Share

06. Siasat Yudha

Dalam ruangan berukuran empat kali empat persegi panjang, Shofi tentu saja bisa mendengar suara kasak kusuk yang terjadi di mushola bagian depan shaf laki-laki.

Dengan sedikit menyibak kain berwarna hijau sebagai pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan, ia melihat Yudha yang berkeringat dingin mengucur deras karena terkejut ditunjuk jadi imam salat magrib. Shofi menyeringai mengejek Yudha dalam hati ia membatin.

'Rasain kamu, Yudha. Pasti kamu gak bisa mimpin sholat kan? Kita lihat saja, pasti kamu akan cari alasan untuk kabur.' Shofi tertawa bersama pikiran jeleknya, ia tidak sabar menunggu untuk mengejek Yudha nanti.

Suara iqomat pun diserukan oleh seseorang jamaah laki-laki, tandanya makmum segera bersiap di shaf masing-masing salat magrib tiga rakaat akan segera di mulai.

"Bismillahirrahmanirrahim ...."

"Alhamdulillahirobbil 'alamin ...."

Suara itu ... begitu merdu dan bersih, lagunya pun enak didengar. Siapa dia? Hati Shofi bergetar kencang. Apakah benar Dia adalah Yudha? Tidak mungkin! Pasti orang lain. Jikalau itu memang Yudha, gimana? Tidak! Pasti orang lain. Dalam pikiran Shofi muncul berbagai prasangka-prasangka tentang Yudha, begitu mengganggu pikirannya hingga ia shalat jadi tidak khusyuk.

"Aamiin!"

Shalat magrib pun selesai, begegas Shofi memajukan badannya dan menyimak kain pembatas itu lagi untuk melihat siapa imam salat magrib barusan.

Deg! Yudha! Jadi .... 

Benar adanya, suara yang merdu dan bacaannya bagus barusan adalah Suara Yudha. Shofi, shock. Dalam pikirannya Yudha tidak mungkin bisa, melihat dari penampilannya juga gayanya yang sedikit Arrogant dan cool serta suka maksa dan kadang juga kejam bagaimana mungkin. Siapa sebenarnya Yudha? Oh rasanya kepala Shofi akan meledak.

"Sudah siap kamu?" tanya Yudha saat mereka keluar dari mushola itu.

"Iya, sudah," jawab Shofi singkat.

"Ayo, kita makan malam, perutku minta diisi, nih."

"Tapi ...."

"Gak ada tapi-tapian!"

"Aku masih kenyang Yud," alasan Shofi.

"Sebaiknya kamu nurut aja kalau tidak mau kugendong seperti beberapa waktu lalu," ancam Yudha.

Melihat Shofi hanya bengong seperti ruhnya yang tidak berada di dalam raganya, Yudha langsung menarik tangan perempuan bermata bening itu.

Tuh! Kan, lagi-lagi Yudha suka memaksakan kehendaknya. Shofi jadi kesel. Shofi pasrah, ia hanya bisa mengikuti langkah Yudha dengan hentakan kakinya. Yudha tersenyum geli melihat tingkah Shofi.

***

Mobil sport berwarna Hitam itu pun berhenti di parkiran depan sebuah restoran mewah. Di samping restoran itu terdapat beberapa gazebo. Yudha berjalan ke salah satu gazebo dan diikuti Shofi dari belakangnya.

"Selamat malam, silahkan, ini buku menu dari restoran kami."

"Terima kasih," ujar Shofi, yang telah duduk di dalam pondok berbahan kayu tersebut dengan senyum manis.

Yudha melihat senyum Shofi yang begitu menawan dan tulus, menimbulkan getaran di hatinya. Mereka lalu memesan makanan.

"Kamu pasti ingin mengejekku tadi, betulkan?" todong laki-laki bermata elang itu.

"Jangan bermimpi, ye, itu tidak akan terjadi," 

"Huh, jumawa banget, kamu!" Shofi jengah melihatnya.

Sial, ternyata Yudha sungguh tampan, apalagi melihatnya dalam jarak dekat. Ehhh ... tunggu, kenapa aku memujinya? Batin Shofi, ia menggeleng cepat.

"Kamu begitu menggemaskan, ingin rasanya aku menciummu," kata-kata Yudha membuat darahnya mendidih. Yudha tersenyum geli melihat tingkah Shofi, rasanya hari-hari yang akan datang tidak bisa ia lewati tanpa menggoda perempuan bergigi gingsul itu.

"Yudha ...."

"Iya, ada apa, hmm?" Yudha asik dengan gawainya.

"Carilah perempuan lain yang lebih baik dariku dan tentunya lebih muda."

Yudha meletakkan gawai yang sedari tadi ia pengang, "Kalau aku tidak mau, kamu mau apa?" tanya Yudha dengan tatapan tajam.

"A-aku ...!" Shofi berhenti melanjutkan kata-katanya karena seorang pelayan datang membawakan menu yang mereka pesan tadi. Shofi mengurungkan niatnya untuk membahas masalah itu lagi di saat rejeki terhidang di atas meja.

Malam Minggu yang tidak terduga oleh Shofi. Namun, telah disusun matang oleh Yudha, sungguh cerdas memang. Karena itulah Yudha bisa lulus kuliah lebih cepat dari teman-temannya. Ia baru menyelesaikan sidangnya dan tinggal menunggu wisuda.

"Ayo, kita pulang," ajak Yudha setelah mereka selesai makan.

"Iya," jawab Shofi singkat.

Yudha membayar semua tagihan di kadir, dan Shofi berjalan ke area parkir. Seorang perempuan nabrak Shofi.

"Oh, Maaf!" Shofi menunduk.

"Hei, lihat siapa ini? Kakak kenal gak?" tanya perempuan itu kepada laki-laki yang ada di sampingnya.

"Siapa? Masa Kakak lupa sih?"

Laki-laki itu menatap tajam ke arah Shofi.

"Oh, rupanya si kere, Shofi," laki-laki itu mengejek Shofi dan tertawa mengejek.

"Punya duit kamu makan di tempat mehong ini? tanya Ella sinis dan menghina.

"Kak Juven?" Shofi menerka.

"Jangan panggil aku, Kakak! Kita tidak punya hubungan lagi setelah papamu meninggal!"

"Kak, pasti dia lagi bersama lelaki hidung belang, kalau tidak mana mungkin dia bisa makan di tempat mewah ini," ujar Ella.

"Oh, begitu ... jadi berapa tarifmu,hah? Biar aku promosi kan" Tangan Juven bersiap hendak memegang dagu Shofi.

"Arrghhh!"

Tiba-tiba tangannya dipelintir oleh seseorang, dan sebuah tinju keras menghantam pipinya. Darah segar mengucur dari sudut bibirnya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status