“Ahkk—" Napasku tersengal karena cekikan Risma begitu kuat. Aku juga tidak bisa melawan karena semua anggota tubuhku tidak bisa leluasa bergerak. Rasanya nyawaku sudah berada di ujung tenggorokan.Saat aku hampir menyerah dan sudah pasrah, Risma melepaskan cekikan tangannya. Saat itu juga aku merasa lega dan dapat bernapas kembali.“Apa maumu?” Akhirnya aku bisa bicara dan bertanya padanya.“Lepaskan Burhan!”“Dia suamiku, tidak akan kulepaskan,” jawabku. Meski sebenarnya aku tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Risma namun entah mengapa jawaban itu yang kuberikan padanya. Risma mendekatkan wajahnya, aku sangat ketakutan dengan wajah seramnya yang hanya berjarak satu jengkal denganku. “Mas Burhan hampir saja menjadi suamiku seandainya hari itu kami tidak tenggelam. Gara-gara kamu, perahu yang kami tumpangi jadi terbalik dan akhirnya kami tidak pernah sampai ke pulau seberang—tempat dimana aku akan menikah dengan Mas Burhan dan melanjutkan hidup. Sial, lidahmu begitu pahit hingga s
“Mas, itu sebelah situ mau aku sapu tapi motornya ngehalangin,” kataku mengalihkan pembicaraan, sekaligus memberi kode agar Mas Burhan cepat pergi.“O-oh, ya sudah aku berangkat,” katanya seraya mencium keningku.Begitu Mas Burhan pergi, badanku mendadak pegal-pegal. Perutku panas. Ibu mertua yang menyadari kondisiku langsung memapahku ke kamar. “Ini bener-bener Risma gangguin kamu terus, harus dihentikan ini!” katanya.“Makanya kubilang juga kita harus temui Dimas, dia kan yang udah bukain mata batinnya Lita supaya bisa dimasuki Risma dalam mimpi, kita minta tutup lagi saja. Kasihan Lita,” saran Kak Titi yang mengikuti kami di belakang.Sejak pulang dari pesisir, badanku memang jadi mudah lemas. Apalagi setelah didatangi Risma semalam. Akhirnya aku tertidur nyenyak setelah ibu mertua membaringkanku di kasur.*Sesampai di rumah Dimas, aku menceritakan perubahan daya tahan tubuhku dan juga mimpi semalam. Dimas mendengarkan dengan penuh perhatian, menangkap kata demi kata yang kuucapka
“M—mas …” ucapku terbata karena salah tingkah. Mas Burhan sudah tahu tentang cermin di malam Jumat Kliwon itu, mungkin Dimas yang memberitahunya. “I—itu, aku tidak bermaksud untuk memata-matai kamu—”Mas Burhan hanya mendengarkanku sekilas lalu matanya memperhatikan serpihan kaca di lantai. “Jangan takut, ini bukan perbuatanku,” kata Mas Burhan sambil menyapu sedikit demi sedikit serpihan kaca itu.Aku, ibu mertua, dan Kak Titi mundur selangkah. Wajah Mas Burhan merah padam, tapi dia sama sekali tidak dalam kondisi marah. Dia menjelaskan bahwa yang memcahkan cermin-cermin itu adalah sosok makhluk halus yang mengikutinya sejak pagi. Itulah sebabnya dia pulang ke rumah terburu-buru dan langsung mengambil sapu lidi untuk mengusir sosok makhluk halus tersebut.Ibu mertua yang mulai tak tahan dengan kondisi mistis di rumah, mulai memberanikan diri berkomentar langsung pada Mas Burhan. “Burhan, ada apa dengan semua ini? Ayo, jelaskan pada kami! Setahun lalu kamu menghilang, dikabarkan tengg
“Lanjut saja, Mas!” jawabku seraya menjauhkan diri dari dekapannya. Mendengar ceritanya yang menyakitkan itu jadi membuatku enggan disentuh Mas Burhan. “Berapa kali kamu dan Risma datang ke penginapan itu?” tanyaku, meski terdengar menyakitkan namun aku tetap wajib tahu.“Cuma sekali itu, demi Alloh.”“Bohong!”“Demi Alloh, aku bersumpah demi Alloh, Lita …” jawab Mas Burhan meyakinkan namun aku tak puas dengan jawabannya itu.Aku memalingkan wajah dari Mas Burhan, merasa tidak percaya padanya.“Terus kamu mau aku jawab apa?” lanjut Mas Burhan merayu. “Dijawab jujur gak percaya, nanti aku jawab bohong juga kamu gak akan percaya. Demi Alloh aku bicara yang sejujurnya, hanya sekali aku mengajak Risma ke sana.”“Terus, ngapain aja di sana?” Bodohnya aku malah menanyakan hal yang sudah kuketahui jawabannya, tapi entahlah … rasanya ingin mendengar langsung dari pelakunya!“Kami berzina.”“Astaghfirulloh ….” Air mataku semakin deras dan Mas Burhan semakin panik.“Mending tidak usah kulanjutk
“Jawabannya ada pada detak jantung ini,” jawab Mas Burhan.Detak jantungnya terasa nyata. “Jadi, kamu hantu atau manusia, Mas? Jawablah langsung. Aku tidak tahu hantu punya detak jantung atau tidak.”Baru saja Mas Burhan hendak menjawab, dari luar terdengar suara langkah kaki perlahan-lahan mulai mendekat ke arah kami. “Kalian ngapain?” tanya ibu mertua. Ternyata dia yang datang. Ibu juga tampaknya sudah lupa dengan kejadian cermin pecah, dia bersikap biasa saja ketika melihat Mas Burhan, tidak ketakutan.“Quality time, Bu,” jawab Mas Burhan.Ibu mertua lalu memberitahu bahwa di dapur sudah ada Bi Idah. “Katanya tadi disuruh kamu ke sini, sana samperin,” kata ibu mertua pada Mas Burhan.Percakapan serius kami pun akhirnya buyar karena kedatangan tamu. Mas Burhan lekas memakai kembali kausnya dan menuju dapur menemui Bi Idah.“Itu kenapa pentol-pentol dibungkusin semua bukannya dijual?” tanya ibu mertua padaku. Kami masih berada di dalam kamar kecil ini.“Katanya mau dibagikan, Bu. M
“Mungkin waktunya tidak akan lama,” jawab Mas Burhan datar.Aku menghentikan tangan Mas Burhan yang tengah mengupas bawang putih. Suamiku itu jadi menoleh padaku.“Hah? Tidak akan lama bagaimana maksudnya, Mas?” tanyaku semakin bertambah penasaran.“Aku hanya diberi kesempatan hidup oleh Alloh. Saat tenggelam, setelah mencapai dasar lautan dan melihat Risma serta Mang Dasa sakaratul maut, tiba-tiba ada sebuah cahaya di depan mataku dan cahaya itu sangat menyilaukan hingga aku tak dapat membuka mata. Aku terpejam dan seperti tertidur pada saat itu juga, lalu aku bermimpi. Dalam mimpiku, cahaya itu memutar kembali kehidupanku selama di dunia, dimulai ketika aku mulai bosan dengan pernikahan kita. Aku diperlihatkan banyak kelakuanku yang tidak sepantasnya padamu,” jawab Mas Burhan, lalu dia kembali mengupas bawang sambil bercerita. “Hingga saat aku berselingkuh dengan Risma, semuanya diputar. Aku seperti melihat film dengan diriku sendiri sebagai aktornya.”Bawang putih yang dikupas Mas
“Lepaskan Burhan dan kembalikan kalungku!” kata Risma dengan suara serak dari dalam cermin.Lidahku mendadak kelu, aku sangat ketakutan. Ini bukan yang pertama kali Risma datang menggangguku, harusnya aku sudah terbiasa dan tak perlu terlalu takut. Tapi hantu Risma begitu lain, auranya sangat kuat hingga mampu mengintimidasiku walau hanya dengan kehadirannya. Apalagi saat dia mengancam, meneror dan berbicara padaku ... selalu membuatku tak berkutik. Beberapa saat kemudian, Risma menghilang dan cermin langsung pecah. Aku terperanjat mundur beberapa langkah, kagetnya bukan kepalang. Dan semua rasa gerah juga lengket di badan mendadak hilang, kembali normal. Aku mengurungkan niat untuk membersihkan badan dan kembali ke kamar untuk tidur. Kupandangi suami dan bayiku yang masih pulas, suara teriakanku barusan tidak membangunkan mereka. Syukurlah. Mas Burhan juga tidak menyadari kedatangan Risma kali ini, apakah besok perlu kuceritakan tentang kejadian malam ini atau aku cukup diam saja?
“Risma ... pergilah ke alammu. Jangan menggangguku lagi, kita sudah berbeda dunia.” Untuk pertama kalinya aku menjawab teror hantu Risma meski sambil berbisik.“Aku tidak akan pergi tanpa membawa Burhan bersamaku. Enak saja dia bebas tanpa mempertanggungjawabkan perbuatannya padaku!” balas Risma.“Semua sudah berlalu, Risma. Jika yang kamu maksud adalah karena Mas Burhan telah merenggut kesucianmu ... hal itu sudah menjadi masa lalu, kamu pun sudah meninggal dunia. Lagipula, itu salahmu sendiri kenapa kamu tidak pandai menjaga kehoramatanmu. Jadi, apa lagi yang mau kamu tuntut dari suamiku?” jawabku.“Ini bukan soal itu! Tapi ini soal kejahatan suamimu padaku saat berada di dasar laut, hingga membuatku gentayangan!”“Aku sudah dengar semuanya dari Mas Burhan, kamu tidak perlu mengecohku. Dia tidak bersalah apa-apa atas meninggalnya dirimu, dosa-dosamu sendiri lah yang mengantarkanmu hingga ajal!” tegasku seraya memberanikan maju untuk mematikan kompor.Ikan asin yang kugoreng jadi han