Share

Bab 2 (Tawuran Antar Preman)

~ Ujian yang datang silih berganti pertanda Allah menyayangimu. Jangan pernah berfikir Allah tidak adil, karena akan ada pelangi setelah hujan. Tetap sabar dan tawakal, maka akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari apa yang kita harapkan. ~

Setelah itu aku bergegas membersihkan kost, sholat subuh, dan bersiap berangkat kerja untuk pertama kalinya.

Ucapan Basmalah tak lupa mengiringi langkah awal ku untuk memulai kegiatan. Itu yang guru ku dulu ajarkan.

***

Setengah hari ini aku telah di training, dan syukur nya aku bisa dengan lancar mengikuti arahan yang di berikan oleh atasan.

Dari mulai menyapa pengunjung, menawarkan menu spesial, cara memberikan hidangan, dan masih banyak lagi. Kini aku sudah di tugaskan langsung kelapangan, namun masih dengan diawasi oleh senior yang bertugas mengawasi ku.

Senyum ku tak lupa selalu ku pancarkan lewat bibir tipis ku, keluarga di kampung adalah motivasi ku untuk semangat dalam bekerja.

'Aku pasti bisa, aku pasti bisa.' Kalimat itu yang slalu menjadikanku pedoman untuk pantang menyerah.

Ditengah kesibukanku, tiba tiba..

'Brak' suara gebrakan di meja yang berada di dekat pintu itu terdengar nyaring, membuat semua pengunjung menoleh kearah suara itu berada. Segerombolan preman memasuki Cafe, dengan santainya berkumpul pada salah satu meja yang terdapat di sebelah pintu keluar. Dengan santainya mereka berkumpul dengan rokok yang berada di tangannya. Aku pun melihat nya dengan amarah, namun apa daya aku pun sebenarnya takut dengan preman seperti mereka.

Saat aku masih menatap preman preman itu, tak sengaja ada yang melihatku, aku pun membuang muka. Takut jika terjadi hal hal yang tidak diinginkan, namun ketakutan ku itu pun terjadi.

"Woi, lu kemari!" Perintah nya menunjuk kearah ku yang sedang berdiri membawa papan yang berisikan kertas pesanan para pengunjung.

'Ya Allah ada apa ini, bantu aku ya Rab'

Dengan langkah gemetar aku pun mendekati para preman yang sedang bergerombol, bau alkohol pun semakin menyeruak indra penciuman saat diri ini sudah berada tak jauh dari gerombolan itu. Badan bergetar hebat, ingin rasanya ku menangis saat ini, namun ku tahan sebisa mungkin melawan rasa takut yang tak kunjung hilang. Diam, itu lah yang kulakukan saat ini, menunduk dan membisu. Wajah ku sudah pucat pasi, persis seperti mayat hidup.

"Catat semua yang akan kami pesan!!" Perintahnya dengan nada tinggi.

"T-tapi bang.."

"Gak ada tapi tapian, apa cafe ini bakal gua hancurkan?!!" Ucap nya memotong ucapan ku. Diapun berdiri, berjalan dengan langkah santai mendekati pengunjung dan duduk di atas meja yang sedang ada pengunjungnya.

'Astagfirullah.. Astagfirullah.' Ucapku dalam hati. Memang dasar nya preman, tak memiliki sopan santun.

Aku pun menoleh kebelakang, ku lihat atasan memberi kode untuk menyetujui permintaan preman yang berada di sebelahku ini.

Dengan tangan bergetar, ku tulis satu persatu pesanan segerombolan preman ini. Baru beberapa langkah meninggalkan tempat, tiba tiba..

'Prok.. prok.. prokk.' Suara tepuk tangan dari seseorang yang sedang memasuki cafe.

"Jadi sembunyi disini lu pada?" Ucap nya dengan enteng dengan gaya berdecak pinggang, dan satu tangan nya memasuki saku jaket nya.

"Wooiiiii... Orangnya ada disini nih." Teriak lelaki berparas tinggi besar, dengan tatto di tangan dan kaki nya, kulit putih membuatnya terlalu kontras dengan warna tatto nya. Tampan sih, tapi sayang dia preman.

Aku beserta para pengunjung lainnya melongo melihat ada segerombolan berlari menuju kearah cafe. Lalu,

'Bugh..' satu tonjokan mendarat di pipi mulus pria bertatto itu. Senyum sumrik yang di perlihatkan membuat bulu kuduk berdiri, tatapan mata yang tajam seperti pembunuh berdarah dingin.

'Bugh.. brakk.. praannggg...'

Suara pukulan, hantaman, pecahan beling mengisi ruangan itu. dimana membuat para pengunjung lari tunggang langgang meninggalkan cafe, begitu pun dengan diriku yang berlari menuju dapur, memilih menyembunyikan diri di sudut dapur, membenamkan wajah dan menangis tersedu sedu.

Baru saja sehari bekerja, namun sudah mendapat ujian yang seperti ini. Kuatkan aku ya Rab. Aku takut ya Allah, bantu aku untuk menghilang. Ah tapi itu harapan yang mustahil, andai saja aku memiliki pintu ajaib, sudah ku pastikan aku bisa kabur dalam situasi saat ini.

'Tak.. tak.. tak...'

Suara kaki melangkah dengan tenangnya mendekatiku yang masih terduduk dalam sembunyi. Jantung berpacu dengan cepat, keringat mengucur dari atas kepala hingga kaki. Gerah? Tentu saja, namun tak ku hiraukan, hingga keringat pun menetes melalui dahi ke lantai. Aku tak berani mendongak, aku tahu aku tak akan terlihat. Allah pasti membantuku.

'Aku belum mau mati, aku masih muda, aku belum menikah. Oh tidak, aku tidak bisa mati sekarang, tapi aku takut jika aku dibunuh. Bagaimana ini ya Allah.' Pikiranku beradu, otak dan hati tidak sejalan. Panik, tapi pasrah itu lah yang membuatku bingung harus berbuat apa.

Suara kaki itu pun tak terdengar lagi, aku mengangkat kepalaku dan ternyata...

"Huwaaaa.... Tolong.... Tolong aku..!!" Teriakku kencang, tak terasa air mengalir membasahi celanaku. Ya, aku mengompol. Malu pun sudah ku abaikan, karena ketakutan ku semakin menjadi tatkala melihat wajah preman berada tepat di depanku. Hanya berjarak sekitar 20 centimeter dari permukaan wajah ku.

"Hhuummpp..." Aku pun terdiam, mulutku di sumpal, tak bisa berbicara atau pun teriak.

Apa yang terjadi dengan Ratih? Apa Ratih akan diculik? Atau bagaimana?. Tunggu episode selanjutnya kawan.

*Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status