Home / Lainnya / Suamiku, Lakon Sandiwara / Chapter 1 Hari yang Tak Biasa

Share

Suamiku, Lakon Sandiwara
Suamiku, Lakon Sandiwara
Author: Riskyara

Chapter 1 Hari yang Tak Biasa

Author: Riskyara
last update Last Updated: 2025-05-31 19:00:53

Gaun putih yang membungkus tubuh Mala begitu anggun, tapi hawa dalam dirinya seperti tanah kosong yang gersang. Di sekelilingnya hanya suara bisik pelan, tawa formal dan irama dari alunan piano klasik. Pernikahan ini berlangsung di ruang semi terbuka di salah satu villa pribadi milik keluarga Kara. Tidak ada wartawan yang meliput, tidak ada teman, tidak ada pengumuman, karena semua mendadak.

“Semua sudah sesuai rencana. Kita mulai sekarang,” ujar Bane, asisten pribadi Kara.

Setelan jas hitam sempurna dengan aura yang dingin. Tak ada senyum yang menghias wajahnya. Seolah Kara akan menghadiri sebuah peluncuran proyek, bukan menyambut pernikahan. Di sampingnya ada perempuan manis dan ia tak menoleh sedikit pun.

Akad dimulai.

“Saya terima nikah dan kawinnya Mala Arunika binti Damar Widodo dengan maskawin tersebut, tunai.”

Sah. Beberapa kerabat dari pihak Kara mengangguk. Ibu Mala meneteskan air mata terharu, sementara Mala memalingkan wajahnya agar tak terlihat gugup. Acara berjalan dengan lancar, sesi foto hanya untuk formalitas saja.

“Bane akan urus sisanya. Jangan tanyakan hal pribadi padaku.” Kara berdiri dan pergi dari hadapan Mala.

Nindya, ibu Kara memanggilnya untuk bergabung. Kara menyuguhkan senyum manis yang begitu menawan. Tak ada satu pun orang yang tahu, pernikahan ini hanyalah kontrak. Dan Mala hanyalah pemeran figuran dalam naskah hidup yang diciptakan Kara.

Beberapa jam setelah acara, Mala duduk di ruang tamu ditemani oleh ibu dan ayahnya. Gaun pun sudah diganti dengan dress sederhana. Terlihat jelas pada wajah Damar dan Lestari melihat anak yang sulungnya bisa menikah dengan konglomerat. Ada rasa kebanggaan tersendiri.

Bane datang menghampiri Mala, “Maaf mengganggu, Nona boleh saya berbicara dengan Anda berdua saja?”

Orang tua Mala saling menoleh, mengangguk tanda setuju. Mereka pun pergi meninggalkan Bane dan Mala. Dengan sopan Bane sedikit membungkukkan badannya saat orang tua Mala berdiri.

“Nona Mala, ini ada beberapa hal yang perlu disepakati sebagai bagian dari kontrak,” jelas Bane.

“Apakah saya akan tinggal bersama Pak Kara?” Tanya Mala.

“Ya, benar. Nantinya Anda akan tinggal bersama di rumah yang sudah disiapkan. Semua media mungkin tidak tahu sekarang, tapi kita tidak bisa berjudi dengan waktu. Siapa tahu suatu saat ada yang mengendus. Rumah itu sudah dilengkapi kamera pengawas untuk kebutuhan dokumentasi alibi,” jelas Bane.

“Apa yang harus saya lakukan?”

“Cukup menjaga citra rumah tangga saja,” jawabnya singkat.

“Ada aturan yang harus Nona ingat, tidak boleh memasuki kamar pribadi Tuan Kara, kecuali dalam keadaan darurat atau diminta secara langsung. Nona akan mendapat kamar pribadi di lantai dua. Semua urusan domestik diatur oleh asisten rumah tangga,” jelas Bane.

“Lalu bagaimana jika keluarga Pak Kara datang?”

“Bersikap seperti istri yang sopan dan manis. Jangan terlalu menempel, gunakan bahasa tubuh yang sewajarnya saja. Tuan Kara menekankan hubungan ini hanya berjalan satu tahun. Setelah itu kontrak selesai tanpa gugatan cerai secara terbuka.”

“Bagaimana jika media tahu jika Pak Kara sudah menikah dan istrinya adalah saya?” Tanya Mala.

“Tidak usah khawatir, Nona. Saya akan menghandle urusan ini, karena seiring berjalannya waktu media pasti akan mengendus hubungan kalian. Jika sudah terlanjur ketahuan media, Nona akan ikut beberapa acara publik, sesekali menghadiri event bisnis sebagai pendamping,” jelas Bane.

“Baiklah,” Mala tampak begitu pasrah dengan penjelasan Bane. Ia menandatangani kontrak yang sudah dikemas rapi tentang aturan yang diberlakukan.

Malam itu, Mala resmi menempati rumah Kara. Interior serba putih dan emas membuat ruangan terlihat mewah. Mala Menyapu setiap inci rumah itu, terasa seperti museum daripada tempat tinggal, karena sepi sekali untuk ukuran rumah yang besar dan hanya ditinggali oleh segelintir orang.

Mala diantar ke kamarnya di lantai dua oleh Mbak Nila yang bertugas sebagai asisten rumah tangga. Menaiki anak tangga dengan penuh keraguan. Semua nyata namun, ia merasa seolah ini mimpi.

“Silahkan Nona, ini tempat tidur Anda sekarang. Jika butuh apa pun bisa panggil saya dengan bel ini.” Jelas Mbak Nila sambil menunjuk bel.

“Terima kasih, Mbak.” Mala sedikit membungkukkan badannya.

Udara malam menyusup dari celah jendela besar yang dibiarkan terbuka setengah oleh Mbak Nila. Mala berdiri mematung di tengah kamar yang luas, tampak megah untuk dirinya. Ia menghembuskan napas panjang, tubuhnya lelah tapi bukan karena perjalanan. Melainkan karena perubahan drastis yang terjadi dalam hitungan hari.

Flashback

Sore itu, Mala sedang sibuk memastikan rundown acara gala launching produk berjalan sesuai rencana. Sebagai EO, ia dikenal cepat tanggap dan tegas. Namun, ia tak menyangka pria yang berdiri di tengah ruang VVIP dengan jas hitam adalah Shankara Radeva, klien utama.

“Kamu EO nya?” Tanya Kara dengan wajah datar. Matanya menyusuri tampilan Mala dari atas sampai bawah.

Mala mengangguk, ia menyodorkan clipboard. “Saya Mala, ini rundown finalnya. Jika ada yang perlu dikoreksi, saya akan sesuaikan segera.”

“Kau terlihat sangat percaya diri untuk orang yang belum mengenalku,” gumam Kara.

“Karena pekerjaan saya memang menuntut itu,” Mala tersenyum kaku.

Flashback off

Mala membuka koper kecilnya dan mulai membereskan pakaian. Ia melihat secarik kertas di atas meja rias, ia mengambil kertas itu dan hendak membacanya.

“Selamat datang, Nona Mala. Ada beberapa aturan rumah yang perlu Anda ingat. Anda bebas menggunakan kamar ini, dapur terletak di lantai bawah, dan ruang baca. Namun, kamar Tuan Kara bersifat pribadi. Jika ada keluarga datang, silahkan gunakan kamar pengantin di lantai dua untuk pura-pura menyatu. Dan satu lagi, tidak boleh membahas hal pribadi dengan tamu atau media. Terima kasih.”

Setelah membaca surat itu, Mala menghembuskan napas panjang. “ Jadi aku hanya figuran yang harus tahu posisi perannya.”

Suara langkah kaki terdengar samar di luar. Mala berjalan pelan ke pintu dan menempelkan telinganya. Suara ketukan terdengar, Mala tersentak kaget.

“Nona Mala, makan malam sudah siap. Tuan Kara menunggu Anda di bawah,” ujar Mbak Nila dibalik pintu.

Mala membuka pintunya. “Ah iya, Mbak.”

Jantung Mala berdegup kencang tak seperti biasanya. Ia menuruni anak tangga dengan banyaknya pertanyaan di kepala. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Meja makan besar dengan hidangan yang menggugah selera, piring yang tertata rapi berseberangan. Hanya mereka berdua, dentingan sendok mulai terdengar pelan. Sesekali Mala menatap Kara.

“Terima kasih, makan malamnya,” ucap Mala mencairkan suasana.

“Kalau ada yang kamu butuh, sampaikan pada Bane. Jangan campuri urusan pribadiku, semua sudah tertulis di kontrak.”

“Berarti tidak ada peran sebagai istri pada umumnya?” Mala memastikan.

“Tidak perlu, saya tidak meminta kamu jadi apa pun selain menjalankan kesepakatan. Jaga citra dan tidak membuat kekacauan.

Mereka terdiam sesaat, “kenapa harus aku?” Tanya Mala memecah keheningan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 13

    Karina dalam balutan blazer putih, tampak elegan dan percaya diri. Setelah melihat Mala dari kejauhan, ia mendekat ke arah Kara dengan senyum yang dibuat tulus. “Dia datang juga, ya. Padahal aku pikir bakal ngumpet setelah berita yang berhembus kemarin.”Kara hanya menatap ke arah lain, menyesap minumannya perlahan. Tak menjawab.“Kamu nggak takut citramu rusak, Ra? Istrimu dibicarakan banyak orang, katanya genit lah, suka cari sorotan lah, atau kamu memang suka begini biar dramanya makin kuat di mata publik?” suara Karina terdengar menurun tapi tajam.Kara menoleh singkat, tak berekspresi. “Aku kira kamu di sini buat kerja, bukan untuk jadi akun gosip dadakan.”Karina tertawa kecil. “Santai, aku cuman peduli. Kalau bukan aku yang jaga image mu siapa lagi? Mala, dia masih terlalu polos buat main di dunia kayak gini. Bisa-bisanya kamu ikut terseret kalau dia nggak paham cara bermain.”Kara tak membalas, ia hanya memutar gelas di tangannya, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Diam

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 12

    Di dalam mobil, Kara duduk sendiri. Lagu klasik pelan mengalun. Tangan Kara membuka galeri ponsel, ia melihat tangkapan layar itu sekali lagi. Captionnya begitu sinis, tapi yang paling mengganggunya adalah fakta bahwa Mala terlihat sendirian. Padahl ia tahu, Mala tak salah apa-apa.“Kau pikir bisa main cantik, Karina? Baiklah. Aku bisa lebih dari itu,” batin Kara.Tapi belum sekarang, karena Kara memilih menjadi lelaki yang diam. Untuk sementara.Dua hari menuju eventHari itu rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Mala duduk di sofa ruang tengah, membolak-balik brosur digital event fashion art yang akan digelar dua hari lagi. Sebenarnya itu bukan acara besar, tapi cukup eksklusif. Undangannya hanya terbatas pada influencer terpilih dan brand partner termasuk, entah kenapa dia.Mala menatap layarnya agak lama“Kenapa undangan ini bisa sampai ke gue? Apa karena gue istri Kara? Atau ada nama Karina di belakang layar lagi?”Mala menghela napas. Tepat saat Bane datang membawa nampan beri

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 11

    Langit mulai berubah warna saat mobil hitam memasuki halaman rumah. Sepanjang perjalanan pulang, kara hanya diam menatap ke luar jendela. Mala duduk di sampingnya, tangan di pangkuan, sesekali mencuri pandang ke arah Kara tapu urung membuka percakapan. Sesampainya di rumah, Kara langsung masuk ke kamar tanpa berkata sepatah kata pun. Mala menurunkan tas dan menghela napas. Mencoba menetralisir gejolak yang tadi masih tersisa di dada. Ia melangkah pelan ke dapur, dan seperti biasa Bane sudah berdiri di sana. Memotong buah dengan ekspresi seolah tahu segalanya.“Udah pulang?” Tanya Bane.Mala mengangguk, mengambil segelas air. “Iya.. capek juga ternyata senyum di depan kamera.”Bane menyeringai. “Senyum yang dipaksakan emang paling makan energi.”Mala tersenyum miring.Bane menatap Mala lebih serius. “Tadi Karina dateng, ya?”“Kok tahu?”“Dari auranya,” jawab bane setengah bercanda.“kalau rumah ini tiba-tiba berasa dingin padahal AC mati, biasanya dia lewat.”Mala tertawa kecil.“Tapi

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 10

    Bane mendapat kabar bahwa paket besar berisi perlengkapan photoshoot untuk promosi produk terbaru sudah sampai di rumah. Di dalamnya, ada undangan photoshoot khusus untuk pasangan Kara dan Mala. Dengan jadwal yang sudah di tentukan oleh Karina.Mala yang melihat namanya tercetak di undangan itu, sempat terpaku. Di pojok bawah kertas undangan, ada catatan kecil bertuliskan tangan.“Tolong hadir ya. Dunia luar perlu lihat versi kalian yang paling indah. -K”Kayaknya yang ini bakal jadi panggung duel tak langsung,” gumamnya.Mala menyipitkan matanya. Ia tahu, permainan ini belum selesai.Sesi photoshoot pertama - Studio dalam ruanganRuangan studio dipenuhi pencahayaan putih yang menyilaukan. Background berganti sesuai konsep. Dari hitam minimalis hingga abu pucat bertekstur marmer. Beberapa kru sibuk menyempurnakan pencahayaan, sementara fotografer tengah mengatur sudut bidikannya.Kara duduk di kursi makeup, diam tanpa banyak komentar. Setelan jasnya rapi seperti biasa, tapi wajahnya

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 9

    Mala menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menopang tubuh Kara agar lebih nyaman, lalu perlahan membaringkannya di sampingnya. Ia tak tahu harus mulai dari mana, tapi tubuh Kara terasa sangat panas. Panik mulai menyelinap. “Pak Bane…“ Mala sempat ingin memanggil, tapi ia urungkan. Kara sendiri yang bilang tak ingin diganggu. Lagipula, dia sudah di sini. Ia berjalan cepat ke kamar mandi, membasahi handuk kecil. Lalu kembali dan menempelkannya di dahi Kara. Lelaki itu hanya mengerang pelan, matanya tetap terpejam. Setelah memastikan Kara sedikit lebih tenang, Mala meraih ponsel dari nakas. Ia mencari informasi tentang pertolongan pertama saat demam tinggi. Ia juga mengetik pesan singkat ke Bane. “Pak Bane, Kara ada di kamar saya. Dia demam tinggi, tolong siapkan sup untuk makan Kara, termometer dan obat demam, tapi jangan masuk ke kamar dulu. Biar saya yang urus.” Tak lama kemudian, Mbak Nila mengetuk pintu. Menyerahkan teh panas dan sekotak obat dalam nampan. “Terima kasih, Mba

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 8

    Rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Lampu gantung di ruang utama dibiarkan redup, hanya terdengar detak pelan dari jam dinding. Mala baru saja selesai membersihkan riasan wajahnya. Berdiri di depan cermin kamar, memandangi bayangannya sendiri. Ia mengingat lagi percakapan di mobil, gestur hangat Kara dan tatapan Karina. Semua bercampur dalam pikirannya, seperti hujan yang tak kunjung reda.“Andai senyumnya bukan bagian dari skenario, mungkin aku bisa percaya sedikit,” gumamnya pelan.Sementara itu, di ruang kerja. Kara duduk sendiri, jasnya sudah terlepas dengan dasi yang longgar. Ia membuka ponselnya, melihat foto-foto gala dinner yang sudah mulai tersebar di media sosial. Salah satunya, gambar saat ia tersenyum pada Mala. Sementara Karina berada di sisi lain, tersingkir dari frame. Bibirnya terangkat sedikit mengulas senyum. Suara ketukan halus terdengar di pintu, “Masuk aja,” gumam Kara.Bane melongokkan kepala, lalu masuk dengan senyum tipis. “Pers malam ini aman, kayaknya l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status