Apa yang diharapkan seseorang dari sebuah pernikahan? Tentu saja perasaan saling mencintai di antara keduanya telah sah di mata agama dan hukum. Menjalani kehidupan setelah menikah dengan status sebagai suami istri, memiliki anak dan hidup dengan bahagia.
Setiap pasangan yang saling mencintai akan mengharapkan pernikahan. Begitu juga dengan Kinara. Dia juga mengharapkan pernikahan yang sebenarnya, bukan pernikahan palsu seperti yang akan ia jalani setelah ini. Jika Kinara boleh memilih, dia ingin menikah dengan orang biasa saja asal didasari dengan cinta diantara keduanya.
Bolehkah Kinara menyesali keputusannya? Seandainya bisa, tapi dia sudah terlanjur masuk ke dalam perjanjian itu. Ia sudah mendapatkan bayarannya, sekarang tinggal memenuhi kewajibannya.
Genggaman tangan Arjuna terasa hangat ditangan, perasaan gugup menghilang dengan perlahan. Kinara menampilkan senyum manisnya ketika sudah sampai di ruang keluarga. Disana sudah berkumpul keluarga Atmaga dengan mata yang tertuju pada Arjuna dan Kinara. Gugup dan takut kembali mendera Kinara. Dia menelan ludah berkali-kali saat Arjuna membawanya lebih dekat dengan orang-orang di depannya ini.
Arjuna mengenalkan Kinara kepada semua anggota keluarga. Dengan senyum ramahnya Kinara bersalaman dengan orang tua, kakak dan kakak ipar Arjuna.
Ardi Atmaga adalah papa Arjuna, laki-laki sukses yang menjadikan Atmaga perusahaan besar di Indonesia. Disamping Ardi, berdiri wanita cantik dan anggun, dialah Safira Kusuma–istri dari Ardi Atmaga.
Kinara melihat senyuman dari wajah orang tua Arjuna, berbeda dengan dengan laki-laki dan wanita yang berdiri disamping Safira. Senyuman sinis menghiasi wajah mereka ketika Kinara menyapa dan bersalaman. Mereka seakan terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaannya pada Kinara.
Kinara diminta untuk duduk disebelah Safira. Kinara yang masih canggung hanya tersenyum ketika wanita itu berbicara banyak hal. Kinara bisa melihat kehangatan di mata Safira ketika menatapnya dan menatap Arjuna.
Berbeda dengan Safira, Ardi lebih banyak diam tanpa berkomentar. Kinara tidak bisa mengartikan ekspresi dari laki-laki itu, apakah menyukainya atau tidak.
"Jun, kapan kalian akan menikah?" tanya Safira.
"Dua minggu lagi, Bu." Arjuna mantap mengatakan itu.
Kinara membulatkan matanya, Arjuna sama sekali tidak memberitahu kalau dua minggu lagi mereka menikah. Secepat itukah?
"Kamu sudah menyiapkan semuanya?" tanya Ardi.
"Sudah, Pa. Aku dan Kinara sudah mempersiapkannya."
Arjuna menatap Kinara dengan lembut. Rasanya ingin melempar muka tampannya itu dengan bongkahan batu, benar-benar suka sekali membuat orang terkejut.
"Baiklah, Ibu percaya sama kalian, kami akan menyiapkan sisanya. Rama dan Lisa juga akan membantu." Safira menatap anak sulung dan menantunya.
"Selamat, Jun, sebentar lagi kamu menikah," ucap Rama.
"Makasih," jawab Arjuna singkat.
Kinara mengerjapkan mata berkali-kali. Bukankah mereka saudara kandung? Kenapa sepertinya tidak akur? Kinara melihatnya seperti musuh yang selalu bersaing dalam hal apapun.
Ardi dan Safira mengajak anak-anaknya untuk makan malam. Mereka menuju meja makan terlebih dahulu meninggalkan kedua anak laki-lakinya di ruang keluarga.
"Aku pikir kamu akan mencari yang lebih baik, Jun. Ck, menolak berlian dan memungut sampah di jalan," ucap Rama saat berpapasan dengan Arjuna.
Arjuna tersenyum sinis, Rama memang selalu berkata seenaknya sendiri, tidak berubah sejak dulu.
"Aku lebih suka sampah bersih di jalan daripada berlianmu yang busuk di dalam." Seringaian tercetak jelas di bibir Arjuna, membuat Rama menggertakkan giginya marah, kemudian berjalan menyusul orang tuanya.
"Jun, sampah tetaplah sampah. Tidak ada bedanya sampah bersih atau kotor. Dia … tetaplah sampah yang harus dibuang." Lisa melihat Kinara dari atas ke bawah kemudian tersenyum sinis.
Arjuna diam, dia berusaha menahan emosinya. Baginya sama saja, Rama dan Lisa akan selalu mengusik hidupnya.
Setelah Lisa meninggalkan ruangan itu. Tinggallah Arjuna dan Kinara yang masih syok dengan kejadian yang baru saja dilihatnya.
"Jadi, kamu akan menikahi sampah?" Kinara tersenyum kecut.
Mendengar perkataan Rama dan Lisa, dada Kinara terasa sesak dan nyeri. Dia manusia sama seperti mereka dan dengan seenaknya mereka mengatakan bahwa dirinya adalah sampah. Apakah orang miskin dan yatim piatu seperti Kinara tidak layak bersanding dengan orang kaya seperti Arjuna. Walaupun pernikahan ini kontrak, di mata publik Kinara tetap menikah dengan Arjuna.
"Jangan dengarkan mereka."
"Tapi, bagaimana mungkin hubungan dua saudara kandung seburuk ini?" tanya Kinara.
"Bukan urusanmu! Kamu cukup mengikuti perjanjian yang sudah kita buat. Tidak perlu ikut campur dengan masalah pribadiku. Mengerti?"
Intonasi bicara Arjuna meninggi. Kinara diam tidak bersuara, hatinya cukup sakit hanya dengan mendengar sebuah bentakan. Tiba-tiba ulu hatinya terasa nyeri. Beginikah sifat Arjuna yang sebenarnya? Beberapa waktu yang lalu dia tampak manis menggandeng tangannya dengan hangat, dan sekarang berubah menjadi sosok pemarah.
"Maaf, aku melewati batas." Kinara menunduk tak berniat menatap Arjuna.
"Ayo kita makan," ajak Arjuna.
Arjuna lebih dulu melangkah menuju meja makan. Sementara Kinara masih terpaku di tempatnya. Jantungnya berdetak lebih kencang, perasaan takut dan khawatir menguasai pikirannya.
"Apakah semua akan baik-baik saja? Ibu panti, doakan Kinar." Kinara menenangkan dirinya kemudian berjalan mengikuti Arjuna ke meja makan.
***
Selesai makan, Arjuna berpamitan untuk mengantar Kinara pulang. Kinara berpamitan pada orang tua Arjuna, Safira tampak bahagia bertemu dengan Kinara, berbeda dengan Ardi, Rama dan Lisa. Ardi memang lebih banyak diam sementara Rama dan Lisa secara terang-terangan menunjukkan kebenciannya pada Kinara.
"Kamu kenapa?" tanya Arjuna.
"Gak apa-apa," jawab Kinara.
"Dengar Kinara, aku—"
"Aku tahu batasannya, Pak. Mana yang harus aku tahu dan mana yang seharusnya tidak aku ketahui. Kurasa sampai sini, aku paham." Kinara tidak berniat menatap Arjuna yang sedang menyetir.
"Baiklah."
Arjuna dan Kinara diam, tidak ada percakapan setelah itu. Suasana malam yang sunyi menambah keheningan di dalam mobil Arjuna, sampai akhirnya mobil berhenti di kontrakan milik Kinara.
"Aku turun. Terima kasih sudah—“
Kinara membeku di tempat ketika merasakan benda kenyal dan basah menyentuh pipinya. Kinara tidak berani menoleh karena tahu Arjuna sedang mencium pipinya.
"Ucapan terima kasih karena sudah ikut denganku dari siang," ucap Arjuna dengan enteng.
Kinara belum bisa mencerna keadaan dengan baik. Dia masih membeku di tempatnya, hingga tersadar harus turun dari mobil Arjuna.
"Terima kasih, Pak. Aku turun."
Kinara segera turun dari mobil. Dia menunggu mobil Arjuna menghilang dari penglihatannya.
Kinara menyentuh pipinya yang baru saja di cium Arjuna. Rasanya seperti mimpi. Arjuna menciumnya. Benar, Arjuna baru saja menciumnya. Letupan-letupan kecil di hatinya kembali bergemuruh, entah kenapa debaran-debaran hinggap begitu saja tanpa permisi di hatinya.
Apakah ini cinta? Tidak. Kinara tidak boleh merasakan cinta pada Arjuna, diri terlalu sadar diri dengan posisinya.
"Kinar, jangan aneh - aneh. Kamu hanya perlu memenuhi kewajibanmu seperti yang tertuang di surat perjanjian itu. Jangan melewati batas karena batas itu tidak akan memihak sama kamu!" Kinara menepuk kedua pipinya pelan dan berjalan masuk ke kontrakannya.
Kinara merapikan catatan dan alat tulisnya setelah mata kuliah terakhir hari ini usai. Manajemen akuntansi sedikit membuatnya pusing, apalagi dosen muda killer yang mengajar menambah otak mahasiswanya semakin panas. Bagaimana tidak, dosen itu masih muda dan tampan tapi galak setengah mati. Dia tidak membiarkan mahasiswanya ngobrol sedikit saja dengan mahasiswa lain, apalagi melihat mahasiswa ngantuk dan tertidur, tidak tanggung-tanggung, hukuman nilai D menanti. Kinara sedikit kesal karena tadi dia sempat ngobrol sedikit dengan Amel–sahabat Kinara, dan langsung mendapat teguran darinya. Arya namanya, usianya 28 tahun. Kinara dan Amel masih berada di kelas karena permintaan Arya sebagai hukuman. Dosen muda killer itu menghampiri Kinara dengan muka datarnya yang cukup membuat Kinara dan Amel menelan ludah berkali-kali karena takut.
Kinara menutup pintu ruangan Arjuna dengan napas yang memburu. Jantungnya berpacu dengan cepat, segera dia memegang dada untuk menetralkan suasana hatinya."Kenapa dia tiba-tiba melakukan itu? Apa dia gak tahu kalau aku hampir saja pingsan." Kinara berbicara sendiri.Setelah hatinya tenang, Kinara bergegas kembali melakukan pekerjaannya. Tiba-tiba Kinara merasakan tangannya dicekal oleh seseorang, membuatnya berhenti mendadak dan hampir terjatuh. Seorang wanita menatap Kinara dengan ekspresinya yang kesal dan jijik. Siapa lagi, dialah Laura putri Laksmana, anak tunggal kaya raya pemilik PT. Abadi Laksmana, Tbk.Kinara menatap kesal pada Laura, wanita itu begitu tidak sopannya menarik tangannya dengan begitu keras, membuat Kinara merasakan perih. Di tambah tatapan dan ekspres
"Hah?""Buka bajumu," titah Arjuna."Jangan bercanda, Pak."Kinara memalingkan muka karena malu. Baru saja bosnya itu mengatakan akan mengoleskan salep memar ke punggungnya."Memangnya, kenapa?""Malu! Bisa bahaya." Kinara menyilangkan kedua tangannya di depan dada"Hahaha, lucu sekali muka kamu, Kinar."Arjuna tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Dia hanya ingin melihat wajah paniknya Kinara, yang kata Arjuna sangat menggemaskan."Bercandanya kelewatan, Pak." K
Kinara dan Arjuna bersiap pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan ibu Diana. Awalnya Kinara menolak tawaran Arjuna yang ingin mengantarnya. Lagi pula, Kinara bisa pergi sendiri karena dia wanita yang mandiri. Sebenarnya, karena efek 20 tahun menjomblo, sehingga tidak ada yang bisa menemaninya ketika bepergian. Ngenes? Mungkin iya, mungkin saja tidak, toh Kinara menikmati hidupnya. Bahkan dia berpikir jika memiliki kekasih akan membuat hidupnya tidak bebas dan rumit."Kamu sudah siap?" tanya Arjuna."Sudah, Pak." Kinara keluar kamar menemui Arjuna yang menunggu di ruang tamu.Kinara melihat Arjuna yang mengamati penampilannya dari atas ke bawah. Kinara refleks menunduk melihat dirinya sendiri.
Arjuna terus saja menarik tangan Kinara meninggalkan kantin. Kinara tidak tahu kenapa Arjuna sepertinya kesal dan meninggalkan kantin sebelum membeli makan. Perut Kinara semakin perih, badannya juga lemas karena kurang energi. "Pak, berhenti," teriak Kinara. Bukannya berhenti, Arjuna terus menarik tangan Kinara sampai di parkiran dan meminta calon istrinya itu untuk masuk ke dalam mobil. Mobil melaju dengan kecepatan kencang membuat Kinara merasa takut. Dia takut mati mendadak karena kelaparan atau mati mendadak karena kelalaian pengemudi mobil. Selama di perjalanan Kinara terus merapalkan doa sambil menahan perih di perutnya. "Pak, Bisakah kita berhenti, peru–Akh." Kinara berteriak kaget karena Arjuna mempercepat laju mobilnya. Terpaksa Kinara menahan sakit perutnya sampai mobil Arjuna berhenti. Kinara merasa mual dan pusing, di tambah sakit di perutnya, rasanya bercampur jadi satu. Mobil Arjuna tiba-tiba berhenti di depan minimarket. Arjuna keluar dan meminta Kinara untuk kelu
Kinara berlari menuju kelas mata kuliah ekonomi industri yang akan dimulai pukul 3 sore. Masih ada sisa waktu 5 menit untuk sampai di tempat duduknya dan tidak terlambat. Kinara memang mewanti-wanti dirinya agar tidak terlambat di mata kuliah ini, karena dosen yang mengajar adalah pak Wira, dosen killer selain Arya yang juga ditakuti para mahasiswa. Bedanya dengan Arya, dosen ini sudah berumur 49 tahun."Kinar, sini!"Kinara melihat Amel sudah duduk manis di kursi. Kinara segera menghampiri Amel dengan napas masih memburu. Dia sengaja lari menuju kelasnya yang terletak di lantai tiga agar tidak terlambat."Hampir saja," ucap Kinara."Tumben kamu datangnya mepet, kamu sibuk apa, sih?" Mumpung
Kinara terkejut melihat mobil Arjuna tepat di depan kontrakannya. Seingatnya, Arjuna tidak mengabari kalau mau berkunjung."Pak Arjuna?"Kinara mendekat ke mobil Arjuna, dan benar saja laki-laki itu segera keluar dari mobil dengan ekspresi datarnya. Kinara sejak tadi menelan ludahnya kasar, dia takut Arjuna tahu kalau sebelumnya dia pulang dengan Arya. Meskipun mereka tidak memiliki rasa diantara keduanya, terutama Arjuna, laki-laki itu terkadang bersikap posesif pada Kinara."Pak Arjuna kok tidak bilang dulu, kalau mau berkunjung?"Arjuna hanya diam, kemudian menarik tangan Kinara menuju ke dalam kontrakan."Pak?"
Berbagai asumsi Kinara pikirkan. Salah satu asumsinya adalah, kemungkinan wanita itu pernah dicintai Arjuna kemudian menghianatinya. Hanya saja Argan menutup mulutnya rapat-rapat dan untuk bertanya pada Arjuna juga tidak mungkin. Dia pasti marah jika Kinara menanyakan masa lalunya. Lalu haruskah dia bertanya pada Laura? Sejujurnya, Kinara tidak mau berurusan dengan wanita itu lagi. "Kinara?" "Ah, iya. Maaf, Pak. Aku melamun." "Tolong pikirkan baik-baik yang aku bilang tadi. Sebisa mungkin jangan terbawa suasana dan terlena dengan semua sikap manis Arjuna. Sebenarnya, aku juga khawatir kamu yang akan tersakiti. Jadi---" "Tenang saja, Pak. Aku akan belajar untuk tidak baper dengan sikap Arjuna." Ki