung jawab!" Fiona membalas berbisik.

"Aku sudah ke sana, dia tidak mengakui hutangnya. Aku sangat bodoh selama ini!" Eleanor hanya bisa menyesali setelah sudah seperti ini.

"Sudahlah, aku akan membantumu mencari lowongan pekerjaan paruh waktu." Fiona berkata memberi semangat, meski hatinya sangat dongkol setengah mati.

Jujur, Fiona ingin memarahi Eleanor, tapi ketika melihat wajahnya yang memelas, Fiona tak tega. Nasib sahabatnya ini sangat mengenaskan. Sudah diselingkuhi, masih harus menanggung hutang pria yang berselingkuh. Kurang ajar sekali pria itu.

"Ayo kita bekerja!" Eleanor tak ingin sedih berlarut-larut. Untuk apa menyesali nasib terlalu lama? Alih-alih hutangnya akan lunas, itu hanya akan membuatnya depresi saja. Lebih baik memandang positif semua musibah yang datang. Dia pasti akan bisa melewati semua ini dengan baik, jika berusaha bersungguh-sungguh.

"Ayo bekerja!" sahut Fiona sambil menghela napas dalam-dalam.

Untung saja Eleanor Wilson bukan orang yang mudah putus asa. Fiona tak perlu banyak khawatir. Dia hanya harus menguatkan sahabatnya itu dan membantunya mencari lowongan kerja paruh waktu.

Saat makan siang, Fiona membaca situs yang berisi lowongan pekerjaan paruh waktu di London untuk Eleanor.

"Elle, lihat!"

"Butuh Baby sitter untuk anak berusia tujuh tahun?" Eleanor mengeja salah satu ruang yang ditunjukkan oleh Fiona.

"Kenapa terdengar aneh? Anak tujuh tahun masih membutuhkan baby sitter?" Eleanor merasa ini bukan pekerjaan yang cocok untuknya.

"Baca dulu! Mereka hanya membutuhkan orang yang bisa menemani sampai bocah itu bisa tidur saja. Gajinya yang ditawarkan cukup besar. Mereka pasti sangat kaya!" Fiona masih bersikukuh untuk membujuk Eleanor. Samar-samar, Fiona merasa bahwa ini adalah pekerjaan yang cocok untuk Eleanor bisa mendapatkan uang untuk membayar cicilan hutang.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status