Share

Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa
Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa
Author: Syahfa Thea

Bab 01

Author: Syahfa Thea
last update Last Updated: 2025-06-05 12:31:55

Namaku Jingga. Kependekan dari Jingga Dewi Lestari. Orang lebih suka memanggilku dengan nama Jingga. Usiaku 23 tahun. Hanya lulusan SMA. Bekerja di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang produsen berbagai jenis makanan dan minuman. Sebagai seorang karyawan biasa.

Mungkin karena ijazahku yang hanya SMA, yang membuatku tidak bisa mengejar jabatan ke jenjang yang lebih tinggi.

Meski hanya karyawan biasa. Tapi aku bersyukur bisa bekerja di sana. Sebab gaji yang diberikan kepada setiap karyawan jauh diatas rata-rata gaji UMR.

Kata orang wajahku sangat cantik. Terbukti saat sekolah dulu, banyak yang menyukaiku. Namun hanya satu yang kucintai sejak dulu. Sejak aku kelas tiga SMA sampai sekarang. Dia adalah Niko. Teman setingkatku tapi beda sekolah.

Dengan Mas Niko aku sudah menjalani hubungan pacaran selama lima tahun. Sebulan lagi kami berencana akan menikah.

*

Malam ini sepulang kerja, aku berjalan di koridor sebuah apartemen. Hari ini aku ingin menemui Mas Niko. Laki-laki yang akan mempersuntingku sebulan lagi. Sudah seminggu ini kami tidak bertemu. Karena kesibukan Mas Niko yang sedang dipromosikan jabatan di kantor. Membuat aku tersiksa, dibelenggu rindu yang menggebu pada laki-laki yang sudah mengisi hatiku sejak lima tahun lalu. Padahal baru seminggu yang lalu kami bertemu. Tapi aku merasa sudah berabad-abad lamanya.

“Ah. Mas Niko. Aku kangen sekali padamu. Padahal seminggu kita tidak bertemu. Tapi rasanya sudah terlalu lama,” gumamku, tersenyum bahagia saat membayangkan pertemuan kami. Tingkahku sudah benar-benar seperti mengarah ke penyakit bucin akut. Tapi biarlah. Sama calon suami sendiri ini.

Aku pergi ke apartemennya tanpa memberitahunya dulu. Ingin memberi kejutan kepada Mas Niko.

Aku melihat jam di pergelangan tanganku. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Menurut perkiraan, Mas Niko belum pulang. Sebab tadi laki-laki itu mengirim chat WA ke nomorku. Katanya dia mau lembur. Dan akan pulang larut malam.

Walau tahu dia lembur, tapi aku tetap pergi ke apartemennya. Ingin memasakkan makanan kesukaannya. Agar nanti saat dia pulang, dia tidak kelaparan.

"Ah Mas Niko. Aku semakin tak sabar menjadi istrimu. Agar aku bisa memasakkan makanan untukmu setiap hari," gumamku. Kembali tersenyum bahagia. Sudah tidak sabar lagi ingin menjadi istrinya mas Niko.

Hatiku semakin berbunga-bunga saat langkah kaki ini sebentar lagi akan sampai di apartemen kecintaanku itu. Mungkin hanya tiga pintu unit lagi yang harus aku lewati.

Hingga akhirnya aku tiba di depan pintu apartemen milik calon suamiku itu.

Aku mengambil kunci apartemen yang pernah Mas Niko berikan padaku sebagai akses agar bisa bebas keluar masuk apartemen pujaan hatiku. Ya Tuhan. Sebucin itu aku sama Mas Niko.

Padahal di awal-awal kami hubungan, aku menerima Mas Niko hanya karena tidak ingin dibilang gadis tidak laku. Sebab sudah kelas tiga SMA statusku masih jomblo akut. Padahal banyak sekali yang menyukaiku.

Tapi setelah berjalan satu tahun, malah aku yang bucin padanya sampai sekarang. Eh enggak Ding! Kami sama-sama bucin. Hihi...

Sambil tertawa pelan, kuraih gagang pintu. Ingin memasukkan kunci cadangan yang berbetuk kartu yang diberikan Mas Niko kepadaku. Untuk aksesku masuk. Saat ku masukkan kunci, tanganku berpegangan pada gagang pintu.

'Eh. Kenapa pintunya bisa kebuka? Perasaan aku belum memasukkan kunci itu ke tempatnya. Apakah Mas Niko sudah datang? Apa dia tidak jadi lembur?' batinku, heran.

'Tapi kalau betulan tidak jadi lembur, syukurlah. Itu artinya aku bisa lebih cepat bertemu kekasihku. Calon imamku. Tanpa harus menunggu dia pulang dulu,' batinku lagi, tersenyum semakin merekah.

Perlahan kubuka pintu apartemen dengan hati-hati. Takut kedatanganku terdengar oleh Mas Niko. Hari ini aku ingin memberi kejutan kepadanya dengan kedatanganku.

Lagi-lagi aku tersenyum sendiri. Membayangkan sambutan hangat dengan wajah bahagia penuh kerinduan yang akan Mas Niko perlihatkan nanti seperti biasanya saat kami sudah benar-benar bertemu.

Ah. Rasanya aku sudah tak sabar lagi ingin melihat wajah tampan yang berhasil membuatku selalu merindu dan selalu tersenyum menjalani hari-hariku.

Langkahku langsung menuju kamar calon suamiku itu. Laki-laki tampan yang sudah memacariku selama lima tahun terakhir ini. Dia cinta pertamaku yang tak kurencanakan.

Aku tersenyum kembali saat melihat pintu kamar Mas Niko yang sedikit terbuka. Aku pikir mungkin saat ini Mas Niko terlalu capek. Sehingga datang-datang langsung masuk kamar tanpa menutup pintunya dengan benar.

Hm. Atau mungkin Mas Noko sudah memiliki firasat kalau aku akan datang berkunjung tanpa bilang dulu. Sehingga dia membiarkan saja pintunya tidak terlalu tertutup dengan rapat.

Namun saat tubuh ini sudah benar-benar berdiri di depan pintu kamar. Serta tanganku sudah meraih gagang pintu. Tiba-tiba langkahku terhenti. Kakiku terasa terpaku. Tidak bisa digerakkan saat ku dengar suara aneh dari dalam kamar. Suara yang membuat bulu kudukku merinding. Yang membuat bayangku melanglang buana kemana-mana.

Suara itu sangat menyeramkan. Lebih menyeramkan dari suara hantu yang sering kudengar di film horor.

"Ah Mas. Kamu memang hebat di atas ranjang, Mas. Aku suka."

"Kamu juga, Sayang. Kamu mampu mengimbangi ku. Hingga membuatku menggila karena godaanmu."

Dua kalimat intim dari dua suara yang berbeda jenis kelamin. Yang pastinya biasa dilakukan di atas ranjang. Dan dilakukan oleh sepasang suami istri.

Ya. Di sana. Di dalam kamar Mas Niko. Aku mendengar suara desahan orang bercinta.

Otakku semakin berputar kemana-mana. Membayangkan kejadian apa yang sedang berlangsung di dalam. Pikiran negatif mulai datang menghampiriku.

Namun segera kutepis bayangan itu. Aku tidak boleh berburuk sangka. Selama ini Mas Niko sangat baik, setia dan sabar. Dia tidak pernah meminta lebih dariku. Karena sejak awal hubungan kita sudah berkomitmen kalau kita tidak akan melakukannya sebelum pernikahan. Jadi tidak mungkin dia berbuat macam-macam di belakangku.

"Mas Niko. Aku yakin dia sedang menonton film dewasa. Mungkin dia sudah tidak sabar ingin segera melakukannya denganku," gumamku, tersenyum. Memikirkan hal positif tentang Mas Niko.

Aku segera membuka pintu. Ingin mengejutkan Mas Niko. Aku ingin melihat dia malu-malu kucing karena ketahuan sedang menonton film tak biasa.

Ceklek.

Kubuka pintu lebar-lebar sambil berteriak ingin mengejutkannya,

"Dor! Kejut....A_apa yang kamu lakukan Mas?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 4

    "Aaakkkh!"Aku berteriak sekuat tenaga saat melihat seekor kecoak tiba-tiba hinggap di kakiku. Seketika tubuhku merinding, gemetar hebat. Seolah situasi belum cukup buruk, lampu rumah juga mendadak padam, menambah ketakutanku.Aku membeku di tempat, tubuh menggigil bukan hanya karena ketakutan tetapi juga kedinginan. Handuk dan baju yang tadi kubawa tercecer di lantai. Aku benar-benar panik.Tiga hal yang paling kutakuti: kecoak, kegelapan, dan suara petir."Mbak! Mbak nggak apa-apa?" suara seorang laki-laki terdengar dari luar. Itu suara abang ojol yang tadi mengantarku pulang. Kudengar langkahnya mendekat ke arah pintu."Aakkh! To_tolong!" Suaraku bergetar, tertahan oleh rasa takut yang melumpuhkan."Mbak, saya boleh masuk?" tanyanya lagi, kali ini terdengar lebih cemas.Aku tidak menjawab. Aku bahkan tidak bisa berpikir jernih. Aku hanya bisa menangis dan meracau."Aayah… Iibu… tolong Jingga… Jingga takut…"Hingga tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh bahuku dalam gelap."Mbak… ternya

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 05

    "Saya terima nikah dan kawinnya saudari Jingga Dewi Lestari binti Mustofa dengan maskawin uang lima puluh ribu, dibayar tunai." Suara ijab kabul mengalun dari mulut Abang Ojol. Atas desakan warga, akhirnya malam itu juga aku dan Abang Ojol yang baru kuketahui saat ijab kabul bernama Putra Dewangga, resmi menikah atas paksaan para warga di sekitar rumahku. Dengan mas kawin hanya lima puluh ribu rupiah saja. Sesuai dengan yang ada di saku celananya. Itu juga ongkos ojek dariku yang belum dia kembalikan. Karena dompetnya tertinggal katanya. Aku baru menyadari. Kalau ternyata wajah Abang Ojol itu sangat tampan. Tubuhnya juga tinggi proporsional. Menurutku dari wajah dan tubuhnya tidak pantas jadi seorang tukang ojek online. Yang hanya mengendarai motor bebeknya. Dia malah lebih pantas menjadi seorang pembalap yang menaiki motor sport nya. Tapi sudahlah. Untuk apa memikirkan wajah dan tubuh Abang Ojol bernama Putra itu. "Bagaimana para saksi? Apakah sudah sah!" Teriak Pak ustad yang

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 04

    "Aaakkkh!"Aku berteriak sekuat tenaga saat melihat seekor kecoak tiba-tiba hinggap di kakiku. Seketika tubuhku merinding, gemetar hebat. Seolah situasi belum cukup buruk, lampu rumah juga mendadak padam, menambah ketakutanku.Aku membeku di tempat, tubuh menggigil bukan hanya karena ketakutan tetapi juga kedinginan. Handuk dan baju yang tadi kubawa tercecer di lantai. Aku benar-benar panik.Tiga hal yang paling kutakuti: kecoak, kegelapan, dan suara petir."Mbak! Mbak nggak apa-apa?" suara seorang laki-laki terdengar dari luar. Itu suara abang ojol yang tadi mengantarku pulang. Kudengar langkahnya mendekat ke arah pintu."Aakkh! To_tolong!" Suaraku bergetar, tertahan oleh rasa takut yang melumpuhkan."Mbak, saya boleh masuk?" tanyanya lagi, kali ini terdengar lebih cemas.Aku tidak menjawab. Aku bahkan tidak bisa berpikir jernih. Aku hanya bisa menangis dan meracau."Aayah… Iibu… tolong Jingga… Jingga takut…"Hingga tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh bahuku dalam gelap."Mbak… ternya

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 03

    Aku keluar dari apartemen Mas Niko dengan perasaan sakit. Setengah berlari, aku menuju lift apartemen. Kupencet tombolnya, dan tak lama kemudian, lift yang kebetulan kosong langsung terbuka.Aku masuk dan berdiri di depan cermin dalam lift. Begitu pintu tertutup, kedua telapak tanganku terangkat, menutupi wajahku yang kembali dibanjiri air mata. Aku menangis tersedu-sedu."Niko jahat! Niko brengsek! Niko buaya! Tidak tahu diri! Kamu bilang kita putus karena aku anak yatim piatu. Memangnya kenapa kalau aku yatim piatu? Bukan keinginanku ditinggal mati orang tuaku!" umpatku di sela tangisan, meluapkan kekesalanku yang seharusnya tadi kuucapkan langsung di depan wajahnya."Kamu bilang kita putus karena aku hanya karyawan biasa. Tidak selevel denganmu. Memangnya kenapa kalau aku hanya karyawan biasa? Gajiku tinggi! Bahkan dengan gaji itulah kamu bisa menyelesaikan kuliah D3-mu saat keluargamu kesulitan ekonomi!""Kalau aku memang tidak selevel denganmu, kenapa baru sekarang kamu bilang? S

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 02

    "Dor! Kejut..."“A-apa yang kamu lakukan, Mas?” teriakku saat membuka pintu kamar Mas Niko, ingin memberikan kejutan untuknya.Tapi teriakanku terhenti begitu saja. Aku membeku di tempat. Kejutanku berubah menjadi keterkejutan yang luar biasa.Pandanganku tertuju pada ranjang. Nafasku memburu, dadaku sesak. Kaki terasa berat untuk digerakkan. Mulutku terkunci rapat. Aku hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan pemandangan di depanku—sesuatu yang tidak pernah kubayangkan akan kulihat.Di sana, di atas ranjang Mas Niko, aku melihat sepasang manusia tengah beradu peluh, berbagi saliva dengan rakus. Saling menyerang, saling bertahan.Aku seperti sedang menonton adegan film dewasa secara langsung. Tapi yang lebih menyakitkan, aktor utama dalam pertunjukan itu adalah Mas Niko, kekasihku sendiri!“M-Mas Niko... A-apa yang kamu lakukan?” suaraku bergetar, nyaris tak terdengar.Niko menoleh cepat. Wajahnya yang tadinya dipenuhi gairah berubah pucat pasi. Ia tampak kaget dan panik. Dengan geraka

  • Suamiku Bukan Abang Ojol Biasa    Bab 01

    Namaku Jingga. Kependekan dari Jingga Dewi Lestari. Orang lebih suka memanggilku dengan nama Jingga. Usiaku 23 tahun. Hanya lulusan SMA. Bekerja di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang produsen berbagai jenis makanan dan minuman. Sebagai seorang karyawan biasa.Mungkin karena ijazahku yang hanya SMA, yang membuatku tidak bisa mengejar jabatan ke jenjang yang lebih tinggi. Meski hanya karyawan biasa. Tapi aku bersyukur bisa bekerja di sana. Sebab gaji yang diberikan kepada setiap karyawan jauh diatas rata-rata gaji UMR. Kata orang wajahku sangat cantik. Terbukti saat sekolah dulu, banyak yang menyukaiku. Namun hanya satu yang kucintai sejak dulu. Sejak aku kelas tiga SMA sampai sekarang. Dia adalah Niko. Teman setingkatku tapi beda sekolah. Dengan Mas Niko aku sudah menjalani hubungan pacaran selama lima tahun. Sebulan lagi kami berencana akan menikah. *Malam ini sepulang kerja, aku berjalan di koridor sebuah apartemen. Hari ini aku ingin menemui Mas Niko. Laki-laki yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status