Brrr!!! Tubuh Keyla tiba-tiba mulai menggigil. Ia menaikkan selimut hingga menutupi bagian kepalanya.
Gadis itu masih belum ingin bangun dari tidurnya. Masih lelah, masih ingin bermalas-malasan, dan masih ... ingin menikmati semerbaknya aroma mawar di pagi hari? Wait wait wait ... aroma bunga mawar?!
Keyla mencium aroma mawar bercampur dengan hawa dingin menyusup ke dalam selimutnya yang hangat. Karena penasaran, gadis itu terpaksa membuka mata dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Rupanya, lampu yang kekuningan telah menyala, jendela sudah terbuka lebar dengan langit yang masih gelap terpampang di depan netra. Keyla melihat sosok Stevan yang sedang duduk memangku laptop. Jam berapa dia bangun? Dan apa yang ingin dia lakukannya dini hari begini? Tanya Keyla dalam pikirannya sendiri.
"Bangunlah. Udara pagi baik untukmu." Suara Stevan terdengar seperti sedang memerintah bawahannya.
Keyla menggeser tubuhnya ke pinggir ranjang agar lebih dekat dengan pria yang telah mencukur rambut halus di wajahnya. Terlihat lebih bersih dan lebih tampan. Keyla tak menyangkal hal itu. Dalam keadaan mata terpejam saja Keyla bisa memastikan bahwa Stevan memiliki figur yang bagus.
Rambut Stevan yang agak basah disisir ke belakang. Ia mengenakan celana warna hitam dan kaos warna putih yang ketat hingga memberlihatkan bentuk tubuhnya yang padat dan berotot. Keyla merasa ia tak perlu lagi melihat mentari di pagi hari, rasanya Stevan saja sudah bisa menyinari pagi hari nya.
"Jam berapa ini?" tanya Keyla sambil mengelap pipinya. Ada sesuatu yang telah mengering yaitu air liurnya sendiri. Secepat kilat ia mengusap pipinya tapi Stevan keburu melihat kejorokannya.
"Lima." Ia menjawab singkat tanpa menatap Keyla karena jari-jarinya sibuk menekan keyboard laptop.
"Terima kasih. Tapi, bolehkah aku kembali tidur? Aku masih mengantuk," rengek Keyla yang tidak terbiasa bangun sepagi ini.
"Tidak," jawab Stevan yang membuat Keyla menggerutu. Dia sangat kaku sekali. Pasti dia tidak pernah memiliki seorang kekasih. Mana ada perempuan yang mau dengan pria yang pendikte seperti dia? Rutuk Keyla Hmmmpphh!!!
"Hey. Aku ingin bertanya sesuatu. Bolehkah?" tanya Keyla dengan malas.
"Hmmmmm."
"Berapa usiamu?" tanya Keyla tanpa ragu.
"Tiga lima."
Keyla manggut-manggut. Pantas saja dia begitu. Usianya hampir kepala empat. Jadi wajar kalau sikapnya membosankan dan tidak bisa romantis seperti anak muda!Keyla yang akhirnya sedikit memahami.
Gadis itu akhirnya mengeluarkan kakinya dari selimut dan berjalan menuju sofa yang terletak di bawah jendela.
"Huwaaaaa! Lihatlah ke sana!" keyla menunjuk ke taman yang dihiasi lampu berwarna warni. Indah. Persis seperti taman hiburan di malam hari.
"Aku sudah melihatnya setiap hari." Antonius menjawab datar.
"Aku tidak tanya seberapa sering kamu melihatnya. Weekksss!" balas Keyla menjulurkan lidah lalu membuka tas warna hitam di depannya dan mengambil ponsel dari dalam.
Ia mengabaikan Stevan yang dirasa menjengkelkan dan mulai memotret taman berkali-kali meskipun anglenya itu-itu saja.
Keyla melihat hasil memotretnya. Kurang puas dan akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke taman.
Layaknya copet yang dikejar polisi, gadis itu keluar kamar dengan sandal bulu-bulu yang digunakan di dalam rumah. Ia menuruni tangga dan ada Bibi yang sedang membersihkan lantai menggunakan mesin penyedot debu.
"Pagi, Bi?" sapa Keyla girang.
"Pagi, Mbak Key. Kok sudah bangun?"
"Dia memaksaku bangun!" Keyla menjawab dengan cara berbisik sambil menunjuk ke arah atas agar Stevan tidak mendengarnya.
"Mas Steve memang bangunnya subuh," jelas Bibi yang ikutan berbisik.
"Bi. Key mau ke taman belakang dulu, ya."
Tanpa menunggu jawaban dari Bibi, Keyla berlari menuju pintu yang menghubungkan langsung dengan taman.
Kalau lari-lari begini tiap hari, aku tidak harus diet agar bisa langsing! Batin Keyla yang kelakuannya seperti bocah remaja padahal usianya sudah seperempat abad. Memang benar kata pepatah lama, usia tidak mempengaruhi kedewasaan seseorang!
Setelah sampai di taman, cepat-cepat Keyla mengambil foto dan video. Ia mengambilnya sebanyak mungkin dan senangnya bukan main! Serasa dapat lotre dengan hadiah puluhan juta rupiah.
"Pagi Mbak Key," sapa seorang lelaki tua yang menenteng dua ember ditangannya yang berisi pupuk untuk tanaman.
"Pagi, Pak. Mau dikasih pupuk? Key bantu, ya?" Keyla menawarkan diri dengan riang.
"Gak usah. Biasanya Mas Steve yang mengerjakan. Tapi sekarang kan ada Mbak Key di rumah, jadi Bapak yang ngerjain."
"Bapak tinggal di sebelah mana? Key boleh main?"
"Itu yang sebelah sana. Paviliun belakang. Sama Bibi yang di dalam," tunjuk Bapak ke arah paviliun.
"Si Bibi istrinya ya, Pak?"
"Hehehe ... iya, Mbak. Tapi sayang belum punya anak."
Keyla membalas manggut-manggut soalnya dia bukan gadis yang pandai berbicara manis dan bisa menenangkan kesedihan orang lain.
"Pak, Mas Steve kerjanya apa sih, Pak?" tanya Keyla penasaran karena malu jika harus bertanya langsung pada Stevan.
"Oh, Mas Steve kerjanya di depan komputer," jawab bapak menyeringai
"Itu Mas Steve," lanjutnya lagi.
He? Stevan? Keyla menoleh ke belakang dan di sana telah berdiri seorang Stevan dengan melipatkan tangannya.
"Sejak kapan punya hobi bergosip di pagi hari?" tanyanya mendekat ke arah Keyla yang memonyongkan bibirnya sedangkan si Bapak, berjalan menjauh alias kabur.
"Mmmmm ... sejak aku penasaran apa pekerjaan mu!"
"Kebiasaanmu sangat buruk nona muda."
Laki-laki itu memencet hidung Keyla dan menyambar tangannya. Seperti biasa, Stevan melakukannya tiba-tiba dan menarik Keyla ke dalam rumah dan menuju ke arah dapur.
"Bibi ke mana?" tanya Keyla menyelidik begitu sampai di dapur.
"Pulang."
"Hey! Tidak bisakah kamu menjawab dengan jawaban lebih panjang?" Tanya Keyla sambil memukul meja makan. Kesal.
"Kamu itu misterius sekali. Jangan-jangan kamu gay, ya? Makanya mau dijodohkan denganku? Atau ... kamu psikopat seperti yang ada di film-film Hollywood?!" Stevan yang sedang mengaduk kopi tiba-tiba berhenti.
"Iya, Kan?! Pasti kamu gay! Sudah kaya, tampan, meskipun tidak setampan Bima, usiamu bahkan sudah terlalu matang, dan belum menikah. Bukankah itu aneh?" cerocos Keyla dengan mata yang sengaja disipitkan.
Pria itu tidak bereaksi sama sekali. Ia hanya mendengarkan ocehan Keyla dengan sabar persis seperti yang Papa lakukan setiap hari. Mendengarkan keluh kesah Mama tanpa menyela.
Stevan berjalan ke arah Keyla kemudian memeluknya dari belakang. "Kau mau mencoba aku gay atau bukan?" bisik Stevan yang membuat Keyla merinding.
"Hehehe. Tidak perlu. Aku tidak masalah kalau kamu gay. Kita bisa bercerai setelah setahun pernikahan kita. Sungguh, aku tidak masalah."
"Oh ... jadi, setelah kita bercerai, kau akan bersama dengan pria yang bernama Bima itu?"
"Hahaha. Tidak ... tidak. Aku hanya bercanda. Jangan dimasukkan hati. Tolong lepaskan tangan mu. Oke?"
Stevan tidak berkutik. Ia masih memeluk erat tubuh Keyla dan enggan melepaskannya."Bagaimana jika aku tidak mau?" bisik Stevan tepat di depan telinga Keyla. Terdengar mesra, jantan dan arrgghh! Membuat Keyla membayangkan hal yang bukan-bukan!
"Aku akan berteriak!"
"Teriak saja, sayang ... aku ingin mendengar suara mu yang merdu," ucap Stevan mengecup cuping telinga Keyla dan seketika itu juga, gadis itu mematung. Jantungnya seolah berhenti dan lupa bagaimana caranya untuk bergerak.
****
Note: Ada yang baca? Ayo absen di kolom komentar!
Hampir sepuluh menit Keyla dan Darrel duduk di pinggir pantai. Matahari yang mulai meninggi memberi kehangatan di tubuh mereka. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Yang ada hanya Keyla yang duduk di depan Darrel dan diapit kakinya serta pelukan pria itu yang menenggelamkan tubuh Keyla di dalam dadanya."Kau ingin pulang?" tanya Darrel pada Keyla yang masih melihat ke arah laut lepas. Tempat di mana kapal yang dinaiki James perlahan menjauh dan mulai menghilang.Keyla menggeleng pelan. "Bisakah kita di sini lebih lama, Steve?""Oke. Kau aku akan menemanimu di sini. Kau ingin memesan sesuatu?""Tidak untuk sekarang," jawab Keyla sembari memejamkan matanya dan bersandar dengan nyaman di dada suaminya. Dia ingin lebih lama seperti ini dengan orang yang dicintai. Mencium aroma laut, ditemani desiran ombak yang tak begitu besar. Keyla seolah tak ingin waktu terus be
"James akan kembali ke Afrika hari ini," ucap Darrel di sela-sela sarapan mereka. Karena kaget, Keyla pun tersedak. "Kau yakin tidak ingin berbicara dengannya?" Darrel bertanya dengan nada rendah namun penuh penekanan. Dia penasaran apakah istrinya benar-benar tak ingin bicara pada James dan menyelesaikan masalah diantara mereka berdua?Keyla meletakkan roti yang baru ia gigit separo kemudian melihat ke dalam mata suaminya. "Haruskah?" Keyla bertanya ragu.Dia tak yakin apa yang ingin dia bicarakan dengan lelaki yang seharusnya masih berstatus suaminya itu. Setelah Darrel berbicara dengannya semalam, Keyla bisa memahami dan berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi. Itu adalah pilihan hidup James, dan bagaimanapun juga, karena James menetap di Afrika dan memalsukan kematiannya lah dia bisa bertemu dan menikah lagi dengan Darrel.Ini adalah takdir, Key. Takdir Tuhan yang tak bisa dicegah atau dihentikan. Ucapnya pada diri s
"Sayang, James sudah pergi. Tolong buka pintunya," pinta Darrel yang sejak tadi mengetuk pintu kamar namun diabaikan oleh Keyla.Keyla tidak membalas. Dia lebih memilih diam karena dia sedang tak ingin bicara. Baik itu pada James atau Darrel. Keyla memang merasa tidak berhak menyalahkan apapun yang menjadi keputusan James. Tapi, tidak bisakah lelaki itu berkata jujur?Seandainya James menceraikan dirinya, Keyla juga tak menolak. Dia akan bisa menerima meski menyakitkan. Setidaknya, Bintang tidak kehilangan sosok ayah. Terlebih lagi, kematian James meninggalkan penyesalan di hati Keyla karena sampai detik-detik kepergiannya ke Afrika, Keyla belum bisa memberikan sepenuh hatinya pada pria itu. Dan itu juga lah yang mendasari penyesalan keyla. Dia sungguh merasa bersalah."Key ... kalau kau ingin marah, marah lah padaku. Kau boleh memukulku. Asalkan jangan diam, Key." Darrel mencoba mengetuk pintu itu sekali lagi. Dadanya n
Tidak ada satu patah kata pun yang yang keluar dari bibir Keyla. Matanya hanya tertuju pada pria yang berdiri di hadapannya. Antara kecewa, marah dan juga bingung. Bagaimana bisa James membohongi dirinya dan keluarganya? Memalsukan kematiannya dan membiarkan dirinya merawat anak-anak mereka seorang diri? Sebegitu berdosakah hingga James ingin menghukum dirinya? Mengkhianati kepercayaan dirinya?Mata Keyla mendadak buram oleh air mata yang ingin tertumpah namun ia tahan. Ia berharap ini bukalah hal nyata."Aku bisa menjelaskan semuanya, Key," ucap James dengan tatapan nanar dan tubuh yang makin mendekat ke arah Keyla. James tak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan Keyla.Keyla mengambil langkah mundur. Meskipun dia meyakini itu James, Keyla tetap sulit menerima. Ini semua terlalu mendadak dan dia merasa dikhianati. "Kamu bohong. Kamu bukan James. Suamiku James sudah meninggal beberapa tahun lalu. Kamu pasti
"Selamat datang, Angel. Terima kasih telah meluangkan waktumu," sapa Keyla begitu Angel dan suaminya memasuki pintu rumah."Dengan senang hati, Keyla. Aku juga akan menghabiskan makananmu. Kau tak perlu khawatir!"Kedua wanita itu tertawa renyah sementara Darrel langsung mengundang suami Angel untuk duduk dan meminum wine yang telah disediakan. "Biarkan kedua wanita itu menggosip," ucap Darrel tersenyum ramah."Dan kita para pria membicarakan hobi?""Hahaha. Benar sekali. Karena lelaki tak suka bergosip.""Kecuali dia pria jadi-jadian," timpal suami Angel dengan renyah. Dan Darrel pun dengan cepat menjadi akrab dengannya. Dan memang begitulah pria. Mudah akrab tanpa harus berbasa-basiAcara makan malam yang sederhana dan hangat itu berjalan dengan lancar. Anak-anak sibuk bermain dan menonton film kesukaan mereka, para ayah mengobrol tentang hobi dan juga bisn
Keyla terperangah begitu mobil Darrel berhenti di depan sebuah gedung yang telah dikelilingi oleh wartawan yang terlihat sedang bersiap-siap meliput sebuah berita besar. Lampu flash dari kamera-kamera yang dinyalakan,membuat Keyla merinding. Keyla harap Darrel benar-benar tidak akan masuk ke dalam gedung itu untuk menemui Ammy. Tapi sayangnya, harapan Keyla sirna begitu Darrel mengajaknya untuk keluar."Kau sudah siap sayang?" tanya Darrel mengendurkan dasinya yang berwarna merah tua. Dia persis sekali seperti seorang direktur perusahaan. Jas dari benang woll asli yang terlihat mahal, jam tangan di sebelah kiri yang membuatnya makin terlihat maskulin serta rambut klimis yang mempertegas rahangnya yang kokoh.Keyla menatap mata suaminya. Berharap dia salah dengar. "Apa ini?" tanya Keyla ragu. Inikah alasannya Darrel memesankan gaun terbaik dan juga makeup artist untuk mendandani wajah serta rambutnya? Agar istrinya tak begitu memalukan saat tam
Keyla mengerang ketika merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. Matanya yang berat terpaksa ia buka. Ketika hendak menggerakkan tangan, kedua tangannya sudah ada di atas kepala dengan posisi terikat. Ketika mencoba menggerakkan tangan kembali, suaranya gemerincing. Barulah Keyla sadar bahwa yang melingkar di pergelangan tangannya adalah sebuah borgol."Kau sudah bangun, sayang?" tanya Darrel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah dikeringkan dan di pinggangnya terlilit handuk warna putih. Keyla bisa mencium aroma lelaki itu. Wangi sabun yang seperti embun pagi. Kalau habis mandi seperti itu, Keyla merasa suaminya seperti dewa yang gagah perkasa pada jaman Romawi kuno."Jam berapa sekarang, Steve? Apa yang kamu lakukan pada tanganku? Cepat lepaskan, Steve.""Enam lewat tiga puluh." Darrel membalas santai dan mengabaikan wajah panik Keyla.Mendengar kata enam tiga puluh, Key
"Bin, kau ingin adik perempuan atau laki-laki?" tanya Missy yang baru saja merebahkan diri di ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut tepat di samping Bintang yang berbaring terlebih dahulu."Mana yang lebih lucu?" Bintang langsung memiringkan tubuhnya ke arah Missy.Gadis cilik itu menyipitkan matanya. Menaruh kedua jari telunjuk tepat di pelipis. "Kalau laki-laki, aku takut dia akan seperti Awan. Mmmm ... memang ganteng, tapi tidak lucu."Bintang manggut-manggut. Setuju dengan perkataan Missy. Kakaknya memang tidak lucu meskipun ganteng. Seperti kanebo kering!" ... jika perempuan, maka akan cantik dan lucu sepertimu!" lanjut Missy mencubit pipi Bintang yang lucu dan halus."Kalau begitu, sudah diputuskan. Kau harus meminta perempuan pada Papa dan Mamamu. Oke?"Mata Bintang yang bulat terlihat berkilauan. Ia mengangguk dan mulai membayangkan adik perempuan berambut hita
"Hhmmmmmmph!" Keyla berusaha melepaskan diri dari kegilaan suaminya. Mula-mula hanya melumat bibirnya. Tapi lama kelamaan, tangan kekar suaminya itu mulai meraba dadanya."Ssshhh," Darrel berdesis begitu Keyla menggigit bibirnya. "Kau membuatku semakin bergairah, sayang.""Steve, jagalah sikapmu. Kita sedang ada di jalan raya. Dengarlah suara klakson-klakson itu. Bagaimana kalau kita ditilang?" ucap Keyla kesal. Tapi, suaminya itu justru tersenyum sambil memegangi bibirnya yang sedikit berdarah."Bagaimana kalau kita bikin anak sekarang?" goda Stevan yang tak mempedulikan bunyi klakson dan umpatan dari pengendara lain.Keyla mendorong tubuh lelaki itu dengan gemas. "Steve, kumohon.""Apa, sayang?" Darrel menjilat lidahnya sendiri. Tatapannya terlihat tajam dan menggairahkan."Ya Tuhan! Lelaki ini terlalu sulit ditolak!" ucap Keyla pada dirinya sen