Share

SB - Part 003

"Nona Floretta! Nona Floretta! Anda mau kemana?" Seorang wanita berpakaian baby sitter mengejar seorang anak berusia tujuh tahun yang berlari sangat cepat, begitu pintu mobil terbuka.

Siang ini, Floretta minta diantar sang Nenek untuk pergi jalan-jalan. Namun, bocah berusia tujuh tahun itu mencari kesempatan untuk melarikan diri dari mobil saat masih di tengah jalan.

Floretta butuh pelampiasan atas kesedihan yang melanda. Kehilangan dua orang tua adalah pukulan terberat dalam hidupnya. Tak ada yang bisa menghibur kesedihan, meskipun semua keluarga Fletcher sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberi apapun yang dibutuhkan Floretta Fletcher.

"Nona Floretta, Anda mau kemana?" Terus memanggil nama gadis kecil tersebut, baby sitter itu sudah ketakutan setengah mati. Takut akan dimarahi oleh Nyonya Besar yang ikut mengejar di belakang.

Namun, Floretta mempunyai sepasang kaki yang bisa bergerak sangat cepat. Dia bisa meninggalkan dua manusia dewasa yang berlari jauh di belakang, tertinggal begitu jauh.

"Floretta! Kamu mau kemana?" Nyonya Besar Fletcher---Nenek Floretta sangat khawatir. Dia adalah cucu pertama yang bernasib malang.

Kejar-kejaran tak dapat dihindari. Floretta tidak ingin mendengarkan panggilan dari baby sitter ataupun sang Nenek. Gadis kecil itu hanya ingin terus berlari, tanpa memedulikan apapun. Dia hanya ingin melepaskan tekanan yang menghimpit jiwanya yang dilanda kesedihan.

Ketika menemukan sebuah bangku besi di pinggir jalan, akhirnya gadis kecil itu berhenti dan duduk di sana, sendirian.

Dada gadis kecil itu naik turun karena terlalu lelah berlari. Dia duduk di bangku pinggir jalan dengan linglung, tak tahu harus berbuat apa.

Ada kesedihan yang masih menggenggam hati Floretta karena kehilangan dua orang tuanya. Isak tangis seketika terdengar.

"Papa, kenapa Papa dan Mama harus pergi? Tiap malam Flow tidak bisa tidur, Pa. Paman sangat sibuk, tidak bisa menemani Flow tidur tiap malam." Isak tangis terdengar mengiris hati.

Selama ini Floretta bukan anak yang mudah bergaul dengan orang lain. Jika tidak cocok dengan orang, dia cenderung menutup diri. Hal itulah yang membuat Nyonya Besar Fletcher sangat sedih.

"Kamu kenapa sendirian di sini?" Floretta mengangkat wajahnya perlahan ketika mendengar suara seorang gadis yang menyapanya.

Sebuah wajah penuh senyuman terpampang di depan mata Floretta, ketika gadis kecil itu menatap sosok yang menyapanya. Itu bukan baby sitter atau neneknya. Dia adalah orang asing. Diam-diam, Floretta baru menyadari bahwa dia terlalu jauh berlari meninggalkan mobilnya.

"Apa kamu sangat sedih? Kalau begitu kita sama!" ucap gadis itu. Dia adalah Eleanor Wilson. Kebetulan sekali dia sedang pulang dari kantor. Tanpa sengaja melewati Eleanor yang sedang terisak. Rasa iba mengundangnya untuk datang.

"Kalau begitu, aku temani duduk di sini, boleh, kan?" lanjut Eleanor dengan mata penuh harap.

Tak menanggapi, Floretta tidak pernah bicara dengan orang asing sebelumnya. Namun, gadis kecil itu tak bergerak dari duduknya. Bahkan ketika Eleanor ikut duduk di sisinya, gadis kecil itu hanya diam saja.

Eleanor mendengus kesal. Nasibnya sangat menyebalkan beberapa hari terakhir.

"Aku sangat sial hari ini, kekasihku meninggalkanku dan mewariskan hutang sangat banyak padaku." Entah kenapa Eleanor harus begitu jujur pada orang asing. Terlebih, pada seorang gadis kecil seperti Floretta. Dia hanya ingin meluapkan rasa kesal yang bertumpuk-tumpuk di dalam hati supaya tidak tertekan.

Mendengarnya, Floretta tiba-tiba tertarik untuk menyimak. Ditatapnya gadis cantik yang berusia jauh di atasnya tersebut dengan tatap iba.

"Kakak, kamu sangat sial!" tukasnya antusias. Ternyata ada juga orang yang lebih sial dari dirinya.

"Ya, aku sangat sial. Setiap bulan aku harus membayar hutang mantan pacarku $1.800. Itu jumlah yang sangat besar." Eleanor menjeda ucapannya beberapa saat sambil membuang napas gusar.

"Kalau kamu, kenapa kamu menangis di sini? Apa kamu juga sedang bernasib sial sepertiku?" tanya Eleanor dengan wajah memelas.

Hening. Floretta masih ragu untuk berkata jujur. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk bercerita pada Eleanor.

"Papa dan mamaku meninggal, sekarang aku tinggal bersama Kakek dan Nenek. Ada juga pamanku yang sangat tampan. Aku ingin ditemani jalan-jalan pamanku, tapi dia sangat sibuk." Eleanor berbincang dengan santai, tapi ada kesedihan dalam untaian kalimatnya.

"Aah, ternyata kamu sedang mendapatkan musibah. Tapi kamu sangat beruntung, pasti kakek dan nenekmu sangat menyayangimu."

"Iya, mereka menyayangiku, tapi aku lebih suka bersama paman." Eleanor manggut-manggut mendengarkan Floretta bercerita.

Mereka, dua orang asing yang bertemu di tempat ini dalam masalah masing-masing. Tanpa sungkan bercerita satu sama lain.

"Jangan bersedih, ya. Kamu harus menjalani hidup dengan bahagia, bersama siapapun, kamu harus bahagia. Aku juga, meski aku harus bekerja paruh waktu sepulang dari kantor. Aku akan melakukannya. Tidak boleh menyerah dengan nasib sial, bukan?" Eleanor memberi semangat diri sendiri juga pada Floretta

"Kakak, siapa namamu?" tanya Floretta penuh minat.

"Aku Eleanor, kamu bisa memanggilku Elle. Nama kamu siapa?"

"Floretta." Bocah kecil itu tersenyum senang. Berkenalan dengan gadis muda yang bisa membuatnya merasa tidak canggung untuk mengungkapkan keluh kesahnya. Padahal mereka baru saja kenal.

"Nona Floretta! Untunglah Anda baik-baik saja." Sang Baby sitter sudah berhasil mengejar. Napasnya tersengal karena berlari mengejar majikan kecilnya.

"Floretta, siapa dia?" tanya Eleanor.

"Dia perawatku." Mendengarnya, Eleanor merasa lega. Dia tak perlu repot mengantarkan Floretta pulang, karena sudah ada yang menyusulnya.

"Nona, terima kasih. Anda sudah menjaga majikan saya di tempat ini." Baby sitter itu mengucapkan terima kasih.

"Tidak masalah, saya kebetulan sedang luang." Eleanor berkata sopan.

"Kakak, kalau kita ketemu lagi, aku pasti akan mengenalkanmu dengan pamanku yang tampan." Floretta berkata dengan wajah serius.

"Ha-ha-ha, baiklah. Kalau begitu, sampaikan salamku untuk pamanmu yang tampan itu, okay!" Eleanor membungkuk saat bicara dengan Floretta yang bersiap pergi.

"Kakak, kamu harus bersemangat. Selamat tinggal." Floretta bergegas pergi.

"Okay, semoga kamu selalu bahagia, Flow." Eleanor melambaikan tangan. Aah, hanya berbicara dengan anak kecil, membuatnya merasa sangat lega.

"Baiklah, Elle kita tunggu saja panggilan dari keluarga itu. Aku harap, bisa bekerja menjadi baby sitter di malam hari. Aku hari ini berhasil menghibur anak kecil, bukankah aku berbakat bicara dengan anak kecil?" Eleanor menyemangati diri. Dia sudah memasukkan lamaran kerja secara daring pada iklan yang ditunjukkan Fiona tempo hari.

****

Eleanor datang ke alamat yang tertera di iklan yang dimuat di situs lowongan kerja yang dibacanya tempo hari. Ada panggilan interview untuk datang hari ini di kediaman Fletcher.

Dia sangat membutuhkan pekerjaan paruh waktu itu, sehingga merasa begitu senang ketika mendapatkan panggilan interview. Sepulang dari kantor, dia bergegas untuk datang.

"Ternyata yang membutuhkan baby sitter anak berusia tujuh tahun adalah keluarga kaya." Eleanor bergumam pelan saat turun dari taksi. Sebuah kediaman yang sangat mewah terpampang di depan mata.

"Tak heran, mereka menawarkan gaji yang tinggi hanya untuk pekerjaan baby sitter," gumamnya sekali lagi. Beberapa kali menarik napas panjang untuk menyiapkan diri dalam interview kali ini.

"Baiklah, asalkan mendapatkan tambahan uang. Pekerjaan apapun, aku bisa melakukannya." Eleanor berkata meyakinkan dirinya. Hanya pekerjaan menemani tidur seorang anak berumur tujuh tahun, bukanlah hal yang sulit.

Dia bahkan merawat kedua adiknya sepeninggal dua orang tua mereka. Meski saat itu adik-adiknya juga sudah sekolah menengah, bukan lagi anak kecil.

"Saya mendapatkan panggilan interview untuk lamaran kerja baby sitter di rumah ini. Katanya, saya harus datang sekarang," terangnya ketika security bertanya kepentingan apa yang membawa Eleanor datang ke tempat ini.

"Aah, apakah Anda Nona Eleanor Wilson?" tanya Security tersebut.

"Benar."

"Tuan Aaron Fletcher sudah menunggu Anda di dalam." Dipersilakan untuk masuk, Eleanor sangat mengagumi kediaman mewah yang didatanginya ini.

"Mungkin dia pemilik sebuah perusahaan besar di negara ini," gumamnya lagi.

Eleanor melangkah menuju pintu utama kediaman yang begitu megah. Sesampai di sana, Edger--asisten pribadi Aaron Fletcher sudah menunggu di selasar.

"Saya Eleanor Wilson," ucapnya memperkenalkan diri.

"Nona Wilson, Tuan Aaron Fletcher sudah menunggu Anda. Mari saya antarkan Anda ke dalam." Edger menyapa Eleanor dengan sopan.

"Terima kasih, Pak Edger."

Edger memberikan gambaran tentang apa saja tugas Eleanor jika diterima bekerja di kediaman ini. Dia menyimak dengan serius.

"Jadi, saya hanya bertugas di malam hari, kan, Pak? Soalnya pagi sampai siang saya harus bekerja." Eleanor kembali memastikan jam kerja.

"Benar, Nona kami mengalami sulit tidur. Jika malam, dia akan tantrum dan menangis keras karena trauma. Jadi, kami mencari orang yang bisa menemani Nona kami tidur di malam hari dan menenangkannya."

Eleanor manggut-manggut mendengarnya.

"Apakah Tuan Aaron Fletcher ayah anak itu?" tebak Eleanor sok tahu.

Edger tersenyum kecil, "Anda akan mengetahuinya jika sudah resmi bekerja di sini, Nona."

Asisten pribadi itu membawa Eleanor ke sebuah ruangan untuk menunggu, sementara dia meminta izin pada Aaron Fletcher untuk membawa Eleanor Wilson masuk.

Tak berapa lama, gadis itu sudah diminta untuk masuk. Di dalam sana, Aaron Fletcher sedang sibuk di balik meja dengan pekerjaan yang dibawanya pulang dari kantor.

"Anda Nona Eleanor Wilson?" tanya Aaron tanpa memandang gadis itu sama sekali. Pria itu sibuk menekuri lembar curiculum vitae miliknya.

"Ya, benar, Tuan Fletcher."

"Baik, Nona Wilson. Saya sudah mempelajari latar belakang Anda. Anda bekerja di perusahaan saat siang hari, tidak mempunyai pengalaman merawat anak sebelumnya. Apakah Anda yakin bisa melakukannya?" tanya Aaron Fletcher datar tanpa memandang Eleanor sama sekali.

"Benar, saya memang tidak mempunyai latar belakang sebagai pengasuh. Namun, saya rasa saya bisa bergaul dengan anak-anak. Tidak terlalu sulit mengajak mereka bergaul." Eleanor sangat yakin. Sebaliknya, Aaron tersenyum tipis. Selama tiga bulan ini, mereka sudah berganti baby sitter tiga kali. Floretta tidak mudah dihadapi, apalagi saat dia mulai tantrum.

"Baiklah, karena Anda merasa begitu yakin. Saya mengizinkan Anda langsung bekerja. Satu bulan ke depan adalah masa percobaan untuk Anda. Jika Anda bisa membuat keponakan saya merasa nyaman, maka saya akan memperpanjang kerja Anda. Jika tidak, hanya cukup satu bulan saja."

"Baik, Tuan Fletcher."

"Kalau begitu, malam ini Anda sudah bisa bertugas. Asisten saya akan menjelaskan detail apa yang harus Anda lakukan di rumah saya."

"Baik, saya mengerti. Saya permisi dulu." Eleanor mendengus pelan. Pria tampan yang ada di hadapannya itu sama sekali tidak memandang Eleanor selama wawancara, seakan tak menganggap penting dirinya.

Pada saat Eleanor akan berbalik, Aaron Fletcher mengangkat wajahnya. Dua pasang netra itu saling bertukar pandang selama sepersekian detik.

Eleanor mengangguk di detik berikutnya dan berlalu dari sana. Aaron hanya mengangguk dengan ekspresi datar, menatap punggung Eleanor yang semakin menjauh dengan wajah tanpa ekspresi. Di kedalaman matanya, dia merasa sosok di depannya itu seakan tidak asing, tapi dia lupa dimana pernah melihatnya.

Mendengus pelan, Aaron kembali menekuri pekerjaannya semula.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status