Share

Bab 02

Author: Syahfa Thea
last update Last Updated: 2025-06-05 12:33:01

"Dor! Kejut..."

“A-apa yang kamu lakukan, Mas?” teriakku saat membuka pintu kamar Mas Niko, ingin memberikan kejutan untuknya.

Tapi teriakanku terhenti begitu saja. Aku membeku di tempat. Kejutanku berubah menjadi keterkejutan yang luar biasa.

Pandanganku tertuju pada ranjang. Nafasku memburu, dadaku sesak. Kaki terasa berat untuk digerakkan. Mulutku terkunci rapat. Aku hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan pemandangan di depanku—sesuatu yang tidak pernah kubayangkan akan kulihat.

Di sana, di atas ranjang Mas Niko, aku melihat sepasang manusia tengah beradu peluh, berbagi saliva dengan rakus. Saling menyerang, saling bertahan.

Aku seperti sedang menonton adegan film dewasa secara langsung. Tapi yang lebih menyakitkan, aktor utama dalam pertunjukan itu adalah Mas Niko, kekasihku sendiri!

“M-Mas Niko... A-apa yang kamu lakukan?” suaraku bergetar, nyaris tak terdengar.

Niko menoleh cepat. Wajahnya yang tadinya dipenuhi gairah berubah pucat pasi. Ia tampak kaget dan panik. Dengan gerakan terburu-buru, ia langsung menjauh dari wanita itu, meraih celana pendek yang tergeletak di lantai, lalu mengenakannya dengan canggung.

"Jing—Jingga! Kenapa kamu ada di sini?"

Ia tergagap, suaranya sedikit bergetar.

Sementara itu, wanita yang ada di ranjangnya buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Aku tidak mengenalnya. Tapi melihat caranya bersikap begitu santai, aku yakin ini bukan pertama kalinya dia berada di sini.

Air mata mulai menggenang di mataku. Dadaku naik turun dengan cepat.

"Tega kamu ya, Mas," suaraku mulai bergetar. "Kamu bilang mau lembur. Jadi ini yang kamu maksud dengan lembur sampai malam?!"

Isak tangisku pecah. Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang kulihat.

“D-dengar dulu, Jingga! Ini tidak seperti yang kamu lihat,” Niko mencoba membela diri.

Aku tertawa getir. "Tidak seperti yang aku lihat?" tanyaku sinis. "Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, Mas! Kamu berselingkuh dengan wanita lain!"

Aku menggigit bibir, menahan sesak yang semakin menjadi-jadi. "Aku sudah lima tahun bersamamu. Aku selalu setia, selalu percaya padamu! Tapi ternyata kamu membalasnya dengan cara seperti ini?”

Niko terdiam. Tak bisa membantah.

Tiba-tiba, wanita itu menyela dengan nada kesal. "Dia siapa, Niko? Kenapa tiba-tiba masuk ke apartemenmu? Bahkan berani masuk kamarmu?"

Aku menoleh tajam ke arahnya. Tapi sebelum aku sempat membuka suara, Niko buru-buru menjawab.

“Dia mantan pacarku,” ucapnya tenang, seperti tidak merasa bersalah sama sekali. “Dia masih belum bisa move on. Dia masih mengharapkan aku kembali. Dulu aku memang pernah memberinya kunci apartemen, dan sepertinya dia lupa kalau hubungan kami sudah lama berakhir.”

Aku tercekat. Napasku berhenti sesaat.

"Mantan?" suaraku nyaris tak terdengar. Aku menatap Niko dengan nanar. "Sejak kapan kita putus?"

Niko menghela napas panjang sebelum menatapku dengan tatapan penuh keangkuhan.

“Hubungan kita sudah lama berakhir, Jingga. Aku hanya belum mengatakannya langsung padamu.”

Lututku terasa lemas. Tanganku mencengkeram kusen pintu untuk menahan tubuhku yang nyaris limbung.

“Kamu bohong...” aku menggeleng tak percaya. "Kita masih bersama, Mas! Bahkan bulan depan kita akan menikah! Kenapa tiba-tiba kamu bilang kita sudah putus?!"

Alih-alih terlihat menyesal, Niko justru tampak tidak peduli.

"Karena kita memang tidak selevel, Jingga,” katanya ringan, seolah kata-katanya tidak akan melukaiku.

Aku terdiam.

"Kamu hanya gadis yatim piatu," lanjutnya dengan nada merendahkan. "Hanya karyawan biasa, hanya lulusan SMA. Sementara aku? Aku lulusan S1, dari keluarga berada, dan sekarang sudah diangkat menjadi direktur keuangan di perusahaan tempatku bekerja. Kita berbeda, Jingga. Aku butuh seseorang yang setara denganku.”

Duar!

Seperti ada sesuatu yang meledak di dalam kepalaku. Hati ini terasa seperti dihancurkan berkeping-keping.

Selama ini, aku berusaha keras untuk menjadi pasangan yang baik untuknya. Aku rela berkorban, bekerja keras, bahkan mendukungnya saat dia jatuh. Tapi sekarang, dia menganggapku rendah hanya karena statusku?

Aku mengepalkan tangan. Air mata terus mengalir, tapi kini bercampur dengan kemarahan yang menggelegak di dada.

"Kenapa masih di sini?" suara wanita itu kembali terdengar, nadanya penuh penghinaan. "Mas Niko sudah tidak menginginkanmu lagi. Pergilah."

Aku menoleh padanya. Mata kami bertemu. Tatapanku begitu tajam hingga aku melihatnya sedikit menegang.

Tapi aku tidak akan membuang waktu untuk meladeni perempuan murahan ini.

Aku mengalihkan pandangan kembali pada Niko.

Langkahku maju ke arahnya. Niko tampak waspada, tapi sebelum sempat mundur—

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.

Ruangan seketika sunyi.

"Dasar brengsek! Pengkhianat! Tidak punya hati! Laki-laki tidak tahu diri!" suaraku melengking penuh emosi. "Dulu, saat ekonomi keluargamu hancur, siapa yang selalu ada untukmu? Siapa yang membantumu bertahan? Aku, Niko! Aku! Tapi sekarang, setelah hidupmu lebih baik, kamu malah memperlakukanku seperti ini?" Disertai air mata yang mengalir deras di pipiku. Sakit rasanya hati ini.

Niko mengusap pipinya yang memerah. Matanya membelalak, jelas terkejut dengan reaksiku. Mungkin kurasa saking kagetnya dia tidak bisa bicara.

Aku menarik napas panjang, lalu menatapnya tajam. Kemudian tersenyum sinis menyertai tangisku.

"Kamu mau putus? Oke! Aku tidak peduli lagi! Kamu pikir hanya kamu satu-satunya laki-laki di dunia ini yang bisa mencintaiku? Lihat saja, Mas Niko! Aku akan menemukan seseorang yang jauh lebih baik darimu!"

Tanpa menunggu jawaban, aku berbalik dan melangkah keluar dari apartemen laknat itu.

Air mataku terus mengalir sepanjang perjalanan. Langkahku cepat menuju lift.

Sambil berjalan, aku segera merogoh tasku. Ingin mengambil ponselku di sana. Berniat memesan ojek online lewat aplikasi hijau.

Aku membuka ponsel, memesankan ojek online untuk segera menjemputku. Aku ingin cepat sampai ke rumah dan menangis sejadi-jadinya di kamar.

Hatiku hancur berkeping-keping.

Pernikahan yang seharusnya terjadi sebulan lagi kini hanya tinggal mimpi. Lima tahun hubungan yang kubangun dengan penuh cinta dan kesetiaan, berakhir begitu saja dengan penghinaan. Aku sudah berkorban begitu banyak untuk Mas Niko. Tapi dia malah mengkhianatiku.

Dasar be-rengsek!

Dasar Ba-jingan!

Laki-laki tidak tahu diri!

Aku terus mengumpat sepanjang jalan. Marah dan kecewa berpadu menjadi satu. Meluluh lantakkan isi hatiku. Tidak peduli ada beberapa orang yang berpapasan denganku yang memperhatikanku. Pokoknya saat ini aku ingin marah sekaligus menangis.

Aku sudah berdiri di depan lift. Menunggu pintu lift terbuka.

Tringg!

Notifikasi dari aplikasi ojek online berbunyi bersamaan dengan bunyi pintu lift yang terbuka.

Aku langsung masuk ke dalam lift yang kebetulan kosong. Sambil bersandar di dinding kaca dalam lift, aku menatap layar ponsel. Nama driver ojek online yang kutunggu muncul di layar.

Bambang.

Aku menghela napas panjang. Berarti nama pengemudinya Bambang. Aku segera menyimpan kembali ponsel ke dalam tas. Sambil menatap pintu lift yang tertutup.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 63

    "Bagaimana penyelidikannya, Hendrik?" Tanya Putra pada laki-laki yang Kesya bilang anak buah papa. Entah papa siapa maksudnya. Hendrik ditugaskan Putra untuk memeriksa cctv apartemennya saat kejadian Jingga mengalami pendarahan dan pingsan. "Buruk, Tuan. Rekaman cctv di apartemen anda saat kejadian, rusak," lapor Hendrik, menyesal. "Rusak?! Kok bisa?" Putra kaget mendengar laporan Hendrik. "Sepertinya ada seseorang yang sengaja merusaknya." "Hah! Ada yang sengaja merusaknya?" Putra semakin kaget. Karena yang dia tahu di apartemen mereka terkenal keamanan nya sangat ketat. Hendrik mengangguk. "Benar Tuan." Putra langsung mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Dengan kejadian cctv rusak membuat dugaan Putra semakin kuat. Kalau ada seseorang yang masuk unit apartemennya dan hendak mencelakai Jingga. Yang jadi pertanyaan kenapa Jingga tidak bicara. Tidak mau mengatakan apa yang telah terjadi. "Kamu sudah menghubungi pengelola apartemen? Terutama pengawas cctv nya?""Sudah, Tua

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 62

    Beberapa jam setelah tindakan medis.Jingga masih belum sadar. Di sampingnya ada Putra yang sedang menunggunya dengan kecemasan masih menghantuinya.Meski dokter sudah mengatakan kalau Jingga dan calon anaknya selamat, tetap saja melihat istrinya belum sadar juga, Putra merasa khawatir. Apalagi melihat wajah Jingga yang pucat, semakin membuatnya khawatir. Sementara Jingga. Dia masih berada di dalam alam tak sadar saat detak mesin monitor terdengar samar di telinganya. Ada bau antiseptik yang menusuk hidung, membuat kesadarannya perlahan kembali. Cahaya putih dari langit-langit rumah sakit menyilaukan matanya saat ia membuka kelopak matanya yang berat.Sekujur tubuhnya lemas, seolah baru kembali dari tempat gelap yang nyaris menelannya bulat-bulat."Aku dimana?" Bisik Jingga, serak. Masih belum sadar sepenuhnya dan belum menyadari apa yang terjadi. Mendengar bisikan Jingga, Putra yang duduk sambil melamun sambil memegang tangan Jingga, tersadar dari lamunannya. Segera menatap wajaah

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 61

    Malam ini dengan tergesa-gesa Putra menaiki motornya yang sejak siang dia parkirkan di basemen apartemen Keysha. Karena dia merasa terlambat pulang. Dan takut Jingga marah. Sebenarnya Putra sudah berniat pulang lebih cepat hari ini. Pikirannya terus dipenuhi sosok Jingga yang sedang hamil muda. Kehamilan Jingga belum genap tiga bulan, dan ia tahu betul betapa sensitifnya masa-masa awal ini. Tapi hari ini… Azriel berulang tahun yang keempat. Dan anak kecil itu merengek ingin ditemani sampai malam. "Daddy. Ini kan ulang tahun Azil. Masa Daddy mau cepat pergi ninggalin Azil?" Protes Azriel saat melihat Putra bersiap-siap ingin pulang. "Tapi Daddy ada kerjaan, Sayang. Daddy harus pergi." Putra berusaha membujuk Azriel. "Tidak mau! Pokoknya Daddy harus do sini sampai Azil bobo." Azriel keras kepala."Jangan begitu, Azriel. Daddy banyak sekali kerjaan di luaran sana. Azriel ditemani mommy saja ya." Keysha berusaha ikut membujuk. Putra memang selalu merayakan ulang tahun Azriel setiap t

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 60

    ApartemenJam 17.30 WIBJingga baru saja tiba di depan lobi apartemen. Dengan langkah gontai, dia melangkah masuk ke dalam. Matanya sembab, merah, jelas menandakan bahwa ia habis menangis sepanjang perjalanan. Kepalanya tertunduk, seperti tak ingin bertemu tatapan siapa pun.Tanpa berhenti, Jingga langsung menuju pintu lift. Ia menekan tombol menuju lantai lima, tempat unit apartemennya bersama Putra berada. Pintu lift tertutup. Jingga berdiri diam, menatap kosong ke arah pintu. Pikirannya berputar kacau, tak tahu harus memercayai apa dan siapa.Ting!Suara bel lift berbunyi. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan ruang lift yang kosong.Dengan langkah berat, Jingga masuk ke dalam. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding lift, memejamkan mata sejenak, mencoba menahan tangisnya. Namun hatinya terlalu sesak. Air matanya kembali jatuh, satu per satu, tanpa bisa dicegah.Saat pintu lift hampir tertutup kembali, sebuah tangan cepat menahan. Seorang pria masuk. Ia mengenakan topi hitam dan ma

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 59

    Azriel yang sedang bermain mobil-mobilan, mengangkat wajahnya. Tanpa sengaja melihat Putra. Dia langsung berdiri dan tersenyum. Sambil berlari, dia berseru,"Daddyyyy!" Seketika Jingga menoleh ke arah yang dituju Azriel. Dan langsung terkejut,"Dia????" Jingga terdiam sejenak. Merasa familiar dengan sosok jangkung yang di hampiri Azriel. "Dia?" Jingga kembali menyebut kata dia sambil melihat ke arah Keysha. "Dia Daddy nya Azriel?" Namun Keysha menggeleng. "Bukan. Dia bukan Daddy nya Azriel. Dia Mas Hendrik. Pengawal papa yang biasa diam-diam mengikuti kami. "Tapi Azriel memanggilnya Daddy?" "Entahlah. Kenapa Azriel memanggilnya Daddy," jawab Keysha, mengangkat bahunya. Jingga pun terdiam sambil menatap pria yang dipanggil Hendrik itu. Sementara Azriel. Dia berlari ke arah Putra tadi berdiri. Yang kini sudah digantikan oleh Hendrik. "Azriel! Sini sama Om!" Ucap Hendrik sambil merentangkan tangannya ke arah Azriel. "Tidak mau. Azil mau sama Daddy," tolak Azriel. Tidak mau mene

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 58

    "Kamu ada hubungan khusus dengan Pak Adrian?" Tanya Jingga, hat-hati saat dirinya sedang mengerjakan tugas dibantu Yani. "Iya. Kenapa? Kamu pasti iri ya? Hh. Makanya jangan sok suci dan sok jual mahal. Pakai pilih-pilih segala. Akhirnya dapat tukang ojek," jawab Yani, selalu saja bersikap judes dan menghina Jingga, setiap ada kesempatan. Jingga hanya tersenyum. Telinganya sudah kebal mendengar julidan mulut Yani. "Enggak juga. Buat apa itu. Walaupun tukang ojek asal kamu tahu mas Putra itu selalu membuat aku bahagia. Dia memperlakukan aku baik sekali." Jingga memuji Putra, suaminya."Ya jelas baik lah. Dia kan cuma tukang ojek. Kamu sekretaris perusahaan besar. Kalau enggak baik, bisa didepak dia. Di luaran sana, mana ada sekretaris mau menikah dengan tukang ojek." Yani masih dengan mulut pedasnya. Tidak pernah bosan menghina Jingga dan Putra. Jingga tetap tersenyum meskipun dalam hati, ia sedikit perih mendengar perkataan Yani yang terus saja meremehkan Putra. Tapi satu hal yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status