Brukkk
Seketika Juven terjatuh, tinju dari Yudha sungguh keras.
"Bersikaplah sopan pada wanita, Bung!"
"Kurang ajar! Siapa kamu, hah? Berani ikut campur urusanku?" Juven mendengus kasar.
"Aku adalah calon suaminya! Kuingatkan sekali lagi, jangan berurusan dengan Shofi kalau tidak mau sengsara!" ancam Yudha. Shofi dan Ella terbelalak mendengar kata-kata Yudha.
"Beraninya kamu!"
"Kak, sudah Kak, ayo kita pergi!" Ella membawa Juven pergi dari area parkir masuk ke salah satu gazebo, sebelum melangkah ia masih menatap Yudha untuk sesaat. Dia masih memuja dan mengharapkan lelaki macho itu.
"Kamu, gak apa-apakan?"
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"
Yudha menarik tangan Shofi berjalan ke mobilnya. Yudha mulai membawa mobil dengan kecepatan sedang, suasana hening Yudha maupun Shofi tenggelam dalam pikiran masing-masing.Tidak lama kemudian mobil Yudha sampai di depan rumah kontrakan Shofi. Yudha turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Shofi, mereka berdua masuk ke rumah.
"Assalamualaikum." Shofi memberi salam.
"Waalaikum salam," jawab, Nek Anum, "ehhh, ada Nak Yudha.'
"Iya, Nek. Nenek sehatkah? Ini Yudha belikan nasi bebek bakar."
"Wah, jadi repotin, Nak Yudha."
"Tidak apa -apa, Nek," ujar Yudha dengan senyum manis.
"Baiklah, Yudha pamit dulu ya, Nek."
"Hati-hati di jalan, Nak."
"Aamiin." Yudha lalu mencium punggung tangan Nenek Anum. Shofi mengantar Yudha sampai di halaman rumah.
"Sini!"
"A-apa?" tanya Shofi bingung, alisnya menyatu.
"Sini! Buruan!"
"Nggak, ahhh! Nanti dilihat tetangga ...."
"Sini, handphonemu! Kamu kira aku mau apa, hah? Ngeres nih pikirannya."
"Auhh ... sakit!" Wajah Shofi memerah dan ia memegang kepalanya yang kena jitak Yudha. Malu pasti, sudah menuduh Yudha secara tidak langsung. Yudha memasukkan nomor teleponnya ke dalam handphone Shofi.
"Ini, kubalikin. Nanti, kuhubungin setelah tiba di rumah."
Shofi mengambil gawainya dan merekapun berpisah. Shofi lalu masuk ke dalam rumah menemui Neneknya.
"Sudah pulang, Yudha, Shof?" tanya Nek Anum.
"Sudah, Nek! Shofi menyiapkan makan Neneknya.
"Jalan kemana saja tadi sama Yudha?"
"Ke Mall Aston lalu makan Nek, oh iya Nek, tadi Shofi ketemu sama Ella dan Juven saat mau pulang!" Shofi mengadu pada Neneknya.
"Pasti mereka bikin masalah lagi padamu, kan?"
"Kok, Nenek tahu? Wah ... hebat nih Nenek."
"Yah, tahulah, Shofi. Nenekmu ini telah melewati kehidupan yang penuh dengan asam garam."
"Shofi, Nenek lihat Yudha itu anak yang baik dan apa Dia sedang mendekatimu?"
"Entahlah, Nek. Shofi tidak tahu." Wajah Shofi pias.
"Nenek rasa kalian cocok."
"Tapi, Nek ...."
"Cinta itu anugrah terindah dari Tuhan, ia datang begitu saja tanpa diminta."
"Tapi, Nek ... Shofi tidak yakin. Usiaku dan Yudha terpaut jauh, Seketika wajah Shofi jadi murung.
"Cinta tidak pandang usia Shofi, jangan jadikan itu sebagai alasan. Biarpun Yudha lebih muda darimu, tapi Nenek bisa lihat cintanya tulus padamu dan lebih dewasa."
Shofi tertegun sejenak mendengar kata-kata Nek Anum, pikirannya menerawang pada kejadian yang baru di alaminya. Ia dapat merasakan kesungguhan Yudha. Akan tetapi, ia tidak pernah meminta seorang jodoh yang lebih muda darinya. Bisa saja Yudha hanya mempermainkannya, itulah yang membuat Shofi takut.
Malam semakin larut Shofi bersiap untuk tidur. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur usang, badannya terasa ngilu dan pegal.
Ping!
Sebuah nada terdengar dari gawainya tanda ada pesan singkat masuk. Shofi beranjak malas mengambil alat pipih itu di nakas. Lalu ia geser tombol warna hijau, sebuah pesan masuk atas nama Yudha.
[Hai, wanitaku, met bobok syantik ya, Sayang] diakhiri emoji kiss.
"Ihhh ... amit-amit," ujar Shofi bergidik membacanya.
Shofi kembali ke layar utam, ia mengklik gambar profil nomor telepon Yudha, terpampang jelas sebuah photo laki-laki macho, rupawan, dengan tubuh atletis sedang duduk di atas Moge mewah. Bohong, kalau Shofi tidak mengakui ketampanan Yudha, Shofi tidak membalas pesan itu, ia anggap lalu.
Dreet .... Dreet .... Dreet .... Dreet ....
"Huh! Siapa sih ? Nganggu tidurku saja, ahhh!" Shofi melihat itu panggilan dari Yudha, lalu ia pun mengabaikannya. Namun, Yudha masih saja menelpon membuat Shofi semakin kesal.
"Hello ... ada apa sih, aku mau tidur, tahu?" tanya Shofi kesal jam tidurnya terganggu.
"Siapa suruh gak balas pesanku? Inilah akibatnya."
"Met, bobok!"
"Yang lembut kenapa?"
"Uwuhhh ... met bobok Tuan Yudha yang ganteng," ucap Shofi dengan suara dipaksakan.
"Nah, gitu dong, cantik. Cup muuahh!"
Seketika mata Shofi membulat dan kesal.
"Bye," ucap Shofi, lalu mematikan sambungan teleponnya. Memulai merajut mimpinya.
***
Sebuah panggilan bernada khusus bergema dari gawai Yudha di pagi hari yang cerah. Ia yang sedang rebahan di atas kasur bergegas meraih alat pipih itu. Terpampang sebuah nama, CINTA PERTAMA.
Seketika hati Yudha berdetak kencang, rasa hangat menjalar di seluruh tubuh. Rindu yang ia tahan selama ini akan terbalas kali ini. Segera Yudha menjawab panggilan itu.
"Hallo ... Sayangku!" Suara lembut di seberang menyapa Yudha.
Bersambung ....
Hai gaes, ketemu sama Cean lagi nih .... Wow, cinta pertama Yudha menghubunginya, lalu apakah Yudha akan berpaling dari Shofi ? Ikuti bab berikutnya gaes😍😘
"Hallo, Cantik ...." Yudha menyapa perempuan di seberang telepon."Bagaimana keadaanmu di sana?" suara merdunya terdengar syahdu."Alhamdulillah ... tentu sangat baik, jangan kawatir, Sayang," ujar Yudha riang."Wah, sepertinya ada yang sedang berbunga-bunga hatinya, hem?""Ohh, biasa saja, kok.""Sungguh? Kalau begitu, aku akan segera pulang.""Serius, nih? Atau hanya PHP doang seperi tahun-tahun sebelumnya?" Ada nada kecewa dalam ucapan Yudha."InsyaAllah, lusa ... Cinta, akan pulang. Tentu, aku ingin sekali mendengar keseruan kisahmu bersama si Dia.""Wowowww.""Cepet banget nih isu tersebar sampai ke London, hem?" tanya Yudha dengan senyum sinisnya."Tentu, dong. Cinta ... gituloh."Yudha dan perempuan yang di panggil namanya Cinta itu tertawa bareng, tidak lama kemudia telpon diakhiri.Tidak buang waktu Yudha segera menelpon Rio, sahabatnya."Rio, kamu di mana? Segera jemput a
Yudha segera melepaskan tangan Shofi, lalu ia mengambil gawainya yang terletak di atas meja kantin dan menekan tombol berwarna Hijau."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Suara merdu terdengar dari seberang telepon."Ada berita apa pagi ini sudah menelpon diriku yang ganteng ini, Cintaku?" tanya Yudha, matanya sambil menatap wajah Shofi yang seketika berubah menjadi sendu."Besok jemput aku ya, Sayangku.""Sungguh! Cinta, akan pulang besok? Tidak sedang memberikan harapan palsukan?" Wajah Yudha tampak riang gembira, matanya berbinar. Senyum manis terukir jelas di sudut bibirnya, sementara Shofi telah kembali ke kasir."Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi," ucap Cinta."Sampai ketemu besok, Cintaku." Sambungan telepon seluler dimatikan Yudha, lalu ia menenguk minumam yang telah dipesannya tadi hingga habis. Yudha bergegas meninggalkan kantin, hatinya diselimuti perasaan bahagia. Ryo pun menyusul Yudha setelah membayar semu
"Hei .... Tunggu!" Seorang pemuda berkaca mata tebal tampak berhenti di trotoar, napasnya begitu memburu. Ia terlihat ngos-ngosan kedua tangannya memegang lututnya lalu ia berdiri tegak sesaat kemudian kembali memengang lututnya."Dodi! Kamu gak apa-apakan?" Tiba-tiba, suara Yudha mengejutkan Dodi hampir membuat ia terjatuh. Dodi adalah si kutu buku, teman satu kelas Yudha."Sho ... Sho ...." Dodi terbata-bata, sambil menunjuk kearah jalan napasnya belum setabil dan dia punya riwayat penyakit asmah."Iya, Do, tenang dulu baru ngomong. Tarik napas hembuskan perlahan, Yudha mencoba mengajari Dodi sementara Ryo berada di kantin."Yuud, sho ... fi, di ... cu ... lik!""A-apa?""Siapa yang menculiknya? Pakai mobil apa? Ke arah mana mereka pergi?"Yudha mulai panik, melihat Dodi belum memberikan jawaban segera Yudha memekik Ryo."Ryo!" Suara Yudha bergema begitu kencang tak kalah dengan suara Guntur.Ryo Mendengar Yudha memekik nama
Mobil Avanza Hitam yang dikemudikan oleh para preman itu menyadari kalau mereka sedang dikejar mobil polisi. Mereka pun semakin mempercepat lajunya mobil. Saat lampu lalulintas dari warna kuning berganti ke warna merah mobil itu melesat menerobos dengan kencang."Sial! Kita kehilangan jejak mereka," ujar salah satu polisi.Sementara itu polisi yang duduk di sebelah segera memberikan informasi lewat alat khusus seperti radio kepada semua tim polisi yang bersiaga, "Dari tim 2, para penculik lolos menerobo lampu merah di titik 7."Yudha mendengar informasi itu dengan kecepatan tinggi mobil melaju menuju kejalan pintas, ia tahu jalan itu terhubung ke jalan utama di sebelah timur.Wusssh!Mobil melesat kencang membelah langit senja yang mulai gelap dan bergantian dengan sinar rembulan. Sampailah Yudha di titik persimpangan timur, Yudha memarkir mobilnya di samping sebuah bangunan kosong lalu ia mematikan mesin mobilnya."Yud, kok berh
Yudha mengeluarkan aura membunuhnya, tatapan matanya dingin menusuk kejantung tiga preman di depannya. Seketika terasa beku dan membuat ciut nyali mereka. Rio menatap Yudha ngeri, karena belum pernah dia melihat Yudha begitu menyeramkan. Rio bergegas menuju ke arah Shofi dan melepaskan ikatan di tangan dan menutup badan Shofi dengan jaket yang Yudha berikan padanya. Seraaang! Suara Juven terdengar. Ketiga preman itu melompat ke arah Yudha bersamaan. Yudha dengan gesit dan lincah tentunya berkecepatan tinggi membuat tiga preman itu terkena pukulan bertubi-tubi dari Yudha. Melihat anak buahnya mulai kewalahan menghadapi Yudha, Juven segera kabur lewat pintu belakang. Ia masuk kedalam mobilnya, secepat kilat Juven menghilang. Sungguh pecundang! Tak butuh waktu lama ke-tiga preman itu terkapar di lantai tidak sadarkan diri. Yudha segera menghampiri Shofi, dan memeluk erat wanitanya itu. Tangis Shofi tidak terbendung lagi, badannya geme
Cuaca cerah di pagi hari yang begitu terasa indah oleh Yudha, hatinya yang mulai berdegub pelan terus berpacu cepat dan semakin cepat membuat ia tampak gelisah. Yudha, menitipkan Shofi pada Rio, dan meminta Rio untuk menjaganya. Sementara Yudha pergi menjemput Cinta.Kini, ia telah berada di bandara untuk menjemput cinta pertamanya, yang telah terpisah beberapa tahun terakhir ini. Sebelumnya, Yudha sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Saat ini, ia terlihat begitu tampan dengan baju kaos warna putih dipadukan dengan celana jeans warna Hitam. Matanya yang tajam tertutup oleh kaca mata Hitam yang bermerk terkenal, ia semakin mempesona.Yudha berdiri di area arival, kedua tangannya ia masukkan kedalaman saku celana yang ada disisi kanan dan kiri. Tidak lama kemudian, dari kejauhan Yudha melihat seorang wanita cantik sedang menarik travel bag berjalan dengan anggunn
Setelah selesai makan Shofi kembali ke atas pembaringannya, Yudha menemani Shofi, ia duduk di sebuah kursi yang ada di samping tempat tidur Shofi dan menghadap ke arah shofi. Saat Shofi menoleh terlihat jelas lelaki macho itu sedang sibuk dengan gawainya. Baru kali ini Shofi melihat wajah Yudha dari jarak dekat, Shofi sungguh terpesona dengan ketampanan Yudha. Alis mata hitam dan tebal, matanya sedikit sipit dan tajam di tambah hidungnya yang mancung juga bibir yang tidak begitu tebal semakin memberi kesan dingin dan arrogant. Namun, kenyataannya sangat mengejutkan, Yudha bisa bersikap romantis pada Shofi. *Apa yang kamu lihat, hmmm?" tanya Yudha pada perempuan yang bergigi gingsul itu. "Eh ... ti—tidak ada kok," elak Shofi, menundukkan wajahnya yang memerah karena malu ketahuan mencuri pandang padanya. Yudha terkekeh melihat tingkah Shofi. "Uhuk ... uhuk! Rio yang semula duduk di ruang tamu pura-pura batuk mendengar perbincangan mereka.
Cinta itu tidak mengenal usia, bila rasa telah tertancap di dalam dada langkah seterusnya adalah memperjuangkannya. Begitu juga dengan Yudha, ia akan memperjuangkan cintanya. Pagi ini adalah hari dimana Shofi akan mulai bekerja kembali, setelah kejadian penculikan beberapa waktu lalu. Shofi telah berjanji pada neneknya akan bangkit dari keterpurukan mental. "Nek, Shofi berangkat dulu ya." Shofi mencium tangan tua itu dengan takzim. "Iya, hati-hati di jalan ya," pesan Nek Anum. "Iya, Nek. Assalamualaikum." "Waalaikum salam." Shofi keluar dari pintu rumahnya, dan berjalan ke arah halte bus. Ia pergi ke kampus dengan naik angkutan umum. Tin! Tin!Tiba-tiba suara klakson mobil berbunyi di samping Shofi. Perempuan berkulit bersih itu menoleh. "Shofi, ayo kuantar." "Baiklah!" Shofi lalu masuk ke dalam mobil Yudha. "Kamu sudah baikan?" tanya Yudha. "Alhamdulillah, sudah," jawab Shofi deng