Share

6. Dokter Aksara

Author: Rinda
last update Last Updated: 2025-07-20 09:00:00

Kak Aksara mengeluarkan selembar kertas dari map yang dibawanya, lalu menatapku sebelum mulai berbicara.

“Bu Indira, semua hasil lab-mu bagus. Tekanan darah, gula darah, dan kadar hemoglobin berada dalam batas normal untuk ibu hamil. Kondisi jantung juga sehat,” ujarnya sambil memindai kembali hasil pemeriksaan.

Aku sedikit terkejut karena dia memanggilku dengan sebutan Bu. Menurutku itu terlalu formal untuk kami yang sudah saling mengenal, bahkan sempat sangat dekat.

Ibuku yang duduk di sisi ranjang langsung bertanya, suaranya penuh rasa ingin tahu.

“Kalau begitu… kenapa anak saya bisa sampai pingsan, Dok?”

Kak Aksara menutup mapnya perlahan. “Indira mengalami dehidrasi dan kelelahan, Bu. Kombinasi keduanya cukup untuk membuat tubuhnya drop, kondisi psikologis yang tidak stabil juga bisa mempengaruhi, misalnya emosi yang berlebihan” Ia menatapku serius namun lembut. “Tapi tenang, kondisi fisiknya sudah membaik setelah pemberian infus, Indira harus lebih tenang dan mengendalikan emosi agar tidak stres"

Raut lega terpancar di wajah Ibu.

“Artinya…?”

“Hari ini Indira sudah bisa pulang,” jawab Aksara dengan senyum tipis. “Tinggal mengurus administrasi, lalu dilanjutkan istirahat di rumah dan pastikan asupan cairan terpenuhi. Ingat, jangan stres" dokter Aksa menekankan.

"Alhamdulilah," ucap Ibuku lega.

"Ini surat rekomendasi pulang yang bisa ibu bawa saat mengurus administrasi di bagian kasir" dokter Aksa memberikan selembar kertas yang dibubuhi tanda tangannya pada Ibuku. Ibu mengangguk lalu menerimanya.

"Terimakasih dokter" jawab Ibuku.

"Kalau begitu, saya permisi" ucap dokter Aksara, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Entah mengapa Kurasakan sikapnya sangat dingin. Semua gerak-gerik dan perkataanya hanya sebatas profesional antara dokter dan pasien yang seolah tak saling mengenal. Tidak ada basa-basi menanyakan kabarku atau semacamnya, layaknya teman lama yang bertemu kembali. Membuat rasa bersalahku yang sudah terlupakan sepuluh tahun yang lalu mendadak muncul lagi.

Ku akui, aku yang bersalah padanya dulu. Aku memilih untuk memutuskan hubungan saat kelas tiga SMA dari pada menjalani pacaran jarak jauh. Dokter Aksara adalah kakak tingkatku dua tahun saat SMA, setelah lulus dia memilih melanjutkan kuliah kedokteran di kota Jogjakarta, sementara aku menetap di Bekasi bersama ayah dan ibuku.

Kami sempat menjalani hubungan jarak jauh selama satu tahun. Namun setelah itu, aku memilih putus. Pertimbanganya agar kak Aksara bisa fokus pada kuliahnya dan aku fokus pada sekolahku yang sudah memasuki kelas tiga SMA.

Tanpa di duga, kami justru lost kontak setelah itu. Aku tak berusaha mencari tahu kabar tentang kak Aksara, meski saat itu aku masih punya perasaan padanya, namun rasa gengsiku lebih besar. Toh kami sudah putus.

Aku tak pernah punya pacar lagi setelah itu. Memilih memperdalam agama dan memahami bahwa pacaran itu dilarang dalam agama. Hingga setelah lulus kuliah dan bekerja, aku bertemu dengan Mas Farhan. Sosok pria dewasa yang terlihat siap membangun rumah tangga. Aku langsung mengiyakan ketika Mas Farhan mengajakku menikah tiga tahun yang lalu.

Mas Farhan adalah sosok yang sempurna sebagai suami. Pengetahuan agamanya bagus, disiplin menjalankan sholat lima waktu, tidak merokok, dan sudah berpenghasilan tetap walaupun penghasilanya belum besar.

Siapa sangka sekarang aku justru kembali bertemu dengan kak Aksara saat suamiku menghilang tiba-tiba.

Harusnya aku bersyukur atas sikapnya karena memang hal itu yang ku inginkan. Tapi harus ku akui ada nyeri yang tak terlihat di sudut hatiku atas sikap dingin Kak Aksara. Meski aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengatur perasaanku agar trtap berada di jalurnya.

***

Ibu kembali bersama seorang perawat yang membawa kursi roda setelah mengurus administrasi rumah sakit. Selang infus ditanganku di lepas, aku diminta untuk duduk di kursi roda.

"Pulangnya diantar pakai ambulance atau bawa mobil pribadi Bu?" Tanya perawat itu ramah.

"Pakai mobil pribadi sus, suami saya sudah menjemput" jawab Ibuku. Ternyata ayah sudah menjemput.

Suster mendorong kursi roda dan ibu berjalan di sampingnya. Kami semua berjalan menuju lobi rumah sakit, tak lama setelah itu mobil ayah datang menghampiri dan kami pun masuk ke dalamnya.

"Sayang, maafkan ayah tak langsung datang saat ibumu mengabarkan bahwa kamu berada di rumah sakit nak" ucap ayahku sambil mengemudi.

Ayahku memiliki usaha bengkel dan toko aksesories kendaraan membuat hari-harinya sangat sibuk. Bengkel dan tokonya selalu rame sehingga ayah tak langsung datang saat diberitahu aku pingsan.

"Tidak apa-apa, hanya dehidrasi ringan saja kok" jawabku yang duduk di kursi tengah ditemani ibu.

"Jaga kesehatan dan kendalikan emosi nak, agar bayi dalam kandunganmu juga sehat" ucap Ayah memberi nasihat. "Jangan hanya memikirkan suamimu, pikirkan anak dalam kandunganmu juga... Ayah akan menyewa detektif untuk mencari tahu keberadaan Farhan, kamu tenanglah ya nak..." lanjut ayah.

Ayahku memang yang terbaik, dia memang sangat sibuk karena harus mengurus sendiri usahanya. Tapi perhatian dan kasih sayangnya padaku tak pernah berkurang walaupun aku sudah menikah.

"Terima kasih ayah..." ucapku tulus.

Tak terasa mobil kami sudah memasuki komplek perumahanku. Saat kami hampir sampai di halaman rumah, ku lihat sebuah mobil terparkir tepat di depan rumahku. Seorang laki-laki berumur empat puluh tahunan dan perempuan cantik berpostur tinggi semampai berdiri di dekat mobil yang terparkir seperti sedang menunggu.

Aku mengenali laki-laki tersebut, dia adalah Pak Erwin, atasan langsung suamiku di kantornya. Tapi, untuk apa dia kemari bersama seorang wanita cantik?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   44. Luka yang kembali berdarah

    Plak!Tamparan itu mendarat telak di pipi Indira—keras, tiba-tiba, dan penuh amarah. Suara tamparan menggema di parkiran yang sepi, membuat beberapa orang menoleh heran. Indira tertegun. Rasa panas menjalar di pipinya, diikuti perasaan campur aduk antara kaget dan marah yang nyaris meledak.“Kurang ajar kau, gundik!” seru Indira dengan suara bergetar, bukan karena takut, tapi karena menahan amarah yang memuncak. Tangannya terangkat, lalu balas menampar pipi kiri Mayangsari dengan keras—bunyi tamparan itu sama nyaringnya.“Berani-beraninya kau menamparku!”Mayangsari terhuyung setengah langkah, rambutnya terurai menutupi wajah. Pipi kirinya memerah, tapi yang lebih menyala adalah matanya—mata seorang perempuan yang dikuasai kemarahan.“Kau tega, Indira!” jeritnya, suaranya pecah, penuh emosi. “Kau tega memisahkan ayah dari anaknya! Anak yang bahkan baru berusia dua tahun!”“Kau tega, Indira!” jerit Mayangsari, suaranya pecah dan menggema di area parkiran yang mulai dipenuhi tatapan her

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   43. Apa yang diinginkan Mayangsari?

    "Aku hanya ingin tahu bagaimana keadaanmu Indira..." suara Aksara terdengar lembut, nyaris berbisik. Tatapannya menelusuri wajah Indira dengan penuh perhatian, seolah mencoba membaca isi hatinya tanpa perlu bertanya lagi.Indira menunduk, merasakan debaran kuat di jantungnya. Namun satu sisi hatinya merasa bersalah, ia masih menjadi istri orang walaupun sedang dalam proses perceraian. Seharusnya tidak terlalu dekat dengan Aksara.“Seperti yang Kak Aksa lihat,” ucapnya lirih, mencoba tersenyum. “Aku baik.”Aksara mengangguk pelan. “Kamu sudah yakin dengan keputusanmu untuk berpisah dengan Farhan? Aku cuma takut kamu terburu-buru… mungkin karena masih emosi.”Indira terdiam. Matanya tak menatap Aksara, melainkan tertuju pada taman kecil di depan rumah. Sinar matahari sore menyusup di antara daun, menciptakan kilau keemasan di kelopak bunga. Seekor kupu-kupu kuning hinggap, lalu terbang pelan seolah menari di udara."Wanita mana yang masih akan terus bertahan, setelah ditinggalkan dalam

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   42. Kecanggungan yang hangat

    “Jadi… kalian berdua akan menikah?” tanya Indira dengan nada getir.Aksara dan Livia sontak saling berpandangan, sama-sama kebingungan.“Aku?” Aksara menunjuk dirinya sendiri dengan dahi berkerut, jelas tak paham maksudnya.Livia yang lebih cepat menangkap arah pikiran Indira langsung terkekeh pelan. “Oh, bukan, Indira!” katanya sambil menggeleng cepat. “Bukan aku dengan Aksara… tapi aku dengan Adrian!”“Adrian?” Indira berkedip, tampak malu sendiri. “Oh… aku kira kalian…” ia tak melanjutkan, tapi kalimatnya menggantung cukup jelas.Livia langsung menepuk lututnya sambil tertawa geli. “Astaga, Indira! Dari mana bisa kepikiran begitu? Mana mungkin aku dan Aksara!” katanya sambil melirik pria itu dengan ekspresi geli. “Kami cuma bersahabat sejak kuliah, iya kan, Aksa?”Aksara hanya tersenyum, menggeleng kecil. “Iya Indira, kedekatanku dan Livia lebih seperti sepasang sahabat, jika lebih dekat dari itu maka kami adalah saudara..."Indira ikut tersenyum malu, pipinya memanas, tapi ada kel

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   41. Kejutan dari Livia

    Sore itu, cahaya matahari yang hangat menembus sela-sela dedaunan, memantul di wajah Indira yang tengah memangkas daun-daun kering di pot milik Bu Fatma. Jemarinya lincah memotong satu per satu ranting, sampai suara mesin mobil yang berhenti di depan pagar rumah membuat gerakannya terhenti.Ia menoleh spontan. Sebuah mobil hitam mengilap terparkir di halaman. Dari balik kaca, ia mengenali sosok yang sangat familiar—Aksara.“Kak Aksa…” gumamnya lirih. Hatinya berdetak tak karuan. Gunting tanaman di tangannya terlepas begitu saja ke tanah. Ada senyum kecil yang tak sempat ia tahan, seolah tubuhnya lebih dulu bereaksi sebelum pikirannya sempat menimbang.Namun senyum itu perlahan memudar begitu pintu sisi penumpang terbuka. Livia keluar menyusul, menutup pintu mobil dengan senyum ramah yang menyilaukan.Indira terpaku. Ada jeda aneh di dadanya—antara malu, kaget, dan sesuatu yang seperti tertusuk pelan.Angin sore yang tadi terasa hangat kini seolah dingin dan kering.Dia menelan ludah,

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   40. Terkurung oleh dosamu sendiri

    Selepas kepergian Fani, Farhan meringkuk di sudut sel yang lembap. Punggungnya menempel pada dinding semen dingin yang mulai berjamur. Lampu di langit-langit berkedip lemah, menyorot wajahnya yang pucat dan mata cekungnya yang penuh kegelisahan. “Indira…” bisiknya parau, hampir tak terdengar. Napasnya berat, dada naik turun cepat seolah menahan sesak yang tak mau reda. “Seharusnya kamu datang menemuiku… kamu istriku, Indira… masih sah istriku.” Ia menatap kosong ke arah jeruji besi yang kini tampak seperti dinding tak berujung. Suara langkah petugas dari kejauhan terdengar samar, diselingi bunyi rantai pintu yang beradu, mengingatkannya bahwa kebebasan kini hanya sebatas mimpi. “Selama ini kamu yang selalu membelaku,” lanjutnya lirih, suaranya bergetar di antara isak tertahan. “Kamu rela membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan jualan baju secara online, kamu menjadi ibu rumah tangga yang seluruhnya melayaniku… Kamu pasti masih peduli padaku, kan?” Farhan menunduk, menatap

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   39. Harapan terakhir yang pergi

    “Polisi menghubungiku… katanya kamu ada di sini, Farhan.”Kalimat pertama yang keluar dari bibir Mbak Fani terdengar tenang, tapi tajam seperti pisau yang menyayat perlahan tanpa ampun.Farhan menunduk, tenggorokannya terasa kering. Ia berusaha bicara, namun suaranya nyaris tak terdengar.“Maafkan aku, Mbak… aku selalu merepotkanmu.”Mbak Fani terkekeh pelan, tapi tawa itu getir dan pahit.“Merepotkan? Kamu bukan cuma merepotkan, Farhhan. Kamu menghancurkan segalanya!”Suaranya meninggi di akhir kalimat, membuat beberapa petugas menoleh sekilas. Namun ia tak peduli. Air matanya menumpuk di pelupuk mata, tapi ia menahannya dengan paksa.“Berbulan-bulan Indira mencarimu sampai kehilangan bayinya… berbulan-bulan Ibu menunggumu pulang, berharap kamu masih hidup, masih waras. Tapi kamu? Kamu malah hilang bersama perempuan lain, pakai uang orang, dan bikin nama keluarga hancur!”Napasnya tersengal, suaranya pecah di tengah kalimat. “Ibu jatuh sakit karena stres, Han. Dia nggak kuat lagi… da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status