Home / Young Adult / Suamiku, Dosen Idola Kampus / Bab 5 Keputusan Menikah

Share

Bab 5 Keputusan Menikah

Author: Nona Enci
last update Last Updated: 2025-10-03 18:27:28

Damian langsung memasang wajah serius. "Saya calon suaminya."

Kalimat itu bahkan lebih membuat jantung Meira hampir copot, dibanding omelan dosen yang memarahinya karena telat masuk jelas. Bagaimana jika ada orang lain yang mendengar?

"Ikut saya." Damian langsung menarik Meira masuk ke dalam mobil.

Shelly tertinggal di belakang dengan mulut yang masih menganga sempurna. Apa yang ia lihat sekarang seperti adegan di sebuah novel. Benar-benar mengejutkan.

Mobil itu melaju kencang dengan diikuti kendaraan milik kedua pengawal tadi.

"Saya mau dibawa ke mana, Pak?" kata Meira sedikit panik.

"Ke rumah kamu," balasnya santai.

Tentu saja Meira tidak mau. Sudah susah payah ia kabur, malah ingin kembali dengan suka rela.

"Saya nggak mau, Pak. Urusan kita udah selesai. Tolong jangan ganggu saya lagi," pinta Meira serius.

Damian melirik pada kaca spion di sebelah kanan, pria sialan itu masih saja membuntuti. Kemudian netranya berotasi pada Meira yang terlihat menumpuk rasa kesal di wajahnya.

"Berhenti, Pak."

Meira memandang penuh. "Saya nggak mau pulang. Berhenti di sini."

"Bapak dengar saya ngomong nggak, si?!"

Sayangnya Damian seakan menutup telinga. Ia terus melajukan mobilnya sampai di kediaman keluarga perempuan itu.

"Turun."

Meira tetap diam. Tidak bergerak sama sekali. Bahkan memegang seatbelt-nya agar pria itu tidak bisa memaksanya keluar.

"Turun, Meira. Saya bisa bantu kamu keluar dari masalah pertunangan ini," ungkap Damian memandang penuh keyakinan.

Entah dari mana pria itu tahu alamat bahkan masalah yang Meira alami, tetapi yang bisa Meira berikan hanya memasang ekspresi tidak bersahabat tanpa senyum.

"Saya bisa pura-pura jadi pacar kamu."

Matanya menyipit sempurna. Apa tadi, pacar pura-pura? Yang benar saja. Apakah pria di sampingnya ini mabuk?

"Jika kamu punya pacar, pertunangan itu bisa dibatalkan."

Meira langsung mengubah posisinya menjadi menghadap pria itu. Menarik napas sejenak sebelum akhirnya membuka suara.

"Saya—" Ia tidak melanjutkan kalimatnya karena melihat seseorang yang dirinya kenal berjalan ke arah mobil.

Damian ikut menatap ke depan. Ia sudah mencari informasi tentang perempuan tersebut. Tentu ia kenal siapa yang tengah mendekat, wanita itu merupakan Ibu kandung Meira.

"Jangan ikut keluar," kata Meira mewanti-wanti.

Ia dengan cepat melepas sabuk pengaman dan keluar menghentikan sang Ibu yang hampir mengetuk kaca mobil.

"Meira. Astaga, Sayang." Ibunya langkah merengkuh. "Kamu ke mana aja? Kenapa telepon Mama nggak dijawab?"

"Meira baik-baik aja, Ma."

"Kamu bikin orang rumah khawatir aja." Kemudian matanya beralih pada mobil yang barusan sang anak tumpangi. "Kamu diantar siapa?"

"Bukan siapa-siapa—"

Damian justru sudah keluar dan memasang wajah ramah. "Halo, Tante. Saya Damian."

Jangan ditanya bagaimana reaksi Meira setelahnya, jelas ia kesal dan menggerutu dalam hati.

"Damian?" Wanita itu membeo dengan kening mengerut.

Kecanggungan itu berakhir setelah Tama datang memanggil mereka untuk segera masuk ke dalam rumah.

"Meira." Pria itu memanggil dengan nada menahan amarah. "Masuk. Papa perlu bicara sama kamu."

Tidak ada yang bisa Meira lakukan selain mengikuti langkah Ayahnya sampai masuk rumah.

"Nak Damian, ayo ikut kami ke dalam?" ajak Ibunya Meira.

Di ruang tamu.

"Jelaskan ke kami. Apa maksud kamu kabur dari acara pertunangan semalam?" tanya Tama wajahnya penuh keseriusan.

Meira menarik napas panjang sebelum akhirnya ia menjawab. "Sampai kapan pun Meira nggak mau dijodohkan, Pa."

"Atas dasar apa kamu menolak, hah?"

Ia tidak tahu alasan pastinya apa. Namun, jelas pertunangan itu ada tanpa mereka diskusikan dengan matang bersama Meira. Apakah ia salah karena telah menentang kedua orang tuanya?

"Karena pria ini?" Tama menatap Damian cukup intens. "Semalam kamu menginap di apartemen dia."

"Pa .... " Meira menyela, ia tidak ingin sang Ayah salah paham.

"Papa sudah selidiki semuanya. Sekarang jawab, ada hubungan apa kamu sama Damian?"

Meira terlalu meragukan Tama, jelas pria itu memiliki koneksi tak terbatas. Bahkan hal kecil sekadar nama tergolong sangat mudah baginya.

"Apa dia kekasih kamu, seperti yang teman kamu bilang. Kamu kabur karena sudah memiliki kekasih," tekan Tama.

Tidak dapat dipungkiri ia merasa bingung untuk menjawab. Matanya melirik sekilas ke arah Damian, ah pria itu mungkin lebih bingung. Jelas ini bukan masalah sepele. Hubungannya dengan Damian tidak sesederhana yang dibayangkan.

"Jawab Papa, Meira."

Kepalanya sontak menegak ke atas. Ia menggigit bibirnya dengan perasaan gelisah. Jantungnya berdebar kencang. Jari-jemarinya ikut berpikir di bawah sana.

"Saya memang menjalin hubungan dengan Meira, Om." Suara itu milik Damian. Tegas dan terdengar menyakinkan.

Satu detik dengan kecepatan kencang Meira langsung menoleh ke arah Damian. Matanya membulat sempurna. Hei, mengapa pria itu malah memperumit keadaan?

"Sejak kapan?" Tama memberikan tatapan serius pada Damian. "Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan anak saya?"

"Saya baru-baru ini bertemu dengan Meira dan merasa tertarik saat pertama kali melihatnya."

"Kamu tau kalau anak saya sudah punya calon tunangan?" Kemudian ia melanjutkan, "Kenapa kamu berani membawa anak saya masuk ke dalam apartemen dan menginap di sana? Sejauh mana hubungan kalian terjalin, Damian."

Meira langsung meyela. "Pa ... Meira menolak pertunangan itu nggak ada hubungannya sama sekali dengan Pak Damian."

"Pak?" Tama membeo sesaat. "Papa hampir lupa, Damian dosen baru di kampus kamu bukan?"

Keduanya kompak terdiam. Meira makin bingung harus berujar bagaimana, sedangkan Damian berpikir keras meyakinkan Tama agar pria itu mampu menerimanya dengan baik.

"Beri kami waktu untuk bicara berdua, Pa." Meira akhirnya mengambil keputusan.

—Halaman belakang rumah.

"Bapak kenapa bilang kaya gitu sama Papa saya?" tanya Meira to the point.

Damian pun membalas. "Saya kasih kamu penawaran. Kamu bisa keluar dari pertunangan itu dan menikah dengan saya."

"Saya nggak mau menikah sama Pak Damian."

"Pernikahan kontrak. Anggap saja pernikahan ini sebagai bisnis. Dan ... saya bisa menjamin kebebasan kamu setelah ini," ungkap Damian.

Namun, usai berpikir panjang Meira memilih pergi lebih dulu ke ruang tamu dan meninggalkan Damian di belakang sana.

"Meira sudah ambil keputusan. Meira akan menikah," ungkapnya.

Damian kembali dan duduk di samping perempuan itu. Baru beberapa detik, tangannya tiba-tiba digenggam erat oleh Meira dan diangkatnya sampai atas.

"Kami akan menikah bulan depan," putus Meira dengan satu tarikan napas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku, Dosen Idola Kampus   Bab 14 Keputusan Besar

    Pukul 8 malam.Malam itu hujan turun dengan rintik kecil, menciptakan bayangan tajam di jalanan basah. Lampu-lampu taman menyala redup, sedangkan mobil Damian berhenti dipekarangan besar milik keluarga Meira.Keduanya kompak turun dari mobil. Damian menuntun Meira dan menjadikan tangannya sebagai payung, lalu jalan beriringan menuju pintu utama. Menekan bel rumah dengan sopan.Pintu itu kemudian terbuka, menampilkan Tama dengan tatapan dingin yang mampu membekukan udara. Pria itu memang sudah menunggu sang anak pulang sedari tadi. "Silakan masuk," katanya tanpa senyum.Damian melangkah masuk dengan kepala sedikit menunduk sebagai tanda hormat, hal itu diikuti Meira di belakang sana. Di depan sana, tepat di sofa ruang tamu berwarna putih ia melihat sang Ibu tengah duduk dengan wajah cemas, tetapi berusaha tenang. "Papa sudah tahu semuanya," kata Tama membuka percakapan. Meira memainkan jari-jemarinya di bawah sana, gelisah tiba-tiba menyerang. Ia tahu karena tidak mungkin Ayahnya di

  • Suamiku, Dosen Idola Kampus   Bab 13 Rasa Khawatir

    Ruang CEO. Damian masuk ke dalam ruangan dengan muka datarnya. Di sana terlihat sang Ayah tengah berdiri tegak menghadap ke luar jendela besar dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celananya. "Putuskan hubungan kamu dengan perempuan itu," tegas Tristan langsung membalikkan badannya. Keduanya saling beradu tatap. Ruang ber-AC rupanya tidak bisa menyejukkan suasana hati sang Ayah. Sorot mata tajam penuh peringatan itu jelas terpancar di sana. "Reputasi perusahaan itu penting. Seharusnya kamu tau itu, Damian. Kalau kamu terus keras kepala, Ayah nggak bisa menjamin kenaikan jabatanmu."Damian pun protes dengan cepat. "Yah!"Tristan memutus kontak mata dan berjalan ke arah meja kerja, lalu memegang sebuah map hitam yang di dalamnya sudah dihiasi foto Damian dan Meira, lengkap dari mereka di kampus hingga bermalam di apartemen. "Jelaskan. Bagaimana kamu bisa menyelesaikan ini semua?!" Pria itu melemparnya di atas meja.Ia lantas membisu. Menatap foto itu dengan emosi yang ha

  • Suamiku, Dosen Idola Kampus   Bab 12 Masalah Baru

    Apartemen. Damian menenteng kantong makanan yang sempat dibelinya dari luar. Kakinya berjalan menuju meja makan, menata beberapa hidangan lezat yang mereka pesan secara bersamaan. Meira duduk di kursi meja makan lebih dulu, fokusnya menatap Damian yang terlihat sibuk di sana. Tatapan kosong itu cukup ketara. Meira tampak tidak bersemangat. Siapa saja yang melihat pasti berpikir yang sama. Seolah masalah berputar di atas kepalanya.Damian berjalan, berdiri di samping Meira. "Kenapa?"Lima detik berlalu, pertanyaan itu berakhir tanpa jawaban."Meira?" Ia kembali menyadarkan. Lagi, panggilannya terabaikan. Damian mendekatkan diri, mengusap puncak rambut Meira, kemudian menariknya ke dalam pelukan. Sayangnya, pelukan itu bahkan hanya satu pihak saja. Meira tetap tidak ada pergerakan. Damian yang tidak tahu harus menghibur dengan cara apalagi pun malah makin kebingungan."Makan dulu. Ayo?" ajak Damian usai melepas dekapan itu.Meira akhirnya menurut. Mereka makan siang dengan keheninga

  • Suamiku, Dosen Idola Kampus   Bab 11 Pilihan Meira

    Pukul 12 siang.Hari ini hanya ada dua mata kuliah. Meira seorang diri selama pembelajaran berlangsung. Shelly duduk di bangku paling pojok seakan memperlihatkan jarak di antara keduanya. Meira mencoba tersenyum, tetapi perempuan itu bahkan tidak menoleh.Usai kelas selesai, Meira mulai merapikan buku-bukunya. Rumor itu masih meninggalkan bekas hebat di dalam sana. Orang-orang terus membicarakan tanpa henti. Shelly berjalan lebih dulu. Ia menatap punggung Meira sebelum benar-benar meninggalkan kelas. Namun, egonya masih terlalu tinggi. Ia memilih tidak peduli meski terdengar jelas para mahasiswa mulai mencemooh sang sahabat. "Shelly," panggil Rangga mencegahnya di luar. "Meira masih di dalam?" Perempuan itu tidak langsung menjawab. Pandangannya terpaku pada Rangga. Shelly merasa sesak di dalam dada, sebab ia tidak bisa meyangkal fakta bahwa Rangga yang ia kagumi selama ini ternyata menyukai Meira, sahabatnya sendiri. Rangga kembali menyadarkan. "Shelly?""Dia masih di dalam," jawa

  • Suamiku, Dosen Idola Kampus   Bab 10 Rumor Kampus

    Kabar itu meyebar lebih cepat dari embusan angin pagi. Baru satu hari Damian mengajaknya pulang, tetapi satu kampus sudah tahu. Segala sudut fakultas heboh membicarakan keduanya. Postingan paparazzi milik akun official lambe turah kampus itu kini sudah menjadi trending topik di grup percakapan mahasiswa. Meira masih terlelap indah ketika cahaya matahari mulai menembus tirai jendela, menyentuh kulitnya hangat. Namun, tidurnya terusik dengan suara notifikasi yang terus berdenting tanpa henti dari ponselnya di atas meja.Dengan mata setengah terbuka, Meira meraih ponselnya yang terus bergetar. Layar menyala. Di sana sudah banyak orang-orang menyebut dirinya melalui postingan di media sosial, kontan ia langsung terduduk. Bola matanya membesar.Berita di portal kampus terpampang jelas.[Hubungan Tak Terduga: Dosen Muda Jatuh Cinta Pada Mahasiswi Tingkah Akhir, Mereka Terlihat Pulang Bersama] Ia masih mematung di tempat tidur. Menggulir layar ponsel dengan perasaan cemas. Membaca berbagai

  • Suamiku, Dosen Idola Kampus   Bab 9 Kontrak Pernikahan

    Sore hari setelah menyelesaikan tiga mata kuliah, Meira berjalan dengan isi pikiran penuh. Kejadian di kantin tadi pagi membuat hubungannya dengan Shelly mendadak renggang. Perempuan itu menghindar. Seperti saat ini, pulang lebih dulu.Masih dengan tekanan yang sama, sang bodyguard sudah menunggu di depan sana tepat di depan mobil berwarna hitam. Lagi dan lagi Meira menarik napas panjang. Cukup menyebalkan, pikirnya."Hari ini kita pulang bersama," kata Damian mencegah Meira. Perempuan itu menoleh. Apalagi ini Tuhan? Bisakah semesta lebih adil? Ia lelah. Bahkan tidak ada energi untuk bicara."Saya udah dijemput," tunjuk Meira dengan dagunya.Damian menatap ke depan. Pria yang tidak asing itu terlihat memantau ke sini. Ia kemudian berpikir, apakah hidup Meira memang tidak bebas seperti perempuan seusianya? Seolah penuh kekangan."Nggak masalah. Ayo?" Ia menarik pergelangan tangan sang kekasih.Meira justru diam tidak bergerak. "Kenapa?" tanyanya.Ia melepas cekalan itu, menatap Damian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status