Kinara merapikan catatan dan alat tulisnya setelah mata kuliah terakhir hari ini usai. Manajemen akuntansi sedikit membuatnya pusing, apalagi dosen muda killer yang mengajar menambah otak mahasiswanya semakin panas. Bagaimana tidak, dosen itu masih muda dan tampan tapi galak setengah mati. Dia tidak membiarkan mahasiswanya ngobrol sedikit saja dengan mahasiswa lain, apalagi melihat mahasiswa ngantuk dan tertidur, tidak tanggung-tanggung, hukuman nilai D menanti.
Kinara sedikit kesal karena tadi dia sempat ngobrol sedikit dengan Amel–sahabat Kinara, dan langsung mendapat teguran darinya. Arya namanya, usianya 28 tahun. Kinara dan Amel masih berada di kelas karena permintaan Arya sebagai hukuman. Dosen muda killer itu menghampiri Kinara dengan muka datarnya yang cukup membuat Kinara dan Amel menelan ludah berkali-kali karena takut.
"Kalian mau nilai D di mata kuliah saya?"
"Tidak, Pak," jawab Kinara dan Amel hampir bersamaan.
"Jangan ngobrol lagi kalau kuliah saya sedang berlangsung, saya tidak suka mahasiswa yang seenaknya sendiri dan tidak tertib!"
Dosen ini benar-benar galak. Sebenarnya Kinara dan Amel tidak benar-benar mengobrol. Amel hanya menanyakan kenapa Kinara akhir-akhir ini jarang terlihat, belum sempat Kinara menjawab dosen itu sudah menghampiri.
"Baik, Pak," jawab Kinara dan Amel.
"Bikin makalah sesuai dengan apa yang saya jelaskan hari ini. Minggu depan dikumpulkan. Ingat langsung sama saya, jangan sembarangan ditaruh diatas meja. Mengerti?"
Lagi-lagi Kinara dan Amel hanya menjawab singkat, mereka tidak mau berurusan dengan dosen itu lebih dari ini.
"Galak banget, percuma mukanya ganteng tapi galaknya selangit," gerutu Amel setelah Arya meninggalkan kelas.
"Biarin saja, Mel. Kita ikutin saja perintahnya, daripada dapat D," sahut Kinara.
"Iyalah, aku gak mau dapat nilai D, bisa di marahin papa. Akhir-akhir ini ngilang kemana, sih? Beberapa hari gak ketemu kamu deh," tanya Amel.
"Oh, mengurus sesuatu," jawab Kinara.
"Kamu mau kawin?"
"Heh ngomongnya. Nikah saja belum."
"Iya, nikah maksudnya. Hahaha," canda Amel.
"Aku harus kerja, yaudah aku ke tempat kerja dulu ya, Mel. Takut telat, jangan sampe di sini dimarahin dosen, di sana dimarahi bos. Kan dobel sial jadinya," ucap Kinara.
Kinara bergegas keluar kelas dan mencari angkot yang lewat. Kinara memang menggunakan angkot untuk berangkat kuliah maupun bekerja, untung saja lokasi kampusnya tidak jauh dari perusahaan milik Arjuna.
Setelah sampai di tempatnya kerja, Kinara segera berganti baju seragam dan memulai pekerjaannya. Kinara masuk ke dalam toilet, dan melihat dua karyawan sedang ngobrol di depan wastafel sambil berdandan.
"Permisi, maaf saya mau membersihkan toilet."
Setelah mendapat jawaban dari dua karyawan wanita itu, Kinara masuk ke dalam toilet dan mulai membersihkannya.
"Aku dengar pak Arjuna mau nikah loh," ucap salah satu wanita.
"Aku juga dengar itu, tapi dengan siapa? Laura?"
"Mana mungkin. Pak Arjuna gak suka sama Laura. Oh, aku saja males lihatnya, suka nempel-nempel padahal ketara banget pak Arjuna risih."
"Lalu sama siapa?"
"Aku dengar ya, dia mau nikah sama orang biasa, miskin dan yatim piatu."
"Kamu serius?" Wanita itu kaget sampai lipstik yang sedang dioleskan meleset.
"Iya, gak tahu deh, kok mau ya pak Arjuna. Padahal mendadak loh rencana pernikahannya. Gak pernah lihat pak Arjuna berpacaran dengan wanita manapun. Bisa saja dia di pelet atau gak ya wanita itu ganjen dan akhirnya hamil duluan." Wanita satunya sedang merapikan rambutnya.
"Hih, ngeri ya. Kalau aku gak mau lah sampai segitunya deketin orang kaya. Aku yakin dia mengincar harta pak Arjuna juga."
"Kemungkinan besar iya, yaudah balik yuk, masih jam kerja, nanti kena marah kita."
Kedua wanita itu meninggalkan toilet, yang mana semua pembicaraan mereka didengar oleh Kinara. Senyuman kecut terpampang jelas di wajahnya. Dia tidak menyangka rencana pernikahannya dengan Arjuna sudah menjadi pembicaraan karyawan di kantor. Mereka yang tidak tahu apa-apa berasumsi seenaknya sendiri.
Tiba-tiba saja Kinara kesal dan tidak tahan untuk menangis. Kenapa dirinya yang miskin dan yatim piatu selalu dibawa-bawa hanya karena tidak sebanding dengan Arjuna yang kaya raya. Kinara menyelesaikan pekerjaannya dengan mood yang berantakan.
Kinara selesai dengan toilet dan berjalan untuk membersihkan tempat yang lain. Perkataan dua wanita tadi masih terekam jelas di otaknya. Bahkan dia kembali mendengar dari beberapa karyawan lain yang memojokkan dirinya.
Meskipun mereka tidak tahu siapa calon istri Arjuna, tapi mereka seakan tidak setuju dengan keputusan Arjuna menikahi wanita miskin dan yatim piatu. Terlalu sempurna Arjuna dan terlalu hina Kinara dimata orang.
Kinara berjalan dengan menunduk, sejak tadi air matanya sudah terjatuh. Dia merasa down saat ini. Mereka hanya tahu sebatas itu, bagaimana jika mereka tahu pernikahan ini hanyalah pura-pura dan Kinara mendapatkan bayaran sejumlah uang dalam jumlah cukup besar, pasti dia kembali menjadi bahan pembicaraan banyak orang.
"Kinara?"
Kinara berhenti berjalan. Sungguh dia tidak berani mendongak untuk melihat seseorang yang memanggil namanya.
"Iya, maaf." Kinara masih menunduk karena air mata masih menetes di pipinya. Segera dia usap dengan sedikit kasar mata dan pipinya.
"Pak Argan." Kinara mendongak dan melihat Argan menatap penuh tanya.
"Kamu baik-baik saja?"
"Iya, saya baik-baik saja, Pak."
"Saya pikir tidak, ikutlah saya."
"Kemana, Pak? Pekerjaan saya?" tanya Kinara.
"Biar dipegang sama yang lain. Ikutlah dengan saya."
Kinara berjalan di belakang Argan, dia sengaja berjalan dengan jarak cukup jauh dari Argan agar tidak menimbulkan kecurigaan karyawan. Argan membawa Kinara masuk ke dalam ruangan Arjuna, dengan masih membawa peralatan pelnya.
Kinara melihat Arjuna sedang menandatangani dokumen di mejanya. Sangat tampan, pikir Kinara.
"Sudah kamu kunci pintunya?" tanya Arjuna.
"Sudah, Pak," jawab Argan.
"Kinara silahkan duduk." Argan meminta Kinara duduk di sofa yang berada di sudut ruangan depan meja Arjuna.
Dengan gugup Kinara duduk di sofa itu. Argan masuk ke dalam ruangan lain di sana. Ruang kerja Argan memang berada satu ruangan dengan Arjuna, hanya saja tertutup oleh pintu lainnya.
Arjuna menyelesaikan aktivitasnya dan menghampiri Kinara.
"Kamu baik-baik saja?"
"Saya baik-baik saja, Pak." Kinara menggunakan bahasa formal karena memang sedang di kantor.
"Kamu habis nangis?" tanya Arjuna lagi.
"Tidak, Pak."
"Jangan bohong. Saya tahu kamu habis nangis. Kamu pasti sudah dengar isu yang dibicarakan karyawan."
Kinara mengangguk. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, ingatan tentang obrolan para karyawan kembali berputar-putar di otaknya.
"Jangan dengarkan mereka. Ada seseorang yang sengaja menyebarkan berita itu untuk membuat kamu down dan menyerah dengan pernikahan ini," jelas Arjuna.
"Siapa?" tanya Kinara.
"Kamu tidak perlu tahu, yang saya ingin Tegaskan adalah, kamu jangan termakan dengan pembicaraan orang lain. Perjanjian kita masih berlanjut. Kita akan menikah apapun yang terjadi."
"Saya tahu, Pak. Maaf, saya terbawa suasana."
"Mendekatlah," titah Arjuna.
Kinara ternganga mendengar perkataan Arjuna. Kinara tidak mau berdebat, segera dia dekatkan tubuhnya dengan tubuh Arjuna. Kinara semakin gugup harus duduk begitu dekat dengan calon suaminya itu.
Kinara membeku di tempat karena tiba-tiba Arjuna mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Kinara. Jantung Kinara rasanya mau copot dari tempatnya karena terlalu kencang berdetak. Beberapa kali dia harus mengerjapkan mata dan menelan ludahnya kasar.
"Pak?"
"Diam!"
Arjuna menyelipkan beberapa helai rambut Kinara ke belakang telinga. Kemudian, dengan gerakan tiba-tiba Arjuna mengecup bibir Kinara.
"Bekerjalah kembali," ucap Arjuna setelah melepaskan bibirnya dari bibir Kinara.
Kinara masih belum merespon perkataan Arjuna, tubuhnya terlalu kaku untuk digerakkan, pikirannya melayang entah kemana.
"Kinar?" panggil Arjuna.
"Ah, iya … baik, Pak. Saya permisi." Kinara segera keluar dari ruangan bosnya dengan tergesa-gesa.
Argan keluar dari ruangannya, sejak tadi dia mengamati Arjuna dan Kinara.
"Kenapa anda melakukan itu?" tanya Argan.
"Kenapa?"
"Anda tidak jatuh cinta padanya, 'kan?"
"Tentu saja tidak, Argan," jawab Arjuna.
"Lalu?"
"Untuk membuatnya lebih tenang dan tidak berpikir negatif," jawab Arjuna.
"Ck. Anda ternyata lebih licik dari dugaan saya." Argan terkekeh.
"Sialan!"
Kinara dan Arjuna sampai di rumah sakit untuk menjenguk Lisa. Keadaan Lisa membaik. Ibu dan Rama bisa bernapas lega karena setelah ini bisa dibawa pulang. Dua hari kemudian Lisa bisa di bawa pulang untuk mendapatkan perawatan di rumah. Setelah dari rumah sakit itu, Kinara memberitahu Arjuna tentang pesan yang menanyakan Kinara itu dan meminta Argan untuk menyelidikinya. Argan bertindak dengan cepat dan hari ini Kinara diajak oleh Arjuna menuju alamat seseorang yang mengirim pesan itu. Argan melacak alamat orang itu dan berhasil menemukannya. "Mas, benaran ini tidak apa-apa kita ke rumah orang itu? Beneran bukan orang jahat, 'kan?" tanya Kinara. "Bukan, Sayang. Argan sudah menyelidikinya, bukankah kamu ingin tahu siapa yang mengirim pesan itu? Kinara mengangguk. Dia sangat ingin tahu. Dia menatap suaminya yang sedang menyetir. Sepertinya, Arjuna sudah tahu dan belum memberitahukan pada Kinara. Setah menempuh perjalanan satu jam , akhirnya Kinara dan Arjuna sampai di sebuah rumah m
Tanpa aba-aba, Arjuna mendaratkan bibirnya di bibir Kinara dan melumatnya dengan rakus. Kinara harus menggunakan lipstik lagi setelah ciuman itu berakhir."Mas, udah! Kita harus berangkat ke kantor polisi," ucap Kinara sambil meremas kemeja Arjuna. Dia tidak peduli jika kemeja yang suaminya kenakan itu kusut kembali karena ulah tangannya.Bibir Arjuna masih bertahan di leher Kinara dan satu tangannya dia masukkan ke dalam blouse milik istrinya. Arjuna menaikkan penutup bukit kembar sang istri dan meremasnya pelan."Mas ... uhh," lenguh Kinara."Tambah gede banget, Sayang," ucap Arjuna sambil menggigit pelan daun telinga Kinara."Mas, Sudah dong, nanti kita terlambat, uhh ..."Arjuna seperti tidak mendengar perkataan dari Kinara. Bukannya berhenti, dia justru menarik blouse Kinara keatas hingga terekspos kedua bukit kembarnya yang menantang. "Mas, mau ap--uhh." Kinara mencengkeram rambut Arjuna karena kini bibirnya yang mulai aktif menyentuh dan memanjakan ujung kedua benda kenyal mi
Kinara hanya terkekeh melihat suaminya itu meninggalkan kamar. Menggemaskan! "Ah, capek sekali. Semoga kalian nggak apa-apa ya, Nak." Kinara mengusap perutnya sebentar, kemudian memposisikan tidurnya agar lebih nyaman."Juna dapat telurnya nggak ya? Rasanya nggak bisa tidur kalau nggak makan telur," gumam Kinara."Nggak apa-apa ya Nak, biarkan papa kalian berjuang dong. Pastinya papa akan melakukan apapun untuk kalian dan untuk mama." Kinara berusaha mengajak bicara anaknya yang masih berada di dalam perut.Kinara bosan menyalakan televisi sambil menunggu Arjuna pulang dan membawa telur. Kinara ingat dengan Lisa. Bagaimana keadaan kakak sepupunya itu? Dia harap Lisa baik-baik saja. Kinara mengambil ponselnya yang ada di atas nakas dan mengirim pesan pada ponsel Lisa. Ia mengatakan akan ke rumah sakit besok untuk menjenguknya setelah pulang dari kantor polisi.Setelah selesai menulis chat pada Lisa, Kinara mengambil remot televisi dan mengubah salurannya. Daripada dia bosan tidak mela
"Tapi, kenapa kamu menutupi tubuhmu dengan selimut? Dingin?" tanya Arjuna. "Nggak! Sebenarnya...."Kinara malu untuk bilang pada Arjuna. Hari ini dengan berani dia menggunakan Lingerie yang ada di dalam lemarinya. Dia tidak tahu kenapa berpikir untuk memakainya dan sekarang dia malu sendiri untuk mengatakan pada Arjuna.Duh, aku jadi malu. Aku harus bilang apa pada Juna, kenapa aku kepikiran memakainya sih? Batin Kinara."Itu ... Aku mau ke kamar mandi dulu," ucap Kinara dan berbalik. Kinara hendak berjalan namun tubuhnya dipegang oleh Arjuna. Kinara tidak bisa melangkah. Dia menunduk karena malu saat Arjuna membalikkan tubuhnya dan memegang dagu Kinara agar mendongak."Kenapa mendadak ingin ke kamar mandi, Hm?" tanya Arjuna dengan nada sensual membuat buku kuduk Kinara merinding."Itu ... Aku ... Mas!" teriak Kinara karena kini selimut yang menutup tubuhnya lolos dan melorot ke bawah.Kinara menunduk untuk melihat tubuhnya yang terbalut oleh Lingerie tipis berwarna merah. Dia malu
Kinara melihat ponselnya dan ada bunyi notifikasi chat dari seseorang yang membuat Kinara terkejut. "Jun...." "Ada apa?"Kinara memberikan ponselnya pada Arjuna. Ada chat dari nomor yang tidak di kenal. Isi chat itu menanyakan apakah benar ini adalah nomor Kinara. Ia tidak tahu chat dari siapa itu, dan apakah teror itu belum berakhir? Seharusnya sudah berakhir karena Arya dan Handika sudah tertangkap. Kinara terkejut, karena ia masih trauma dengan sms nomer asing. Arjuna melihat isi chat dari ponsel Kinara. Ia mencatat nomer itu di ponselnya dan memberikannya kembali pada Kinara. "Seharusnya teror itu sudah berakhir, Kinar. Tapi, aku harus memastikan lagi, aku akan minta Argan untuk menyelidikinya. Sekarang kita makan dulu," ucap Arjuna sambil memegang tangan istrinya itu. Arjuna tahu Kinara cemas dengan chat itu dan ia harus menenangkannya. Kinara sedang hamil anaknya dan Arjuna tidak ingin istrinya itu cemas, banyak pikiran dan berpengaruh pada bayi mereka. "Jangan dipikirkan,
Setelah mengunjungi Lisa dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Safira dan Rama menyuruh Arjuna dan Kinara pulang ke rumah. Sebenarnya Rama juga meminta Safira pulang dan istirahat, namun Safira bersikukuh untuk menemani Lisa di rumah sakit. Dia harus memastikan Lisa segera sembuh dan merawat anak menantunya itu."Kalian pulanglah. Pastikan Kinar istirahat dengan baik, Jun. Kinar sedang hamil dan ibu nggak mau kesehatannya menurun.""Baik, Bu. Ibu yakin nggak pulang?" tanya Arjuna."Ibu akan menjaga Lisa, lagipula ibu nggak apa-apa. Satu lagi, Kinar masih syok dengan kenyataan ini. Kamu harus bisa menenangkan pikirannya, Jun," pinta ibu."Baik, Bu."Kinara keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju Arjuna. Safira mendekat dan memeluk Kinara dengan hangat."Istirahat ya, Kinar. Jangan banyak pikiran, yang terjadi sudah terjadi. Sudah menjadi jalan bagi Arya untuk mendekam di penjara," ucap Ibu."Iya, Bu. Kinar berusaha melupakan kejadian hari ini dan menata hati untuk ikhlas meneri